Bercerita tentang dunia yang terserang oleh virus dan bakteri bernama Eclipse.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syah raman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 - Kemampuan Ilmu Bela Diri
Hampir saja aku jatuh dari tangga yang terbuat dari bahan batu.
"Lain kali hati-hati. Di sini memang sedikit licin." Kata lelaki itu.
Aku berjalan pelan menaiki tangga, ''terima kasih."
"Guru Ip, di sini kurang bersih." Lelaki itu mengamati ke arah batu yang di tumbuhi lumut.
Beliau menggaruk kepala. "Petugas, bersihkan lumutnya."
Beberapa orang langsung menuruti perintah itu.
...
Aku harus memperkenalkan diri.
"Namaku Mei, sekarang aku berumur enam tahun."
"Daerahmu nak?" Ucap guru Ip.
"Ah, iya... aku dari desa Mount Angel."
Guru Ip menatapku serius.
"Sekarang... apa tujuanmu belajar ilmu di sini?"
"Mungkin karena tidak punya kegiatan saja."
Semua orang menertawakan diriku.
Guru Ip kemudian membelai atas kepalaku. "Sepertinya kau orang yang lucu... Dan selamat datang di perguruan ini."
Setelah mengenalkan diriku di depan semua orang, kini saatnya aku kembali ke barisan.
"Latihan praktek hari ini, cukup untuk sekarang. Mari kembali ke kelas untuk mengikuti pelajaran teori." Guru Ip cukup bijaksana untuk menghargai murid baru sepertiku.
Aku hanya berdiri sambil membawa tas di punggungku, kemudian semua murid pergi.
Murid laki-laki menuju pintu sebelah kiri, dan wanita pergi ke pintu sebelah kanan.
Aku ingin berterima kasih pada laki-laki yang menolongku tadi.
"Mei, kau itu bukan laki-laki." Tegur guru Ip.
"Ah... maaf,'' aku berbalik arah sambil menahan rasa malu.
...
Aku ingin duduk pada sebuah bangku, "eh tunggu."
Tidak ada bangku sama sekali, semua murid hanya perlu duduk bersila.
"Bangkunya mana?" Tanyaku.
"Maaf, sekolah kita tidak menyediakan properti seperti pendidikan reguler." Dan itulah jawaban Guru Ip.
Aku menoleh pada lelaki itu, ''siapa anda?"
"Aku juga guru... Perkenalkan... namaku Tsoi Lee. Panggil aku guru Lee."
"Oh, anda cukup tampan."
"Wah,'' beliau menyela rambut kepala dengan gaya sok tampan. "Kau memang pandai merayuku."
Aku merasa bangga.
"Tapi sekarang waktunya belajar!" Tegas guru Lee.
Ternyata perguruan bela diri ini punya banyak orang yang mengalami gangguan psikologi.
Aku harus menyesuaikan keadaan di sini.
Siapa yang melempar kertas hingga mengenai belakang kepalaku?
Eh, ternyata dia lagi; gadis berambut pirang dengan temannya berambut setengah bahu sedang tertawa pelan sambil melihatku yang keheranan.
Tempat duduknya bersila tidak jauh berada di belakangku, bisa-bisanya dia menggunakan kertas yang tidak terpakai di balik meja itu.
Dia mengisyaratkan seperti kertas yang dilemparnya harus dibuka sekarang.
"Buka itu... '' kata si pirang dengan nada pelan.
Gumpalan kertas itu berisi tulisan: \[Sore ini kita pergi ke halaman belakang, mari gabung ke klub ngeteh.\]
........
Halaman belakang memang memiliki tempat yang cukup luas, dan mungkin sore hari tidak ada guru yang menyibukkan muridnya untuk berlatih.
Ketika aku pergi dari halaman belakang sekolah ini; suhu berubah menjadi dingin... daun yang berjatuhan berhenti di udara.
"Jurus ilusi?" Itu kesimpulanku.
Seekor kalajengking raksasa mulai menyerang diriku.
Aku menghindar dengan berputar ke udara, untuk menghindari jarum dari ekornya yang beracun.
Aku mengambil jarak 20 meter.
Kalajengking raksasa punya kecepatan 40 km.
Hewan itu menyamai kecepatan berlariku dengan tekanan dari Qi.
Beruntungnya, guruku telah memberi aku satu pedang yang bisa muncul, alam penyimpanan milikku mulai berguna.
Satu serangan kalajengking menghantam tanah, aku sempat menghindar lagi, dan aku menusuk sistem kendalinya yang berbentuk kristal pada bagian dahinya.
Monster ilusi menghilang, mungkin jika aku terkena serangan itu, kemungkinan aku mendapat kerugian.
"Kalian ingin mengujiku atau apa?" Aku bertanya karena kesal namun penasaran.
"Begitulah... dan kau berhasil menjadi anggota klub kami. Mei, selamat." Kata gadis berambut pirang.
Meski aku tidak takut, namun aku keheranan.
Setelahnya aku duduk dengan makan buah dan roti, ada juga kami ngeteh.
"Ini tidak beracun kan?" Tanyaku.
"Ujiannya kan sudah selesai." Veronica tersenyum.