Jangan pikir cuma orang tua saja yang bisa menjual anak nya. Karena anak pun bisa melakukan hal yang sama.
"Akak cantil! Akak cantil! Mau ndak jadi Mommy kita! Daddy kita duda loh, cekalian dapat anak comel cepelti kami ini."
"Iya! Iya! Nanti daddy akan bayal utang na Mommy! gelatis catu dapat catu. Nikah cama duda dapat anak.. Hehehehe!"
Berharap bertemu jodoh pangeran kuda putih, Larasati Aqela justru bertemu dengan dua anak kembar lucu yang menawarkan Daddy mereka.
Larasati seorang mahasiwi semester akhir yang harus bekerja di sebuah restoran untuk mencukupi kebutuhan nya harus terjebak dengan anak kembar pengusaha paling kaya. Angkara Brawijaya, dia memiliki sikap dan sifat yang sangat aneh bagi Laras.
"20 juta sebulan! Jadi Ibu dari anak saya!"
" Hapaaa???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hachichan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPAD. Perjalanan Ke Panti Asuhan
Pukul 21.00, biasanya jam segitu Laras sudah menyelami dunia mimpinya. Tapi sekarang jangankan untuk melek, di paksa tidur saja tidak bisa. Dia sedang duduk di taman halaman Mansion sambil melihat langit - langit yang tertutup awan lebat. Dia masih memikirkan perkataan Putra di restoran itu. Bukan karena dia tidak percaya pada Angkara, tapi karena hatinya sedang tidak baik - baik saja.
"Ternyata mantan istrinya Pak Angkara itu Nyonya Rasti.. Haaah." Laras menghela nafas. Dia sudah tau tentang kisah perjalanan pernikahan Angkara dengan mantan istrinya. Tapi yang bikin dia terkejut, ternyata mantan istri dari Angkara adalah seseorang yang Laras kenal.
Grep...
Tangan besar memeluk Laras dari belakang, mengalungkan tangan ke leher Laras. Dia tidak menolak karena tau siapa pemilik tangan itu."Ngapain disini? Aku cari di kamar nggak ada, di dapur juga nggak ada. Eh ternyata ada disini!"Angkara pindah duduk di samping Laras.
"Cuma cari angin aja.."
Angkara perhatikan seperti ada yang Laras pikirkan, dia tidak ingin menebak jadi dia pun bertanya."Ada yang ganggu pikiran kamu? Kalo ada, lebih baik kamu bilang sama aku. Jangan kamu simpen sendiri yang nantinya malah jadi beban."
Laras tersenyum kecut, percuma saja dia sembunyikan. Toh, Angkara akan tau juga."Aku cuma nggak nyangka saja, ternyata mantan istri kamu itu adalah Nyonya Rasti."
Angkara mengangkat satu alis nya."Kamu kenal sama Rasti?"
Laras mengangguk."Pas aku masih kerja di restoran, beberapa kali dia pernah datang. Dan beberapa kali juga aku lihat dia jalan sama seorang pria. Aku nggak terlalu mikirin itu. Tapi ada sebuah kejadian yang bikin aku aneh sendiri."
Angkara menjadi penasaran."Kejadian apa?"
"Aku nggak tau punya salah apa sama dia. Tiba - tiba saja dia dateng ke kosan dan marah - marah sama aku. Dia bilang, aku sudah merusak semuanya. Dia bilang aku nggak pantes dapet perhatian dari Mas Putra. Padahal aku nggak minta itu semua, aku juga nggak enak menjauh dari Mas Putra karena dia adalah anak dari Nyonya Tamara, atasan dan pemilik restoran."
"Aneh! Kenapa Rasti marah banget cuma karena itu. Dia udah nikah kan sama sih Jeff itu.. Terus?" Tanya Angkara lagi, semakin penasaran.
"Kalo terus malah nabrak," Canda Laras membuat Angkara terkekeh kecil."Ya udah, cuma itu doang. Aku juga nggak lapor sama Mas Putra karena nggak mau bikin ribut. Apa lagi semua yang di bilang Nyonya Rasti itu benar. Aku cuma wanita yatim piatu yang nggak pantes bersanding dengan orang kaya."
