NovelToon NovelToon
Titik Akhir Ke Titik Awal Seorang Istri

Titik Akhir Ke Titik Awal Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Keluarga / Cinta Murni / Penyeberangan Dunia Lain / Menikah Karena Anak
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Eireyynezkim

Heavenhell Athanasia Caventry pernah percaya bahwa cinta akan menyelamatkan hidupnya. Namun, lima tahun pernikahan hanya memberinya luka: suami yang mengkhianati, ibu yang menusuk dari belakang, dan kehilangan terbesar, bayi yang tak sempat ia peluk. Saat ia memilih mengakhiri segalanya, dunia ikut runtuh bersamanya.

Namun takdir memberinya kejutan. Heavenhell terbangun kembali di masa remajanya, sebelum semua penderitaan dimulai. Dengan ingatan masa depan yang penuh darah dan air mata, ia bertekad tidak lagi menjadi pion dalam permainan orang lain. Ia akan menjauh dari Jazlan, menantang Loreynzza ibu yang seharusnya melindungi, dan membangun kehidupannya sendiri.

Tapi kesempatan kedua ini bukan sekadar tentang mengubah masa lalu. Rahasia demi rahasia yang terkuak justru menggiring Heavenhell pada jalan yang lebih gelap… sebuah kebenaran yang dapat membalikkan segalanya.

Kesempatan kedua, apakah ini jalan menuju kebebasan, atau justru jebakan takdir yang lebih kejam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Titik Awal Mulai

Jarum pada jam dinding terasa berputar dengan cepat disertai angin yang berhembus dengan kencang. Diruangan yang hanya diterangi lampu kecil menampakkan pemandangan Heavenhell yang terduduk dengan pandangan kosong.

Beberapa menit lalu atau beberapa jam lalu ia terbangun dengan nafas tersengal dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Jadi yang tadi itu hanya mimpi buruk belaka atau mungkin kilasan masa depannya yang tragis. Matanya jelalatan menjelajahi ruangan tempatnya terbangun. Bukan kamar rumah sakit yang dipenuhi alat medis dan bernuansa putih, setidaknya itu yang dipikirkan Heavenhell. Namun ia terbangun di sebuah kamar kos yang berukuran tidak besar.

Kalau tidak salah, ini adalah kamar kos yang ia sewa setelah kakeknya meninggal dan tantenya hanya mau merawat neneknya saja. Sehingga dirinya mengalah dan memutuskan untuk kembali kepada Ibunya. Namun karena ia merasa dikucilkan di rumah baru sang Ibu makanya ia memilih menyewa kamar kos kecil ini dengan menggunakan uang yang diberikan neneknya. Sangat miris sekali.

Heavenhell menghela nafasnya yang terasa berat, tangannya terjulur mengusap perutnya. Sesaat lalu ada janin disini yang ia sangat cintai, namun sekarang tidak ada karena itu hanyalah di mimpinya.

Tokk...

Tokk....

Lamunan Heavenhell buyar ketika suara pintu kamar kostnya tiba-tiba diketuk. Kalau ia tidak salah itu pasti Valdrin yang mengajaknya untuk pulang kembali, ayah tirinya itu datang bersama Adhvan alias adik saudara seibunya. Perasaan Heavenhell terasa berdebar dan perutnya terasa mulas, ia rasanya ingin menangis ketika mengingat bagaimana tulusnya Valdrin memperlakukannya selama ini. Tidak ada yang berubah, semuanya tetap sama.

Ceklek...

Heavenhell membuka pintu kamar kostnya dan mendapati Valdrin yang berdiri didepannya dengan setelan jasnya dan Adhvan yang masih berusia 10 tahun disampingnya.

"Boleh papa masuk?" tanya Valdrin lembut.

Heavenhell melirik sejenak kedalam kamar kostnya yang masih sangat kosong melompong dan hanya ada tas besar berisi baju-bajunya disudut ruangan. Ia hanya tidur beralaskan karpet tipis yang dipinjamkan ibu kosnya sebab kasihan melihatnya hanya membawa sebuah tas besar saja.

