Di dunia modern, Chen Lian Hua adalah seorang medikus lapangan militer yang terkenal cepat, tegas, dan jarang sekali gagal menyelamatkan nyawa. Saat menjalankan misi kemanusiaan di daerah konflik bersenjata, ia terjebak di tengah baku tembak ketika berusaha menyelamatkan anak-anak dari reruntuhan. Meski tertembak dan kehilangan banyak darah, dia tetap melindungi pasiennya sampai detik terakhir. Saat nyawanya meredup, ia hanya berharap satu hal
"Seandainya aku punya waktu lebih banyak… aku akan menyelamatkan lebih banyak orang."
Ketika membuka mata, ia sudah berada di tubuh seorang putri bangsawan di kekaisaran kuno, seorang perempuan yang baru saja menjadi pusat skandal besar. Tunangannya berselingkuh dengan tunangan orang lain, dan demi menjaga kehormatan keluarga bangsawan serta meredam gosip yang memalukan kekaisaran, ia dipaksa menikah dengan Raja yang diasingkan, putra kaisar yang selama ini dipandang rendah oleh keluarganya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25 : Yi Chen sialan!
Pintu ruangan tertutup keras, membuat gema menggema di lorong. Tubuh Lian Hua terhentak ke dinding, terperangkap oleh tangan besar Yi Chen yang menekannya tanpa memberi ruang untuk bergerak.
Tubuhnya menjulang tinggi di hadapan Lian Hua, membuat wanita itu refleks berusaha mendorong dada bidangnya agar menjauh. Tapi semakin ia memberontak, semakin erat cengkeraman Yi Chen, semakin rapat pula jarak di antara mereka.
“Lian Hua!” suara Yi Chen tertekan, penuh amarah yang ditahan. Matanya menyala tajam. “Apa yang kau berikan pada Kakek? Cairan apa itu?”
Napas Lian Hua terengah, kedua tangannya tetap menahan dada Yi Chen. “Aku tidak melakukan apa pun,” balasnya cepat, getir terdengar di suaranya. “Aku hanya… menunda kematiannya.”
Sorot mata Yi Chen makin kelam. Ia menekan bahu Lian Hua lebih keras ke dinding hingga wanita itu meringis. Suaranya meninggi, dingin menusuk.
“Pembohong! Kau pikir aku tidak tahu? Kau berusaha menyakitinya? Apa kau belum puas membuat kekacauan? Belum cukup dengan semua hukuman yang kau terima?!”
Kata-kata itu menusuk dalam, memaksa ingatan pahit Lian Hua menyeruak… ruangan gelap, cambuk yang menghantam kulitnya, rasa sakit yang membuatnya hampir kehilangan kesadaran. Tubuhnya bergetar, matanya berkilat marah.
“Yi Chen sialan!” serunya. Dengan tenaga yang tersisa, ia menarik tangan Yi Chen, membalikkan posisi mereka. Kini tubuh Yi Chen yang terhantam ke dinding. Dalam satu gerakan cepat, Lian Hua mencabut tusuk konde dari rambutnya. Ujung tajamnya kini menempel di leher pria itu.
Nafasnya memburu, dadanya naik turun hebat. Ia menatap lurus ke mata emas Yi Chen, giginya terkatup rapat menahan amarah. “Aku tidak melakukan apa-apa!” teriaknya. “Aku hanya ingin menolong kakekmu, meski hanya untuk hidup sementara!”
Suasana menegang hingga pintu berderit terbuka. Seorang wanita tua dengan pakaian sederhana pelayan berdiri di ambang pintu. Tatapannya tenang, nyaris dingin, namun cukup untuk membuat Lian Hua mendengus kesal.
“Sialan…”
Ia melempar tusuk kondenya ke lantai, melangkah mundur sambil mengusap rambutnya. Berusaha mengatur napas, menahan sakit yang kembali terasa di punggungnya.
Wanita tua itu melangkah masuk dengan langkah tenang, tatapannya bergantian pada keduanya. “Apa yang kalian lakukan?” suaranya datar, namun cukup menusuk. “Suami istri di satu ruangan, tapi suaranya sampai terdengar keluar?”
Yi Chen hanya terdiam. Ia merapikan pakaiannya yang kusut karena cekalan Lian Hua, lalu menghela napas panjang. Saat wanita itu menoleh padanya, ucapannya singkat namun tegas: “Yang Mulia, tunggu di luar.”
Perintah itu menusuk harga diri, tapi Yi Chen tidak membantah. Ia hanya menatap sekilas, lalu melangkah keluar, menutup pintu di belakangnya.
Lian Hua menatap penuh heran. Seorang pelayan berani memerintah Yi Chen? Itu… Raja?
Wanita itu mengambil tusuk konde dari lantai, meletakkannya di atas meja. Lalu, dengan lembut namun mantap, ia menuntun Lian Hua duduk di kursi. Segelas minuman hangat diambilkannya, kemudian disodorkan.
Lian Hua menerimanya. Cairan itu mengalir di tenggorokan, namun seiring meneguk, rasa sakit di punggungnya kembali menghantam. Ia meringis, tubuhnya sedikit melengkung. Beberapa kali ia menggeleng, menahan perih yang menjalar.
Wanita tua itu menatapnya dalam, sebelum bertanya dengan nada datar namun penuh makna.
“Kau terluka… bukan?”
Yi Chen yang berdiri di ambang pintu menghela napas panjang sambil mengusap rambutnya dengan kasar. Matanya menatap lurus ke pintu yang kini tertutup rapat, seolah masih terbayang jelas bagaimana Lian Hua dengan tatapan penuh amarah menodongkan tusuk konde ke lehernya. Dadanya naik turun berat, amarah bercampur rasa kaget membuatnya sulit menenangkan diri.
"Apa kau sudah gila, Lian Hua?!" geramnya dengan suara tertahan, hampir seperti gumaman namun dipenuhi emosi. Ujung jarinya mengepal kuat, menahan diri agar tidak membanting sesuatu di sekitarnya. Ia menunduk sejenak, giginya terkatup rapat hingga rahangnya menegang.
Tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa gadis itu, yang selama ini tampak pendiam dan patuh, meski dia sangat licik tapi sekarang… dia berani menantangnya dengan cara seperti itu. Bahkan hingga berteriak sekeras itu, seolah siap menyingkirkan siapa pun yang mencoba menyentuhnya.
Yi Chen menarik napas dalam-dalam, mencoba menahan gejolak dalam dirinya. Namun rasa kesal yang membakar dada tetap saja sulit dipadamkan. "Kau benar-benar sudah kehilangan akal sehatmu…" desisnya lirih, suaranya terdengar getir sekaligus marah.
semakin penasaran.....kenapa Lin Hua....
ga kebayang tuh gimana raut muka nya
orang orang istana.....
di atas kepala mereka pasti banyak tanda tanya berterbangan kesana kemari....
wkwkwkwk....😂