NovelToon NovelToon
Rahasia Kakak Ipar

Rahasia Kakak Ipar

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / CEO / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Cinta Seiring Waktu / Konflik etika
Popularitas:467.3k
Nilai: 5
Nama Author: Mommy Ghina

Satu malam yang kelam … mengubah segalanya.

Lidya Calista, 23 tahun, gadis polos, yang selama ini hanya bisa mengagumi pria yang mustahil dimilikinya—Arjuna Adiwongso, 32 tahun, suami dari kakaknya sendiri, sekaligus bos di kantornya—tak pernah membayangkan hidupnya akan hancur dalam sekejap. Sebuah jebakan licik dalam permainan bisnis menyeretnya ke ranjang yang salah, merenggut kehormatannya, dan meninggalkan luka yang tak bisa ia sembuhkan.

Arjuna Adiwongso, lelaki berkuasa yang terbiasa mengendalikan segalanya. Ia meminta adik iparnya untuk menyimpan rahasia satu malam, demi rumah tangganya dengan Eliza—kakaknya Lidya. Bahkan, ia memberikan sejumlah uang tutup mulut. Tanpa Arjuna sadari, hati Lidya semakin sakit, walau ia tidak akan pernah minta pertanggung jawaban pada kakak iparnya.

Akhirnya, gadis itu memilih untuk berhenti kerja, dan menjauh pergi dari keluarga, demi menjaga dirinya sendiri. Namun, siapa sangka kepergiannya membawa rahasia besar milik kakak iparnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20. Pertengkaran

Sementara di lantai lima

Lidya terbaring diam di ranjang, sementara Eliza duduk di kursi dengan ekspresi lelah tapi gelisah.

Suara hujan di luar terdengar samar, menyatu dengan bunyi monitor infus yang pelan.

Lidya membuka mata sedikit, berbisik pelan, “Kak Eliza.”

Eliza menoleh. “Ya?”

“Jangan bertengkar dengan Kak Arjun. Dia sangat mencintai Kakak. Selama aku bekerja dengannya ... dia tidak pernah menduakanmu.” Suaranya begitu pelan.

Eliza menatap adiknya lama. Ekspresinya melembut sejenak. “Ya udah. Istirahatlah, Lid. Kamu udah kelihatan mengantuk.”

Lidya hanya mengangguk. Tapi saat Eliza menunduk menatap ponsel lagi, air mata menetes tanpa suara dari sudut matanya.

Ia menatap ke arah pintu yang tadi ditutup Arjuna ketika masuk.  Hanya satu kalimat yang berputar dalam kepalanya — kalimat yang takkan pernah ia ucapkan pada siapa pun.

“Andai waktu bisa diulang, Kak Arjun. Aku cuma ingin semuanya nggak pernah terjadi.”

***

Gerimis di luar belum benar-benar reda. Lampu-lampu taman di halaman rumah sakit tampak berkilau, memantulkan bias air di permukaan jalan. Suasana di koridor lantai lima mulai sepi, hanya terdengar suara langkah petugas kebersihan dan desiran pendingin ruangan.

Arjuna sudah berdiri di sisi ranjang Lidya, menatap wajah adik iparnya yang tertidur pulas setelah minum obat. Wajah itu tampak tenang, tapi di balik kelopak mata tertutup, Arjuna tahu banyak hal yang bergejolak — sama seperti dirinya.

“Mas Arjun, ayo kita pulang.” Suara Eliza memanggil lembut di belakangnya.

Ia menoleh, menemukan istrinya sudah berdiri dengan tas tangan di bahu, wajahnya tampak lelah tapi tetap cantik di bawah sorot lampu putih.

“Lidya udah tidur. Mama bilang biar dia di sini yang menjaganya malam ini, kita pulang aja,” lanjut Eliza.

Nada suaranya datar, seolah tak memberi ruang untuk penolakan.

Arjuna diam beberapa detik, menatap Lidya sekali lagi — rasanya berat meninggalkan ruangan itu, meski ia tahu, tetap tinggal hanya akan menimbulkan tanya.

Akhirnya ia mengangguk kecil. “Aku pamit sama Mama dulu.”

Mama Riri yang baru saja masuk kembali, mengantarkan mereka sampai depan pintu. “Kalian hati-hati ya, udah malam. Arjuna, terima kasih udah bantu urus semua tadi. Mama di sini aja jagain Lidya.”

“Tidak apa-apa, Ma. Tolong kabari kalau kondisinya berubah,” jawab Arjuna sopan.

Ia sempat melirik ke arah ranjang — Lidya masih terlelap, napasnya tenang.

Eliza hanya menatap sekilas, lalu melingkarkan tangannya ke lengan Arjuna. “Ayo, Mas.”