"Boleh," jawab Heavenhell menggeser tubuhnya agar kedua pria berbeda usia itu bisa masuk kedalam kamar kostnya yang sederhana.

Valdrin mengedarkan pandangannya ke arah kamar kostnya milik Heavenhell. Ia menghela nafas berat ketika melihat kondisinya yang sangat err.. memprihatinkan. Ruangan ini bahkan tidak sebesar kamar mandi yang ada di rumahnya. Kamar pembantunya mungkin lebih besar dibandingnya. Bagaimana bisa Heavenhell yang dianggapnya seperti putri kandungnya ini tinggal disini. Tidak akan ia biarkan.

"Papa kesini buat jemput kamu untuk pulang, Papa udah bicara sama Mama kamu."

Heavenhell menatap Valdrin, kalimat yang dilontarkannya sama persis dengan yang diingatnya. Apa ia benar-benar memutar waktu karena ia merasa dejavu. Sangat dejavu. Apa ini? Kenapa ini bisa terjadi di dunia nyata ini? Apa sekarang ia juga sedang bermimpi? Mungkin saja ini proses menuju keabadian yakni Tuhan memberikan sebuah mimpi yang merupakan refleksi kehidupan yang pernah dilalui.

"Adhvan, ambil tas kakak kamu dan bawa ke mobil," titah Valdrin kepada putranya. Dan tanpa babibu lelaki kecil itu berjalan kearah tas besar yang berada disudut ruangan dan menggendongnya.

Heavenhell hanya bisa terdiam menyaksikannya karena merasa dejavu lagi. Jadi ia kembali ke titik awal lagi, ke titik dimana semuanya berawal.

Setelah ini ia akan kembali ke rumah dan disambut dengan pemandangan Loreynzza dan Aretha yang sedang berkebun bersama. Ibunya itu hanya menatapnya sekilas lalu acuh tak acuh dan kembali berkebun bersama Aretha. Lalu hari-hari yang menyesakkan dadanya akan dimulai lagi. Yang dimana Loreynzza hanya peduli pada Adhvan dan Aretha. Sementara dirinya terlihat transparan didepan Ibunya, hanya Valdrin yang memperhatikannya itupun jika beliau tidak sibuk. Ingatan-ingatan itu tanpa sadar membuat tubuh Heavenhell gemetar. Tidak! Ia tidak ingin merasakan perasaan itu lagi. Kalaupun benar ia mendapatkan kesempatan kedua untuk hidup lagi maka ia tidak mau hidup seperti ini lagi. Ia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Adhvan, stop. Nggak usah," cegat Heavenhell menghalangi tubuh Adhvan yang hendak keluar dari kamar kostnya. Pria kecil itu nampak merengut kesal, bukan karena adiknya ini membencinya. Tidak seperti ibunya yang nampak tidak suka padanya. Adhvan lebih bersahabat karena Valdrin selalu menjelaskan padanya jika ia punya kakak perempuan yang tengah tinggal dengan kakek dan neneknya di desa. Setiap tahun mereka sering bertemu karena Valdrin selalu bersilahturahmi ke rumah kakek dan neneknya di desa membawa Adhvan. Sesekali Loreynzza juga ikut jika Aretha sedang tidak ingin mudik kerumah ibu kandungnya yang berada diluar pulau.

"Apa-apaan ini, Heavenhell. Kamu pikir papa bakal biarin kamu tinggal di kamar suram ini. Kamu harus pulang ke rumah, Titik. Nggak usah takut sama Mama kamu."

Heavenhell menggeleng. "Nggak usah, Pa."

