NovelToon NovelToon
Nikah Kontrak

Nikah Kontrak

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti
Popularitas:13k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Amira 22 tahun menikah kontrak dengan Ferdi baskara untuk biaya kesembuhan ayah angkatnya.
Amira bar-bar vs Ferdi yang perfeksionis
bagaimana kisah tom and Jery ini berlangsung

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jebakan 2

Pagi yang indah seharusnya menjadi awal penuh ketenangan bagi Yono dan Rahayu. Ini adalah pagi pertama mereka tinggal di rumah keluarga Baskara. Kesehatan Yono sudah pulih sepenuhnya setelah melalui masa-masa sulit. Namun, meski tubuhnya sehat, hatinya terasa jengah berada di tengah kemewahan orang kaya. Bagi Yono, di balik rapi dan indahnya rumah besar, selalu tersimpan niat busuk dan persaingan untuk saling menjatuhkan.

Di perkampungan tempat Yono tinggal sebelumnya, perebutan hanya sebatas lapak sampah—sampah mana yang paling banyak menghasilkan uang. Di sana, orang berebut hanya demi sesuap nasi. Setelah mendapatkan uang dan bisa makan, mereka akan tidur atau bermain. Lapar datang lagi, mereka mencari sampah lagi, mendapat uang, lalu makan lagi. Begitulah siklus hidup di perkampungan kumuh, sederhana meski keras.

Namun, berbeda dengan di rumah mewah ini. Makanan tidak pernah kurang, uang selalu ada, tapi perebutan dan intrik tetap terjadi, bahkan jauh lebih parah. Di sini, orang berebut kekuasaan dan harta, meski perut mereka tidak akan sanggup menelan nasi seharga satu miliar. Ironi itu sangat terasa bagi Yono.

Pagi itu, sebuah trik murahan sedang dimainkan oleh orang-orang yang menyebut dirinya kelas terhormat. Tiba-tiba suara Nina, salah satu asisten rumah tangga, menggema di lorong panjang rumah megah itu.

“Semua penghuni rumah dipanggil Nyonya Renata. Diharapkan berkumpul di aula belakang, tanpa terkecuali!” serunya lantang.

Satu per satu penghuni rumah pun bergerak. Para asisten segera berkumpul, sementara beberapa lainnya ditugasi mengetuk pintu kamar majikan mereka.

Ferdi dan Amira berjalan malas keluar dari kamar. Amira menempel erat pada Ferdi, seperti perangko yang tidak mau lepas. Entah ancaman apa yang pernah ia lontarkan, Ferdi tampak enggan melawan dan membiarkan Amira terus menggandeng tangannya. Dengan sengaja, Amira mempererat genggamannya, bahkan dadanya ditempelkan ke lengan Ferdi.

“Sial, empuk lagi,” gumam Ferdi dalam hati, dengan wajah tak nyaman.

Dari kejauhan, Laras menatap keduanya dengan tajam. Ia memang tidak sepenuhnya memiliki perasaan pada Ferdi karena baginya Ferdi bukan sosok ideal. Namun, melihat Amira terus menempel pada Ferdi, hatinya mendadak sesak, seakan ada duri yang menusuk.

Tak lama, Viona keluar dengan masih mengenakan piyama, diikuti Yono dan Rahayu yang terlihat kikuk. Anton dan Laudia sudah lebih dulu tiba di aula belakang.

Di ruangan besar itu, Nyonya Renata duduk anggun di kursi utama, sementara yang lain berdiri mengelilinginya. Wajahnya tampak muram, suaranya dingin ketika berbicara.

“Cincin kesayanganku hilang. Selama ini, di rumah ini tidak pernah ada kehilangan. Baru kali ini terjadi. Aku harap siapa pun yang mengambil cincin itu segera mengembalikannya. Kalau mengaku, aku akan memaafkan, dan hukumannya hanya diusir dari rumah ini. Aku tidak akan melaporkan ke polisi.”

Tatapan tajamnya menyapu seluruh ruangan. Suasana mendadak hening. Tidak ada satu pun yang mengaku.