Begitu mereka melangkah keluar, Mama Riri menutup pintu perlahan. Suara klik handle terdengar samar di belakang mereka, menandai akhir dari satu malam yang panjang — tapi bukan akhir dari beban di dada Arjuna.

**

Mobil Arjuna meluncur perlahan keluar dari area parkir rumah sakit. Hujan sudah mereda, menyisakan aroma tanah basah yang samar masuk lewat ventilasi. Di dalam kabin, suasananya senyap — hanya suara wiper menggesek kaca dan deru mesin yang stabil.

Eliza duduk di kursi penumpang, tangan bersedekap, pandangannya tertuju ke luar jendela. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi dari caranya mengetuk jari di lengan, Arjuna tahu ia sedang menahan sesuatu.

Tak lama kemudian, suara itu pecah juga.

“Mas, aku jadi mikir ... kayaknya memang nggak usah beli tas itu deh.”

Arjuna melirik sekilas, tidak menjawab. Ia tahu pembuka seperti itu jarang berakhir ringan.

Eliza melanjutkan, suaranya datar tapi menusuk, “Padahal udah aku tunggu dari minggu lalu sih. Tinggal tunggu transferan masuk aja. Aku heran aja, biasanya kamu nggak pernah kayak gini. Bilangnya sibuk, tapi transfer 75 juta aja nggak sempat?”

Arjuna menghela napas, matanya tetap fokus ke jalan. “El, aku udah jelasin. Tadi itu aku lagi bantu Mama kamu ngurus admin. Aku bukan nggak mau transfer, hanya belum sempat.”

“Belum sempat?” Eliza tertawa pendek, nada sinisnya terdengar jelas. “Aneh, biasanya Mas cepat banget urusan kayak gitu. Aku hanya minta satu tas, Mas. Satu. Bukan minta berlian atau rumah baru. Tapi kamu—”

“Eliza.”

Nada suara Arjuna tegas, nyaris seperti peringatan. Tapi Eliza tak berhenti.

“Kamu tiba-tiba, berubah, Mas. Balik dari Jogja kamu dingin banget. Di rumah kamu lebih sering diam, di rumah sakit aja Mas nggak perhatian sama aku. Aku bahkan harus nanya dulu baru kamu jawab. Mas, kamu lagi ada apa, sih? Jangan bilang—”

“Eliza,” potong Arjuna lagi, suaranya lebih keras kali ini.

Namun Eliza sudah terbakar emosi. “Jangan bilang Mas marah cuma gara-gara tas itu, ya? Atau jangan-jangan kamu punya masalah lain? Aku istrimu, Mas, aku berhak tahu.”

Arjuna mengerem pelan di lampu merah, lalu menatap istrinya sekilas. “Aku capek, El. Beneran. Tolong jangan bahas hal kayak gini sekarang.”

“Capek? Kamu pikir aku nggak capek, Mas?” Suara Eliza meninggi. “Aku juga capek lihat Mas makin aneh. Biasanya kamu perhatian, sekarang malah dingin. Aku merasa kayak bukan istrimu lagi! Jangan-jangan Mas diam-diam selingkuh!”

Lampu hijau menyala. Arjuna kembali menatap ke depan, menarik napas dalam-dalam. Tapi kesabarannya tampak mulai habis.

“Eliza, cukup. Aku nggak berubah. Aku hanya lelah. Dari pagi ngurus meeting proyek, sore di rumah sakit, dan sekarang masih juga kamu bahas hal yang seharusnya bisa tunggu, dan itu tidak penting.”

“Tunggu? Oh, jadi aku nggak penting lagi?” Eliza menatap tajam. “Lidya lebih penting, ya?”

Arjuna menoleh cepat, ekspresinya kaget tapi juga tersinggung. “Jangan bawa-bawa Lidya.”

“Kenapa? Aku hanya nanya kok  Kamu tadi di rumah sakit juga kelihatan banget khawatir sama dia. Beda, Mas. Aku lihat caramu mandang dia, kayak—”

“Eliza!”

Suara Arjuna membentak kali ini, membuat suasana di dalam mobil langsung membeku.

Ia jarang, hampir tak pernah, membentak Eliza. Tapi malam itu, tekanan dan rasa bersalah yang ia pendam pecah begitu saja.

Wajah Eliza memucat. “Kamu ... bentak aku?”

Arjuna menutup matanya sejenak, menahan diri agar tak kehilangan kendali sepenuhnya. “Aku nggak bermaksud bentak kamu. Tapi kamu udah kelewatan. Aku hanya manusia, El. Aku bisa lelah. Aku bisa jenuh juga kalau setiap hal kecil harus kamu jadikan bahan perdebatan.”