Mata Valdrin membelalak dan perasaannya bergemuruh ketika mendengar Heavenhell memanggilnya dengan sebutan "Papa". Sebutan yang ia kira tidak akan pernah ia dengar dari bibir Heavenhell. Tumbuh tanpa seorang figur ayah sejak usia 1 tahun hingga usia 7 tahun, membuat Heavenhell tidak pernah menyebut panggilan tersebut karena di dunianya hanya ada kata "Mama". Sehingga Valdrin maklum jika Heavenhell hanya memanggilnya dengan sebutan " Om" karena Loreynzza juga tidak pernah mengajarinya untuk memanggilnya dengan kata "Papa". Istrinya itu hanya menyuruh Aretha memanggilnya demikian.

"Ave, kamu..." kata Valdrin dengan nada serak dan mata yang berkaca-kaca.

Heavenhell menganggukkan kepalanya pelan. "Maaf, Heavenhell baru punya keberanian sekarang buat manggil "Papa", mungkin aku telat 10 tahun tapi itu lebih baik daripada enggak sama sekali."

Valdrin mengusap airmatanya lalu berjalan kearah Heavenhell dan memeluknya dengan erat serta Adhvan juga. Seperti inilah keluarga yang diinginkan Valdrin minus istrinya saja. Selama ini hatinya tidak tenang karena memikirkan Heavenhell yang mungkin merasa sendirian diluar sana tanpa bimbingan kedua orang tuanya. Kehidupan terlalu kejam pada gadis ini yang sedari kecil tidak mengenal Ayah kandungnya. Bagaimana bisa Loreynzza mengabaikan putrinya ini dan lebih mementingkan keponakannya yang masih memiliki ibu kandungnya. Istrinya itu lebih memilih menjadi pahlawan untuk anak orang lain dan menjadi penjahat untuk anak kandungnya sendiri.

"Kita pulang yah?" bisik Valdrin.

Heavenhell menggeleng pelan. "Nggak usah, Pa. Aku disini aja, Mama nggak nyaman aku disana. Makanya aku pindah kesini, ini cukup kok buat aku tinggal sendiri."

"Cukup apanya, ruangan ini bahkan nggak ada kasurnya, nggak ada Ac, nggak ada dapurnya, ruang tamunya juga. Kamar mandinya juga diluar dan cuman ada tiga. Gimana bisa kamu hidup semiskin ini?" oceh Valdrin meroasting kamar kostnya. Heavenhell berdoa dalam hati agar ibu kostnya tidak lewat dan mendengarkan perkataan Valdrin barusan.

"Nggak apa-apa, nanti aku kerja sampingan lagi buat ngisi kamar ini."

Valdrin menggelengkan kepalanya. "Papa, nggak setuju. Kamu itu masih 17 tahun, kerja kamu yah belajar dan belajar. Ngapain kerja kek gitu, jangan kayak orang susah."

Adhvan menganggukkan kepalanya. "Kakak pulang aja, nanti aku suruh Aretha buat minggat dan balik ke habitatnya kalau itu yang buat kakak nggak enak."

Sudut bibir Heavenhell terasa berkedut ingin ngakak tapi ia tahan. Raut wajah julid Adhvan sangat lucu di matanya, ia sedikit tahu jika adiknya ini tidak suka dengan kehadiran Aretha yang mengambil perhatian ibunya. Apalagi dulu keluarga dari pihak ibu Aretha seolah tutup mata dengan keadaan Aretha pasca omnya wafat karena kecelakaan pesawat.

"Aku disini aja, Pa. Ini demi ketentraman kalian juga. Aku nggak mau suasana rumah jadi nggak nyaman karena kehadiran aku."

Valdrin berkacak pinggang sambil berdecak lidah. Kalau seperti ini ia merasa sedang menghadapi Loreynzza versi muda, sangat keras kepala dan susah untuk diluluhkan. Kost yang ditempati Heavenhell merupakan kost campuran, dilantai bawah tadi ia menjumpai ada beberapa lelaki yang sedang merokok dengan hanya bertelanjang dada. Sangat tidak ramah untuk putrinya ini.