“Baik,” lanjut Renata dengan nada lebih tegas. “Kalau di antara kalian tidak ada yang berani mengaku, maka aku akan memanggil polisi. Mereka akan menggeledah kamar satu per satu. Jika ketahuan, kalian sendiri yang akan berurusan dengan hukum.”

Kesunyian kembali menyelimuti aula. Ferdi mendengus tidak sabar.

“Sudah, Bu, dipercepat saja. Saya ada rapat penting di kantor,” ucapnya tergesa.

Renata menoleh ke arah Anton. “Panggil polisi sekarang juga. Cari polisi yang jujur, bukan polisi yang mudah disogok.”

“Baik, Bu,” jawab Anton singkat, lalu bergegas keluar.

Ruangan menjadi semakin mencekam. Yono dan Rahayu saling berpegangan tangan, wajah mereka pucat oleh rasa takut. Sementara itu, para asisten rumah tangga lain justru tampak tenang, terlalu tenang hingga menimbulkan kecurigaan.

“Tenang sekali… ini jelas permainan,” gumam Amira dalam hati, sambil melirik sekeliling.

Tak lama, suara langkah berat terdengar dari luar. Seorang pria berseragam polisi masuk, mengenalkan diri sebagai Heru. Anton segera menjelaskan apa yang terjadi—tentang cincin berlian milik Nyonya Renata yang hilang tanpa jejak.

“Apakah ada foto cincin itu?” tanya Heru.

Renata menyerahkan sebuah foto kepada polisi tersebut.

“Kapan terakhir Ibu memakainya?” lanjut Heru.

Renata terdiam sejenak. Matanya menatap ke atas, mencoba mengingat. “Setiap hari aku memakainya. Hanya kemarin pagi aku lepas, karena jariku tiba-tiba sakit,” jelasnya.

“Apakah ada seseorang yang Ibu curigai?” tanya Heru lagi.

Renata menarik napas panjang. “Dalam kondisi seperti ini, semuanya patut dicurigai.”

Heru mengangguk pelan. “Baiklah. Kalau begitu, kami mohon izin untuk memeriksa semua ruangan di rumah ini.”

Sekali lagi suasana hening. Semua orang saling pandang, ada yang tenang, ada yang resah, ada pula yang menunduk tanpa suara.

Dua orang polisi segera bergerak cepat, memulai penggeledahan dari kamar utama milik Nyonya Renata. Anton dan Lasmi ikut mendampingi mereka. Laci, lemari, hingga meja rias diperiksa dengan teliti. Namun, hasilnya nihil. Cincin berlian itu tidak ditemukan.

Penggeledahan berlanjut ke kamar para asisten rumah tangga. Satu per satu ruangan mereka dibuka dan diperiksa. Meski sederhana, para polisi tetap menyusuri setiap sudut: kolong ranjang, lemari pakaian, bahkan tas kerja yang tergeletak. Lagi-lagi, tidak ada tanda-tanda keberadaan cincin yang hilang.

Kamar Anton dan Laudia pun tak luput dari pemeriksaan. Anton berusaha tenang, sementara Laudia tampak gelisah, namun polisi tetap profesional. Setelah beberapa menit, hasilnya tetap sama: kosong.

Saat giliran kamar Amira dan Ferdi, suasana berubah tegang. Amira berdiri di depan pintu, menahan laju polisi. “Jangan ke kamar aku, Pak,” ujarnya gugup.

Anton menatapnya dengan wajah tak senang. “Kenapa, Amira?”

“Kamar masih berantakan,” jawabnya tergesa.

“Kenapa bisa berantakan?” desak Anton.

Amira tersenyum miring. “Biasalah, suamiku semalam melakukan berbagai eksperimen. Semua gaya dia praktekkan.”

“Amira!” bentak Nyonya Renata keras.

“Apa, Oma?” jawab Amira santai.

“Setelah ini kalian pergi saja. Ke Prancis, Jepang, atau Bali sekalian. Bulan madu di sana! Aku heran dengan anak muda zaman sekarang, tidak tahu malu membicarakan hal itu di depan umum.”