Tiba - tiba Angkara merasa sesak, dia tidak suka Laras berkata seperti itu. Tangan Angkara menggenggam tangan Laras, mengecup punggung tangan nya berkali-kali. Laras menoleh dan detik itu juga Angkara mencium bibir candu nya selama sedetik, cukup singkat.
"Sekali lagi kamu bilang kaya gitu, hukuman kamu akan lebih dari ini. Bahkan bisa berakhir di ranjang " Ancam Angkara. Bukan nya takut, Laras malah menantang.
"Ayo! Siapa takut! Paling - paling juga kamu yang nantinya kepanasan."
"Nakal!!" Angkara mencoel hidung mancung Laras.
"Oya, aku sebenarnya sedikit penasaran nih, tentang yang Mas Putra bilang."
Angkara memiringkan tubuh nya, menatap Laras dengan lekat."Penasaran tentang apa?"
"Bener nggak sih kalo kamu punya koneksi sama Mafia?" Tanya nya penasaran.
Mata Angkara menyipit."Kenapa? Kamu takut?"
Laras dengan cepat menggeleng."Siapa juga yang takut. Aku kan cuma tanya. Lagian aku cuma lihat Mafia di film - film Hollywood aja, sama di novel - novel. Makanya aku sedikit penasaran."
"Kamu pernah ketemu kok sama ketuanya!!" Kata Angkara enteng.
"Haa?! Aku!!" Laras menunjuk dirinya sendiri."Kapan ketemunya?"
"Di BAR! Zenath, selain Casanova, dia juga ketua dari Mafia. Kamu pernah dengar nama Mafia Thorny Roses?"
Laras sempat berpikir tapi dia menggeleng tidak tau
"Awalnya organisasi Mafia itu di pimpin sama Ayah nya Zenath. Tapi semenjak kematian Ayah nya Zenath yang mati di tangan Mafia lain. Zenath menggantikan posisi Ayah nya dan membalas dendam atas kematian Ayah nya. Tapi sekarang organisasi Mafia itu udah berubah jadi organisasi yang menyediakan jasa pelayanan keamanan. Banyak perusahaan yang mengambil jasa keamanan dari Zenath. Orang - orang yang bekerja di bawah Zenath sudah terlatih dan tidak perlu di ragukan lagi. Bahkan beberapa bodyguard yang ada di Mansion ini di ambil dari anak didik nya Zenath."
Laras kaget, itu artinya?
"Berarti mereka mantan Mafia dong?"
"Nggak semuanya! Kan aku bilang, Zenath mempekerjakan orang yang butuh pekerjaan dan melatih nya dengan keras untuk bisa melindungi diri sendiri dan orang lain. Makanya jasa keamanan dari Zenath itu paling di butuhkan oleh setiap pebisnis yang bepergian. Mereka pasti akan menggunakan jasa Zenath karena memang sudah terbukti terlindungi dari semua bahaya." Laras hanya menganggukkan kepalanya saat Angkara bercerita.
"Pantes aja tubuh nya Zenath itu macho dan kekar banget. Meski sedikit besar tapi bukan lemak, otot nya pasti terbentuk dengan sempurna." Perkataan Laras tanpa sadar memancing singa yang tadinya tenang. Angkara mendengus kesal.
Angkara bangkit dan berdiri di depan Laras, setengah tubuh nya membungkuk agar sejajar dengan wajah Laras. Jari Angkara mengangkat dagu Laras agar mata mereka bertemu."Otot ku juga nggak kalah besar kok! Malahan aku lebih perkasa di bandingkan Zenath! Aku bisa membuat kamu mendesah di atas ranjang sambil menyebut namaku. Kamu mau coba?"Bisik Angkara. Tiba - tiba tubuh Laras memanas, dia mengutuk bibirnya yang asal ceplos saja.
"Akkhh.." Jerit Laras tertahan saat Angkara menggigit kecil telinga nya.