"Gini aja, kalau kamu emang nggak mau balik ke rumah. Ok, nggak apa-apa. Tapi kamu mau kan tinggal di apartemen?" tanya Valdrin berusaha mencari jalan tengah. Tidak ada gunanya ia memaksa Heavenhell kembali ke rumah. Jangan sampai putrinya ini malah tertekan karena melihat kemesraan antara Loreynzza dan Aretha. Ia saja sudah cukup sakit mata menyaksikan drama bawang bombay antara Tante dan Keponakan itu.

"Apartemen?" tanya Heavenhell.

Valdrin mengangguk. "Sebelum nikah sama mama kamu, papa tinggal di sebuah apartemen di pusat kota. Kamu bisa tinggal disana dibanding kost murah ini. Seenggaknya disana lebih ekslusif dan perabotannya lebih lengkap dan privasinya terjamin," jelas Valdrin.

Heavenhell berpikir sejenak untuk menimang-nimang penawaran dari Valdrin. Di kehidupan lalunya, Valdrin tidak menawarinya hal ini karena ia yang setuju untuk pulang ke rumah dan memperkeruh suasana. Apakah kali ini ia menerimanya saja? Toh Valdrin kan sudah legal jadi ayah sambungnya. Daripada ia susah susah tinggal di tempat ini mending ia tinggal di apartemen kan? Pasti tempat itu tidak hanya sekedar apartemen namun mungkin sebuah penthouse karena Valdrin itu orang kaya.

"B-boleh deh, pa," jawab Heavenhell malu-malu.

Valdrin dan Adhvan menghela nafas lega, setidaknya Heavenhell tidak harus struggle di ruangan sumpek ini. Sementara mereka hidup dengan nyaman di sebuah mansion besar nan mewah.

......................

Heavenhell tidak dapat menahan rasa kagumnya ketika memandangi interior apartemen yang diberikan Valdrin padanya. Ini bukan apartemen lagi namanya karena saking mewahnya. Mungkin sebutan penthouse lebih cocok disematkan untuk tempat ini. Sial, bagaimana bisa ia melewatkan tinggal ditempat ini di kehidupan dulunya.

Harusnya ia gas saja ketika Valdrin menawarkannya bukannya bertingkah malu-malu kucing.

"Kamu suka?" tanya Valdrin meletakkan tas besar Heavenhell diatas sofa sementara Adhvan sibuk bermain game di ponselnya.

"Bagus banget pah," jawab Heavenhell yang masih takjub dengan interior apartemen itu.

"Kalau kamu mau ada yang dirubah bilang aja yah, Papa dulu jarang nginep disini. Jadi interiornya yah gitu-gitu aja," timpal Valdrin.

Heavenhell menggeleng pelan. "Nggak usah, Pah. Gini aja udah cukup."

Valdrin menghela nafas lega, perlahan ia meraih dompetnya lalu membukanya dan menyodorkan sebuah kartu debit kearah Heavenhell.

"Ini buat kamu, pake ini kalau kamu mau belanja apapun itu. Setiap bulan Papa bakal transfer uang saku kamu kesini atau kalau misalnya uangnya habis kamu bisa telfon Papa."

Heavenhell membulatkan matanya ketika menatap kartu yang disodorkan Valdrin. Dari tampilannya saja ia sudah tahu kalau kartu itu hanya dimiliki oleh nasabah prioritas. Kalau tidak salah Valdrin pernah memberikannya dulu namun ia tolak dan malah berakhir di tangan Aretha. Dan sekarang ia akan menerimanya dengan senang hati. Pokoknya di kehidupan kali ini, ia akan menikmati semua bentuk perhatian Valdrin padanya. Tidak ada Heavenhell yang tidak enakan dan merasa kecil hati. Ia harus membunuh sisi lain dirinya itu untuk mendapatkan ending yang bahagia. Kalau bisa ia tidak mau bertemu dengan Jazlan lagi dan Aretha. Walaupun sulit tapi ia akan berusaha demi masa depannya.

