"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25 Terompet dan Es Teh
Terompet telah tertata dengan rapi,
teh pun juga sudah di masukkan ke dalam
gelas plastik, tak lupa es batu yang sudah
disiapkan juga dicampurkan. Untuk awal
Alvin tak menyiapkan terlalu banyak, ia
hanya menyiapkan 10 gelas terlebih
dahulu, jika habis barulah akan ia siapkan
lagi.
Perlahan alun-alun pun mulai
dipadati pengunjung. Alvin dan Mingyu
terus melakukan promosi, sesekali
keduanya bergantian dalam promosi,
terkadang Alvin yang meniup trompet
seraya berteriak, begitupun sebaliknya.
Satu persatu terompet buatan Mingyu
terjual, banyak anak kecil yang tertarik
dengan terompet yang dibuat Mingyu.
Mingyu pun terlihat antusias dan bahagia
saat melayani pembeli.
Tak jarang ada juga yang menawar
dagangannya, namun jiwa bisnis yang ada
dalam darah Mingyu selalu bergejolak
setiap ada yang melakukan penawaran.
Membuat Mingyu semakin bersemangat
dalam berjualan.
Lain Mingyu, lain pula dengan
Alvin. Suasana yang sedikit gerimis
membuat es teh yang dibuatnya, laku
sedikit lebih lambat. 10 es teh yang sudah
ia siapkan baru habis dalam waktu l jam.
"Teh mu mau habis gitu vin, bikin
lagi gih, biar keliatan menarik" ucap
Mingyu ketika melihat gelas yang tertata
di dekat sepedanya sisa 2.
"Iya, Ming. Ntar kalau gak laku aku
keliling aja ya" ujar Alvin seraya mulai menyiapkan es teh lagi.
"Yoi, tapi meskipun perlahan es teh
mu tetep laku itu, kalau tak liat liat
modalnmu kan ya wes balik. Berati
penjualan selanjutnya tinggal untungnya
aja kan" analisis Mingyu membuat Alvin
mengangguk.
"Kalau gini terus gak lama bakal bisa
cabut beasiswa juga Ming" ucap Alvin
seraya tersenyum.
"Semoga kelas 2 nanti bisa terwujud ya
Vin, aku tau kamu pasti kesiksa banget
sekolah pakai beasiswa gitu, tapi mau
gimana lagi, sekolah kita emang mahal.
Apalagi tiap kenaikan kelas harus ganti
seragam. Jadi saranku jangan gegabah
buat lepas beasiswa semester baru besok,
mending sekalian pas kelas 2. Seragam
sekolah kita cukup mahal vin" ujar
Mingyu menasehati Alvin. Alvin pun mengangguk tanda setuju dengan
pendapat Mingyu.
"Wanjir, baru jualan sehari kamu
udah bisa menganalisis dan ngasih
nasehat Yoh Ming, gak inget kemarin yang
dateng kerumah mau jualan tapi ragu-
ragu" sindir Alvin bercanda.
Ditengah percakapan yang terus
terjadi, Mingyu dan Alvin terkadang
juga melayani pembeli yang datang dan
membeli.
Hingga semakin malam, pengunjung
alun-alun pun mulai berkurang, selkitar
jam 10 malam, keduanya mulai
membereskan barang-barangnya,
terompet Mingyu yang hanya tersisa
beberapa biji, membuatnya tersenyum
sepanjang jalan mengantar Alvin.
Es teh Alvin yang juga habis
semuanya membuatnya berniat jualan
kembali esok hari.
"Gak mampir dulu Ming" ucap Alvin
begitu Mingyu menurunkan dirinya
didepan rumah.
"Aku mau bikin terompet lagi vin, di
rumah masih ada bahan. Besok malam
tahun baru, pasti lebih rame dari hari ini"
ujar Mingyu.
"Oh yawes, hati hati" jawab Alvin.
"Yo, balik dulu" ucap Mingyu
kemudian berlalu.
Melihat kepergian Mingyu, Alvin
mulai berfikir, sepertinya ia perlu membeli
sepeda motor untuk mempermudah
akomodasinya.
Namun tak lama kemudian, ia segera
menggeleng, keinginannya sudah terlalu muluk, baginya sepeda pancal sudah
sangat membantu dirinya. Tak seharusnya
ia berfikir membeli barang mewah seperti
sepeda motor.
Usai meletakkan termos besar,
Alvin pun membersihkan diri, usai
sholat ia berdiam diri sebentar, doa untuk
kedua orang tua yang di pelajarinya sejalk
dini selalu terucap di penghujung
ibadahnya.
Kali ini ada pertanyaan besar dalam
diri Alvin, orang tua yang mana yang
biasanya ia doakan, selama ini Alvin
selalu berfikir mendoakan kedua orang tua
yang telah merawatnya.
Namun kini kedua orang tua tersebut,
tampak enggan untuk ditemui oleh
Alvin.
"Haruskah aku mencari mereka" gumam Alvin seraya menggenggam
kalung dengan bandul tulisan huruf L di
dalamnya.
"Apa arti huruf L ini?" Gumamnya lagi
ketika kesekian kalinya minat huruf L, di
kalung yang kata pak Rohman ditemukan
sedang dipakai Alvin yang kala itu
masih bayi.
