Sharmila, seorang wanita cantik, sedang bersiap untuk hari pernikahannya dengan Devan, bos perusahaan entertainment yang telah dipacarinya selama tiga tahun.
Namun, tiba-tiba Sharmila menerima serangkaian pesan foto dari Vivian, adik sepupunya. Foto kebersamaan Vivian dengan Devan. Hati Sharmila hancur menyadari pengkhianatan itu.
Di tengah kekalutan itu, Devan menghubungi Sharmila, meminta pernikahan diundur keesokan harinya.
Dengan tegas meskipun hatinya hancur, Sharmila membatalkan pernikahan dan mengakhiri hubungan mereka.
Tak ingin Vivian merasa menang, dan untuk menjaga kesehatan kakeknya, Sharmila mencari seorang pria untuk menjadi pengantin pengganti.
Lantas, bagaimana perjalanan pernikahan mereka selanjutnya? Apakah pernikahan karena kesepakatan itu akan berakhir bahagia? Ataukah justru sebaliknya?
Ikuti kisah selengkapnya dalam
KETIKA MUSUH MENJADI PENGANTIN PENGGANTI
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. Liciknya Vivian
.
Dengan segala rencana yang telah tersusun dalam otak, Vivian pergi meninggalkan rumah keluarga Natakusuma dan segera menuju apartemennya yang ada di kota XX.
Vivian sampai di apartemennya ketika hari telah senja. Wanita itu segera mengambil ponselnya.
“Kak Devan…?” panggilnya begitu panggilan tersambung. “Aku tidak sengaja terpeleset di dapur saat memasak, sedangkan besok waktunya pemotretan. Bisakah kakak membantuku?” suaranya yang lemah mengalun pilu.
Vivian, adalah salah satu model di bawah naungan Silverstar agency yang dipimpin oleh Devan. Beberapa tahun lalu, Vivian memutuskan pria itu dengan alasan pergi mengejar prestasi ke luar negeri.
Awalnya Vivian tidak begitu mencintai Devan, karena Devan hanya seorang pemuda biasa. Vivian bahkan memutuskan hubungan dengan pria itu setelah berpacaran selama satu tahun. Tapi melihat Devan yang menjadi pacar Sharmila, apalagi melihat saat ini Devan sudah menjadi pengusaha entertainment yang sukses, bahkan akan mewarisi perusahaan keluarga Aditama, membuat Vivian ingin merebut kembali pria itu dari Sharmila.
“Di mana managermu? Aku tidak bisa datang.” Terdengar penolakan dari Devan.
Vivian segera memikirkan ide untuk membuat Devan datang sendiri. Lagipula selama ini ia sudah berjuang keras untuk bisa berada di sisi Devan. Tidak boleh gagal begitu saja. Dan yang utama, Sharmila tidak boleh lebih bahagia darinya.
“Manager tidak datang, Kak. Katanya tidak enak badan.” Vivian mendesis seperti orang kesakitan, sengaja membuat suaranya terdengar lemah. “Tapi kalau kakak tidak bisa datang, ya sudah tidak apa-apa. Aku akan pergi ke rumah sakit sendiri. Ah… Aaaa… gedebug!”
*
Di tempat Devan, pria itu panik saat mendengar teriakan disusul suara benda jatuh.
“Vivian… Vivian…? Apa yang terjadi di sana?” teriak Devan.
Tidak ada jawaban.
“Vivian… Vivian…!” Devan kembali berteriak.
Tetap tidak ada jawaban membuat Devan semakin panik. Seketika itu juga, pria yang sedang mempersiapkan dokumen yang ingin dia jadikan mahar esok hari, meletakkan apa yang ada di tangannya. Menyambar jas, meraih kontak mobil, dan segera pergi tanpa pikir panjang.
*
Di tempat Vivian,,,
Merasa rencananya berhasil, gadis itu bersorak girang. Ia segera memikirkan apa yang harus ia persiapkan untuk menyambut Devan. Setidaknya dia harus terluka agar Devan percaya.
Menjentikkan jari, Vivian berjalan menuju dapur. Membuat kondisi dapur sedikit berantakan, menumpahkan minyak dia akan pura-pura terpeleset nantinya.
Sempurna! Tinggal memperkirakan kapan Devan akan tiba dan dia akan meringkuk di lantai dapur.