"Kayanya di alam terbuka sensasinya bakal berbeda deh. Gimana kalo malam pertama kita di lakukan di alam bebas saja. Biar langit menjadi saksinya." Mata Laras membelalak. Buru - buru dia mendorong tubuh Angkara menjauh.
"Kamu gila!!!" Setelah mengatakan itu, Laras berlari terbirit-birit. Angkara terbahak melihat wajah merah Laras.
"MAKANYA JANGAN COBA - COBA MENGAGUMI TUBUH PRIA LAIN.." Teriak Angkara keras saat Laras sudah menjauh. Dia kembali tertawa kencang sampai perut nya sakit.
Sementara Laras langsung mengunci pintu kamar setelah masuk."Dasar duda nyebelin.... Untung aja cinta!!"
🩵🩵🩵
"Hah.. Hah. Hah!!" Berkali-kali Angkara menghela nafas. Dia melihat kaca tengah mobil. Tepat di kursi belakang. Seorang pria tak di undang harus ikut perjalanan nya ke panti asuhan.
Hari ini, Angkara dan Laras akan pergi ke panti asuhan Kasih Harapan. Niat nya hanya bersama twins. Tapi kemaren Laras memberi tahu Santi dan wanita itu meminta untuk ikut. Dia ingin melihat panti asuhan yang telah membesarkan sahabat nya.
Tapi siapa yang menyangka jika Santi akan mengajak Rafael.
"Ngapain lo lihatin gue kaya gitu? Nggak suka kalo gue ikut?" Sewot Rafael melihat pandangan Angkara dari spion tengah.
"Lagian lo ngapain disini? Perasaan gue nggak ada ngundang lo deh." Kesal Angkara.
"Santi ngajak gue." Kilah nya.
Mata Santi terbelalak, dia tidak terima."Ralat.. Bukan gue yang ngajak, dia yang maksa ikut. Enak aja jadiin gue kambing hitam."
Rafael terkekeh kecil."Sorry! Mumpung hari libur, gue ikut sama lo. Lagian gue bosen di rumah nggak ada siapa - siapa. Nyokap udah beberapa hari nggak pulang ke rumah. Bokap nggak tau kemana. Gue males berdua sama ulet bulu di rumah."Jawab Rafael. Iya, sejak pertemuan terakhir Risa dan Angkara. Risa memutuskan untuk menenangkan dirinya dengan pergi berlibur. Begitulah Risa jika sedang marah. Mario juga beberapa kali menghubungi Risa namun tidak pernah ada jawaban, meskipun Mario diam - diam menyuruh anak buah nya untuk menjaga istri tercintanya itu. Padahal dia sangat ingin mengabari bahwa anak kandung mereka telah bertemu. Tapi Mario biarkan, dia akan mengatakan nya saat Risa kembali, dia juga harus mengurus beberapa masalah.
Sementara Rafael, dia sudah mengetahuinya makanya dia ngotot ingin ikut saat Santi mengatakan kalo mereka akan mengunjungi panti asuhan. Dia ingin lebih dekat dengan adek nya. Ingin rasanya dia memeluk tapi harus di tahan. Yang penting bisa dekat dan melihat adek nya baik - baik saja, itu sudah cukup.
"Ulet bulu? Siapa?"Tanya Santi menoleh ke samping.
"Siapa lagi kalo bukan saudara tirinya." Jawab Angkara ketus.
"Oh." Santi hanya ber-oh saja.
"Omong - ngomong, nih kenapa kursi paling belakang sepi ya. Biasanya tuh sih twins bakal heboh." Rafael menengok ke kursi paling belakang. Dia langsung geleng - geleng kepala melihat Raja dan Bunga tertidur dengan posisi kepala Raja di pundak Bunga dan kaki Bunga memangku di kaki Raja.
"Sudah biarin, jangan di ganggu. Kalo mereka rewel telinga gue bisa pecah." Kata Angkara.
Mereka melanjutkan perjalanan mereka ke panti asuhan dalam keheningan.
kopi & vote untuk mu