"Makasih, Pa."

Senyum lebar terukir di bibir Valdrin ketika Heavenhell menerima kartu debit darinya tanpa adanya perdebatan lagi. Padahal dirinya sudah menyiapkan banyak alasan agar Heavenhell menerimanya. Lagipula ini kewajibannya untuk membiayai Heavenhell dan juga Adhvan.

"Papa udah daftarin kamu ke salah satu SMA swasta terbaik di kota ini. Yah walaupun itu artinya kamu harus satu SMA sama Aretha sih."

Tuh kan sudah ia bilang kalau ia tidak bisa menghindari adik sepupunya itu. Kalau begini ia harus memastikan dirinya tidak terlalu bersinggungan dengannya. Mana Jazlan juga sekolah disana. Baru juga ia bangun dari mimpi buruknya masa langsung dihadapkan dengan mereka berdua. Mau menghindari tapi bagaimana caranya? Pindah sekolah? Bisa aja sih tapi Valdrin tidak akan setuju dan menganggap dirinya tidak suka dekat dengan Aretha walau memang iya sih.

"Nggak apa-apa, Pah. Aku di sana aja sekolahnya. Makasih banget Pah," balas Heavenhell dengan senyum manisnya padahal dalam hatinya ia sibuk mengomel karena harus bertemu dengan duo pasangan bahagia itu tapi yasudahlah, sekolah aja dulu kan.

"Baguslah, nanti Papa bakal sewa satu pembantu yang ngurusin keperluan kamu. Baju-baju kamu juga udah banyak yang lusuh dan ketinggalan jaman. Jadi Papa udah pesenin baju-baju yang baru nanti sore dianterin. Seragam sama perlengkapan sekolah kamu juga lagi disiapin sama asisten Papa. Jadi kamu tinggal belajar dan berangkat sekolah. Papa juga udah nyiapin supir buat nganter kamu ke sekolah atau kemanapun itu," jelas Valdrin panjang lebar membuat Heavenhell tidak percaya jika sedetail itu ayah sambungnya ini mengurus dirinya dibanding ibu kandungnya sendiri. Betapa beruntungnya dirinya.

"Makasih banyak, Papa," kata Heavenhell memeluk Valdrin. Rasa hangat menjalari relung hatinya. Ternyata seperti ini rasanya memiliki seseorang yang peduli dan sayang padanya. Rasanya hangat dan menyenangkan. Dirinya tidak perlu lagi repot-repot untuk ovt untuk memikirkan bagaimana hidupnya kedepannya karena ada Valdrin yang menjadi garda terdepannya. Tuhan sangat baik mengirimkan seorang Valdrin dihidupnya yang penuh dengan duri ini.

"Sama-sama, ini udah kewajiban Papa untuk memberikan hidup yang layak untuk kamu. Karena kamu putri Papa jadi rasa sayang Papa sama kamu sama ratanya, tidak ada yang Papa lebihkan atau kurang," jelas Valdrin dengan lembut. Ia tidak bohong dengan apa yang tadi ia sampaikan karena ia benar-benar tulus menyayangi Heavenhell. Hal yang sangat langka di jaman sekarang karena pasti sebagian orang berpikiran buat apa menyayangi seseorang yang bukan anakmu tapi baginya Heavenhell itu anaknya. Ia sudah berjanji untuk menjaga putrinya didepan ayah mertuanya dulu atau Ayah Loreynzza sebelum menikahi Loreynzza. Dan ia akan menjaga janji itu sampai mati karena jika bukan dirinya siapa lagi yang akan menyayangi Heavenhell. Loreynzza sudah berpaling jauh dari putrinya ini dan lebih memilih melangkah dengan Aretha. Jadi akan ia pastikan Heavenhell mendapatkan kehidupan yang layak seperti seharusnya ia dapatkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!