*
Berapa jam kemudian…
“Vivian, apa yang terjadi?” Pria yang bahkan sudah hafal kode akses masuk apartemen itu menemukan Vivian tergeletak di lantai dapur dengan wajah pucat. Pria itu segera menggendong tubuh Vivian yang tidak sadarkan diri keluar dari apartemen dan berlari menuju tempat mobilnya diparkir.
Cekrek
Cekrek
Cekrek
Bidikan kamera menangkap adegan romantis yang akan segera tersebar.
*
Beberapa saat kemudian di rumah sakit,
“Kondisi nona Vivian sedikit parah. Ada memar di bagian pinggang. Untuk sementara jangan beraktivitas dulu.”
Keterangan yang disampaikan oleh perawat membuat Devan menghela napas, menatap iba pada Vivian. Padahal besok harus melakukan pemotretan. Terpaksa kali ini dia yang harus mengurus ijin Vivian. Pria itu duduk di sebuah sofa yang tersedia dalam kamar rawat, menunggu Vivian sadar.
Beberapa menit kemudian.
“Aku ada di mana?” Vivian membuka matanya perlahan.
Devan segera mendekat, duduk di kursi yang ada di samping ranjang pasien dan menggenggam tangan gadis itu. “Kamu ada di rumah sakit. Aku menemukanmu pingsan di dapur.”
“Kak Devan? Kenapa kakak ada di sini? Ughhh…” Vivian mencoba bangkit, tapi kemudian meringis menahan sakit. Dan ajaibnya, Devan sangat mempercayai apa yang dia lihat. Sungguh piala Oscar layak diberikan pada Vivian Chandra.
“Jangan banyak bergerak. Terjadi sesuatu pada pinggangmu. Mungkin karena kamu terjatuh begitu keras.” Pria itu pun segera membantu Vivian untuk kembali berbaring.
“Aku mau pulang saja, Kak. Aku tidak suka bau rumah sakit. Rasanya mau muntah.” Vivian meringis dengan memasang tampang memelas.
“Baiklah. Aku akan mengurusnya.”
Dan malam itu juga Devan membawa Vivian keluar dari rumah sakit, mengantarkannya kembali ke apartemennya, dan menunggui wanita itu.
"Kakak tidak perlu menemaniku. Aku baik-baik saja," ujar Vivian dengan nada lemah, berusaha meyakinkan Devan. Padahal dalam hatinya, ia bersorak senang. Rencananya berjalan lebih mulus dari yang ia bayangkan.
Devan menghela napas. "Aku tidak bisa meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini, Vivian. Aku akan merasa bersalah kalau membiarkanmu sendirian. Dan kenapa manager mu tidak bisa dihubungi."
Vivian memasang wajah sendu. "Kakak tidak salah. Ini semua salahku sendiri. Aku terlalu ceroboh. Dan manager ku, dia bilang sedang tidak enak badan, Kak. Dan minta cuti beberapa hari.”
Devan kembali menghela napas. "Kenapa mencari manager yang tidak profesional? Kalau dia tidak bisa datang, harusnya dia menyiapkan seorang wakil!" ujarnya kesal.
“Maaf, Kak. Aku pasti merepotkan Kakak." Vivian menghapus air mata yang sejatinya sama sekali tidak ada.
“Sudahlah, sekarang istirahatlah. Aku akan menjagamu," kata Devan sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh Vivian.
Vivian mengangguk. “Ada beberapa kaleng minuman dingin di kulkas, Kak. Maaf aku tidak bisa mengambilkan untuk Kakak.”
Devan tersenyum. “Jangan pikirkan aku. Aku bisa melayani diriku sendiri."
Vivian pun mengangguk dan memejamkan matanya. Namun, ia tidak benar-benar tidur. Ia hanya berpura-pura, sambil terus menunggu Devan mengambil minuman di kulkas, maka semua akan aman. Devan tak kan bisa pergi dari apartemen hingga besok.
Dan itu benar-benar terjadi, Devan tertidur pulas bahkan sampai jam 10.00 pagi.
Keren Thor novelnya 👍😍
tul nggak Mama 😄😄😄
kira2 berapa derajat ya suhu ruangan di butik itu....
aku rela ko bang bantuin isi dalma kartu hitam mu itu...
karna banyak yang mau saya beli... 🤣🤣🤣🤣🙏
dari motor, renov rumah biaya sekolah 3 anak...
boleh ya bang... boleh lah... boleh lah...
Zayden berkata....
Apa aku mengenalmu...
kita ta se akrab itu ya... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