Wajah Laras memanas. Dadanya berdebar cepat, ingin sekali ia menghajar Amira. Namun, citra dirinya sebagai perempuan sopan membuatnya menahan diri. Sementara itu, Ferdi panik melihat sorot mata Laras yang menyala marah. Ia ingin menenangkan Laras, tetapi tangan Amira mencengkeram lengannya terlalu kuat.

“Maaf, tetap seluruh kamar harus diperiksa,” tegas polisi.

“Ya, periksa saja,” ucap Ferdi akhirnya, menyerah.

Begitu pintu kamar dibuka, pemandangan yang tersaji membuat semua orang tertegun. Bantal berserakan di lantai, selimut kusut menutupi sofa yang terguling. Tirai sedikit robek, bahkan meja kecil nyaris terbalik.

Salah satu polisi menggelengkan kepala. “Entah gaya seperti apa yang mereka lakukan, sampai kamar semewah ini bisa jadi kapal pecah begini,” gumamnya lirih.

Setelah selesai memeriksa kamar Amira dan Ferdi, hasilnya tetap sama: tidak ditemukan apa-apa. Polisi pun bersiap melanjutkan tugas mereka. Kali ini giliran kamar Yono dan Rahayu yang menjadi sasaran.

“Jangan masuk ke kamar kami,” ucap Rahayu tiba-tiba, suaranya bergetar menahan cemas.

Polisi Heru mengernyitkan dahi. “Kenapa, Bu?” tanyanya dengan nada datar.

“Karena kami baru semalam tinggal di sini. Bagaimana mungkin kami tahu tentang cincin itu?” Rahayu berusaha menjelaskan.

Heru menatapnya tajam. “Tetap harus diperiksa.”

Anton yang sejak tadi ikut mendampingi meninggikan suara. “Ya, selama ini rumah ini aman-aman saja. Kalau ada barang yang hilang, selalu ditemukan. Tapi kali ini cincin benar-benar lenyap, dan kebetulan terjadi tepat setelah kalian tinggal di sini.”

Lasmi menimpali dengan sorot mata tajam. “Benar sekali. Kami ini sudah bertahun-tahun bekerja sebagai ART di rumah ini. Tidak pernah ada barang majikan yang hilang. Baru kali ini, dan kebetulan kalian yang baru datang.”

Nina ikut menyahut, “Ya, aneh sekali. Baru semalam tinggal, sudah ada barang yang hilang.”

1
partini
dah keluar lihat Laras gih biar mata suamimu keluar wkwkwkwk
partini
sehhhh buaya di kadalin wkwkwkk
OMG ngapain lihat Amira ma Ferdi 😂😂😂😂
partini
OMG live HS ,,hai fer lihat nih wanita yg kamu cintai
partini
sehhhh kecolongan jg aduhhhh no good
ChikoRamadani
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️ Sangat menarik
Alur ceritanya bagus dan konfliknya tidak begitu terlalu rumit...
pemilihan kosakata sangat baik dan mudah untuk dipahami...

terimakasih buat kk othor,
semoga sukses ❤️
partini
dihhh disuruh bercinta dengan gembel kamu Ra ,,di balik aja biar Laras yg bercinta dengan gembel jangan lupa bikin video
partini
😂😂😂😂
partini
ko bisa,,wah wah dah tau dong itu jebakan makanya cincin nya di pindah tempat
Dwi Anto
buaya kok di kadalin
Wesley Cherrylava
Wah bagus jalan ceritanya ga klise
Yani
Lucu Amira dan Ferdi
Yani
Seru
Yani
Ternta Amira kembar dengan Amora
Yani
Jangan" sodaranya Amira
Yani
Bentar lagi kamu bucin Ferdi
Yani
Seru
Yani
🤣🤣🤣🤣Amira
Yani
Tenang mmh Viona , Amira punya seribu cara bikin nenek baik 🤭
Yani
Ga akan bisa Ferdi
Yani
Seru suaminya ga berkutik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!