Melamun dan berfikir lama lama
membuat Alvin mengantuk, ia pun
tertidur tak lama kemudian.
Keesokan harinya Alvin jalani
seperti hari kemarin, pagi siang berurusan
dengan sampah, sore hari menyiapkan
jualan.
Sedikit berbeda dengan Mingyu, ia
yang sedari kemarin begadang membuat
terompet, baru tidur jam 2 pagi, terbangun
jam 5 pagi, kemudian dilanjutkan
membuat terompet lagi.
"Yang kemarin habis semua Ming?"
tanya sang mama saat Mingyu sedang
makan dengan lahap dan cepat.
"Tinggal dikit ma, uhuk" jawab
Mingyu kemudian terbatuk-batuk.
"Makanya habisin dulu makannya,
baru ngomong" sahut papa ernes, papa
Mingyu, sementara sang mama segera
memberikan segelas air putih.
"Lah mama ngajak ngomong pa" jawab
Mingyu.
"Sekarang mau bikin lagi?" tanya papa
ernes, yang melihat Mingyu telah
menyelesaikan urusan makannya.
"Iya pa, Mingyu masuk dulu" pamit
Mingyu membuat papanya hanya
menggelengkan kepala.
"Jiwa bisnisnya mulai keliatan yah pa"
ucap mama Linda.
"Iya, semenjak temenan sama itu loh,
si tukang rosok. Alvin itu, papa seneng
Mingyu bergaul sama anak seperti Alvin
itu ma, meskipun gak kaya, tapi memberi
efek positif sama Mingyu" ujar papa Ernes.
"Iya ya pa, gak kayak dulu, yang cuma
pinter di bidang akademik aja, tapi gak
pernah kepikiran buat usaha, ngeliat
sekarang mama jadi seneng" jawab mama
Linda yang mulai kagum dengan sang
anak.
Mingyu terus membuat terompet
hingga sore hari. Dan setelah mendengar
alarm yang ia stel di ponselnya telah
berbunyi, menandakan sudah jam 4 sore,
barulah ia berhenti dan menyadari bahwa
terompet buatannya sudah cukup banyak.
Kantuk yang di rasakan Mingyu, tak
membuat semangatnya surut, ia segera
mandi dan menata terompet ke sepeda
setelahnya.
"Papa mau keluar?" tanya Mingyu
melihat papa ernes tengah memanasi
mobilnya.
"Terompet mu itu bisa kamu bawa
pakai motor ta?"jawab papa Ernes balik
bertanya.
"Ah ini sih pinter-pinternya aku nata
pa" jawab Mingyu santai.
"Udah masukin sini, biar papa anter.
Nanti kamu tata di tempat jualan kamu
aja" ujar papa Mingyu.
"Wah, tumben papa baik banget" ucap
Mingyu dengan senang.
"Tapi pakai ongkir ya' ucap papa ernes tertawa.
"Wah, enggak. Untungnya mau tak
tabung, aku kalau niat mau bayar orang
buat ngangkut ini, udah dari tadi nyari
becak pa, orang Mingyu gak mau keluar
duit buat ongkir kok" jawab Mingyu
semakin membuat papa ernes terbahak.
"Dasar pebisnis pelit, ada hal hal yang
perlu dipikirkan selain berhemag Ming!
Seperti sekarang, ini kamu nata terompet
ke sepeda, biar muat semua bisa sampai
sejam loh, belum lagi di jalan nanti pasti
kurang aman, kamu gak bisa berkendara
dengan cepat seperti biasanya. Pikirkan
waktumu yang terbuang sejam itu, kalau
dalam sejam itu udah sampai di tempat
jualan, bayangin berapa terompet yang
seharusnya udah terjual" ujar papa Ernes.
Membuat Mingyu terdiam dan berfikir.
"Udah jangan banyakan mikir,
masukin sini semua. Kali ini papa gak
minta ongkir, papa juga mau ke rumah
temen ini" ujar papa Ernes membuat
Mingyu segera memasukkan terompet
jualannya dengan cepat.
Setelah semua terompet yang akan ia
jual telah masuk ke dalam bagasi mobil,
Mingyu pun menelpon Alvin.
Mengabarkan akan menjemput temannya
itu, dan meminta Alvin untuk segera
bersiap.
"Aku wes siap cuk, tinggal berangkat
ini. Kalo emang mau jemput cepetan!"
maki Alvin setelah mendengar Mingyu
yang mengomel meminta dirinya untuk
segera bersiap.
"Iyo Yo" jawab Mingyu seraya
mematikan panggilan telepon.
"Papa berangkat dulu aja ya, tunggu di pojokan alun-alun. Aku mau jemput
Alvin bentar" ucap Mingyu.
"Alvin ikut kamu jualan?" tanya
papa ernes.
"Iya, tapi Alvin juga jualan sendiri,
jualan es teh. Kasian kalau jalan sambil
bawa termos besar pa" jawab Mingyu.
"Yawes sana kamu jemput dulu, bentar
lagi papa juga berangkat" perintah sang
yang segera dituruti oleh Mingyu.