NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26

Beberapa hari terakhir terasa aneh bagi Akmal. Ia terus-menerus menginginkan kopi, bukan kopi buatannya sendiri, melainkan kopi dari kafe itu. Padahal, rasa kopi di sana tidak lebih enak dibanding kopi racikannya. Pasti karena seorang gadis berambut merah.

Setelah selesai bertemu dengan saudara-saudaranya – catatan: kata “saudara” di sini berarti sesama anggota geng Akmal memutuskan untuk mampir ke kafe tersebut.

Kali ini berbeda, ia datang sambil menggendong anjing peliharaannya, si Rambut Merah. Memang agak aneh, tapi ia ingin mempertemukan si anjing berambut merah dengan si manusia berambut merah. Persatuan yang luar biasa, bukan?

Untungnya, kafe itu memang mengizinkan hewan peliharaan masuk, selama ada perjanjian sewa. Tapi Akmal seenaknya saja melanggar aturan; ia masuk begitu saja sambil menggendong Si Rambut Merah.

“Tuan,” salah satu staf menghampirinya dengan sopan, “Mohon maaf, kami tidak menerima hewan peliharaan yang…”

Akmal langsung mengeluarkan kartu premiumnya. Ia menaruh kartu itu di tangan staf tersebut sambil berkata santai, “Potong saja penalti dari sini.”

Tangan staf itu bergetar ketika menerima kartu itu. Sebuah kartu premium. Simbol status yang hanya dimiliki orang-orang kaya dan boros. Ia menelan ludah. Apa urusan pria sekaya ini di kafe kecil mereka?

“Aku tidak punya masalah lain, kan?” tanya Akmal sambil mengedipkan mata. Senyum menawannya muncul, lesung pipi di wajahnya semakin jelas.

Para staf yang melihat ekspresi itu membeku. Apa-apaan ini? Kenapa pria ini seperti sedang berusaha membuat mereka jatuh hati?

Astaga, bagaimana mungkin seorang pria bisa lebih memesona dari pacarnya sendiri? Tidak, jangan tergoda. Kau tidak bisa jatuh hati pada pria semacam ini! Staf pria itu bergumam dalam hati sambil buru-buru pergi memanggil manajernya. Ia benar-benar tak tahu harus bagaimana menghadapi situasi ini, sementara Akmal dengan santai duduk nyaman.

Ia mendudukkan Si Rambut Merah di kursi sebelahnya. Anjing itu tenang saja, tidak berlarian ke mana-mana, sehingga ia tak perlu repot mengejar.

Mungkin, inilah alasan Petrus begitu menyayangi anjing ini sampai rela mengorbankan nyawanya. Akmal jadi berpikir, apakah suatu saat ia juga harus melakukan hal serupa demi seekor anjing?

Tidak. Itu tidak mungkin. Ia yakin sekali tidak akan pernah terjadi. Bagi Akmal, anjing itu hanya teman sementara. Ia bisa meninggalkannya kapan saja tanpa ragu. Saat ini, ia hanya ingin memperkenalkannya pada si gadis berambut merah. Atau… mungkin ia akan memberikan anjing itu sebagai hadiah. Ia yakin gadis itu akan merawatnya dengan baik.

Akmal memilih duduk di dekat jendela, sama seperti terakhir kali ia datang. Posisi ini memudahkannya mengawasi situasi, baik dari dalam maupun luar kafe, kalau-kalau ada bahaya.

Namun, ia tiba-tiba teringat sesuatu. “Tunggu, aku sudah pesan kopi belum?” gumamnya.

Senyum licik muncul di bibirnya. Mungkin ia bisa berpura-pura memesan kopi hanya untuk bertemu si gadis berambut merah. Tapi rencananya gagal ketika manajer sekaligus pemilik kafe datang menghampiri. Raut wajah Akmal langsung berubah. Suasana hatinya rusak.

Penjilat.

Ia melirik pria itu sekilas. Terlihat jelas betapa ia mencintai uang, sampai rela menggunakan pujian berlebihan demi mencari perhatian. Untung Akmal sudah terbiasa menghadapi orang seperti ini, meski tetap saja membuatnya kesal. Atau… mungkin ia bisa memanfaatkannya.

“Selamat siang, Pak…?” Manajer itu tersenyum, menunggu nama.

“Akmal,” jawabnya singkat, menyodorkan tangan.

Pria itu buru-buru menyambut uluran tangannya, seolah takut tangan Akmal akan pecah seperti telur kalau tak dipegang hati-hati.

“Saya manajer kafe ini,” katanya ramah, memberi isyarat ke sekeliling. “Kalau ada pelayanan yang kurang berkenan, cukup bilang saja. Saya akan memperbaikinya demi Anda.”

“Kenapa harus demi aku?” Akmal menatapnya, lalu tertawa ringan. “Bukankah semua orang seharusnya diperlakukan sama?”

“H-ha? I-iya, tentu saja,” manajer itu ikut tertawa canggung.

Dalam hati, ia berkata: Orang aneh macam apa ini?

“Aku butuh dua cangkir kopi hitam,” Akmal akhirnya memesan.

“Kopi hitam?” Manajer itu terkejut. “Mungkin Anda mau ditambah krim kocok—”

“Aku mau yang sehitam-hitamnya,” potong Akmal dengan nada tenang dan tegas. Tatapannya membuat sang manajer menelan ludah. “Dan jangan coba-coba mengubah pesananku lain kali.”

“Oh, tentu, lain kali,” jawab manajer itu bersemangat. Dimarahi pun ia rela, asal pria ini mau datang lagi.

Setelah staf mengantar pesanannya, Akmal mulai merasa terganggu dengan keberadaan manajer itu. Ia datang ke sini bukan untuk berbasa-basi dengannya, tapi untuk si rambut merah.

“Apa kau memang punya kebiasaan berkeliling mengganggu pelangganmu?” tanya Akmal sambil menaikkan alis.

“Oh, maaf, Tuan Akmal,” manajer itu buru-buru minta maaf. “Saya hanya berpikir Anda mungkin butuh—”

“Sudahlah. Aku tidak butuh kehadiranmu. Pergilah, biarkan aku menikmati kopiku dengan tenang.”

Akmal berhenti bicara ketika melihat staf datang membawa pesanan. Dahinya berkerut. “Tunggu. Kenapa dia yang bawakan pesananku? Di mana si rambut merah itu?”

“Siapa yang berambut merah?” tanya manajer itu bingung. Lalu ia tersadar. “Maksud Anda, Sofia Putri?”

“Sofia Putri…” Akmal mengulang nama itu pelan. Lidahnya merasakan keindahan pada tiap suku katanya. Nama yang terdengar eksotis, sama seperti pemiliknya. Ia mendongak. “Ya, dia. Sofia Putri.”

“Dia sudah berhenti bekerja di sini.”

“Apa?”

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!