Eliza terdiam beberapa detik, suaranya bergetar saat menjawab, “Aku hanya minta perhatianmu, Mas. Itu aja.”

“Aku tahu,” Arjuna menatap jalan yang semakin sepi. “Tapi tolong pahami, perhatian itu bukan berarti aku harus selalu menuruti semua keinginanmu. Aku juga kecewa, El. Seolah selama ini aku nggak pernah mencukupi kamu. Selama ini aku selalu memberikan apa pun sama kama, tapi gara-gara baru sekali aku tidak transfer, kamu bahas terus! Terus, yang lalu lalu kamu anggap apa?!”

Kata-kata itu menampar Eliza. Ia menunduk, matanya mulai basah. “Aku nggak bermaksud kayak gitu.”

“Tapi begitulah yang kamu lakukan,” lanjut Arjuna lirih tapi tegas. “Aku capek harus selalu jadi suami sempurna yang nggak boleh salah. Sekali aku bilang nggak, kamu langsung curiga. Aku bukan mesin uang, El. Aku manusia punya perasaan!”

Suara hujan mulai turun lagi, kali ini lebih deras. Di balik kaca depan yang berkabut, kilatan lampu jalan berpendar samar, memantulkan wajah mereka berdua yang tampak tegang dan lelah.

Eliza menggigit bibirnya, menahan tangis. “Kamu nggak pernah ngomong kayak gini sebelumnya.”

“Karena aku selalu berusaha sabar,” jawab Arjuna pelan tapi getir. “Tapi malam ini ... aku nggak sanggup lagi. Aku udah terlalu banyak nahan sama kamu!”

Keheningan panjang mengikuti kalimat itu. Hanya suara wiper yang bergesek ritmis, memotong udara yang terasa sesak di antara mereka.

Bersambung ... ✍️

1
Naufal Affiq
Akhirnya,jumpa juga mama hanum sama lidya,dan perjuangan mama gak sia-sia
Epi Suryanti Fadri
lanjut
Nar Sih
waahhh ...ngk kerasa lidya udah lahiran kebar lgi ,dan rahasia msih aman ,sbnr nya kasihan sma si kembar yg blm tau siapa ayah nya ,moga arjuna sgra tau kebnran nya,
nayla tsaqif
Egois gk sih mereka,, arjuna gk salah lhooo dia jg korban,,,! Dia bkn laki2 kejam& tdk bertanggung jwb,, dia jg berusaha untuk mencari lidya,, kasihan!!
May Alaydrus
ternya anaknya papa Juna kembar ya... ayo papa Juna. tetap cari kebahagoaanmu. coba aja kamu diam diam kesingapura...
merry yuliana
aku aku akuuuu kak cantik🙏👍
Teh Euis Tea
wahhh udah 3thn sj dan ternyata anak arjun kembar, srmoga srcrpatnya arjun bisa bertemu dgn lidya dan anak krmbarnya, kasian jg arjun dan anak2
Fa Yun
wah anaknya kembar ternyata tq tor🙏
Teh Euis Tea
aku ikutan terharu🥹
Betri Betmawati
kapan mereka dipertemukan lagi udh lama Lidya pergi
Uba Muhammad Al-varo
Lidya lagi menunggu waktu semua kebenaran nya terungkap begitu juga para raiders lagi deg degan gimana jadinya bila semuanya terungkap
itin
andai arjuna tak pernah menawarkan uang ke lidya pasti jalan takdir tidak akan menyakitinya.
andai arjuna lebih bisa berani pasti situasinya tidak akan sesulit itu.
tapi itu se andai nya 😁
itin
salam hormat dan kagum saya untuk kedua orangtua arjuna 🫡
itin
thanks ator. finally. kirain ga bakal bertemu. lidya layak dilindungi layak disayangi
Reni Anjarwani
lanjut thor
Esther Lestari
sudah 3 tahun saja Lidya pergi dari Arjuna.
Dan sekarang sudah hadir 2 jagoan kembar, hanya mama Riri dan orangtua Juna yang tahu.
Kimo Miko
penyelidikan arjun tentang lidya gak berhasilkah. waduh jika arjuna tahu bahwa dia punya anak kembar pasti sueneng banget , tapi juga pasti ada marahnya sebab tidak dikasih tahu kebenarannys
Mommy Ghina: yap tidak berhasil, karena dilindungi sama Papa Chandra
total 1 replies
aliifa afida
semoga segera bertemu arjuna dan lidya... udah 3 thn loh.. lama ituuu...
Esther Lestari
mewek lagi saya.
Orangtua Arjuna begitu bijaksana menanggapi kehamilan Lidya.
aliifa afida
cepetnya mom... udah 3thn ajaaa😄😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!