Kania nama gadis malang itu. Kehidupan sempurnanya kemudian berantakan setelah sang ibu meninggal dunia. Ayahnya kemudian menikahi janda beranak satu di desanya. Kehidupan bahagia yang sempat dirasakannya di masa lalu terasa seperti barang mewah baginya. Kania nama gadis malang itu. Demi menutupi utang keluarganya, sang ayah bahkan tega menjualnya ke seorang rentenir. Pernikahannya bersama rentenir tua itu akan dilaksanakan, namun tiba-tiba seorang pria asing menghentikannya. " Tuan Kamal, bayar utangmu dulu agar kau bebas menikahi gadis mana pun", pria itu berucap dingin. Hari itu, entah keberuntungan atau kesialan yang datang. Bebas dari tuan Kamal, tapi pria dingin itu menginginkan dirinya sebagai pelunas utang. Kania nama gadis itu. Kisahnya bahkan baru saja dimulai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourfee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33
Hari ini Kania dan Edward akan pulang ke kota. Sementara Winara? Pria itu memilih tinggal di rumahnya sementara waktu sampai urusan perceraiannya beres. Kania sedikit khawatir dengan kondisi ayahnya saat ini.
"Ayah bisa tinggal bersama kami sambil menunggu sidang perceraiannya. Aku dan Kania akan sangat senang kalau ayah berkenan ikut". Bujuk Edward.
"Ayah baik-baik saja, Nak. Kalian tidak perlu sekhawatir itu. Ayah akan berkenan tinggal bersama kalian jika urusan di sini sudah beres". Winara berusaha meyakinkan anak dan menantunya.
Sepi, suasana rumah itu sangat lengang. Anita dan anaknya telah pergi sejak insiden penamparan itu. Tidak ada yang tau di mana keberadaan mereka dan tidak ada yang peduli tentu saja. Kania sedikit tenang, setidaknya sang ayah akan baik-baik saja tanpa dua wanita ular itu sekarang justru Edward yang terlihat sangat khawatir pada ayah mertuanya. Pria itu bahkan menyewa seorang asisten rumah tangga dan seorang tukang kebun demi meringankan pekerjaan sang mertua. Tindakannya ini membuat Winara terenyuh, tidak menyangka menantu sewotnya bisa sebaik ini.
"Ayah hubungi aku kalau memang membutuhkan pengacara di sidang nanti. Aku siap membantu ayah". Edward berucap pasti, tanpa keraguan sedikitpun.
"Terima kasih, Nak. Ayah pasti akan menghubungimu. Maafkan ayah yang selalu merepotkan kalian. Titip putri ayah, ya". Kania tersenyum hangat melihat interaksi dua pria di depannya. Berkali-kali ia meyakinkan dirinya bahwa semua ini bukan mimpi.
Winara kemudian memeluk anak kemudian menantunya. Edward Lamos bahkan memeluknya erat sekali, membuat Winara terkekeh pelan. Pria paruh baya itu bahkan menepuk-nepuk punggung menantunya beberapa kali.
"Kak, jangan lama-lama katanya nanti siang ada meeting".
"Sebentar saja, Sayang. Ckkk meeting sialan itu benar-benar menggangguku. Apa kita perlu menghubungi Felix biar dia saja yang menghadiri meetingnya?" Tanya Edward berharap.
"JANGAN.. Kasian kakakmu kalau mengurusi semuanya sendirian. Lagian, kau sudah berjanji". Kania berusaha memahami isi kepala suaminya yang kadang-kadang membuat urat lehernya tegang.
Winara sedikit bingung kenapa sang menantu sangat enggan melepaskan pelukannya. Ingin menegur, rasanya tak tega.
"Sebentar lagi kita akan berjumpa lagi dengan ayah. Jadi kau bebas memeluknya kapanpun". Bujuk Kania. Sekarang, ia lebih mirip seorang tante yang sedang membujuk keponakan.
Edward melepaskan pelukannya dengan enggan, ingin sekali ia berlama-lama di kampung halaman istrinya, namun tuntutan pekerjaan telah memanggilnya pulang. Kalau tidak bekerja, istrinya mau makan apa?!
Setelah drama pamitan yang sedikit menguras emosi Kania, kini keduanya telah berada di dalam mobil. Kania merasa seperti dibawa kembali ke masa lalu. Dulu, ia pergi dari rumah ini tanpa tangisan perpisahan. Semua orang seperti menginginkan kepergiannya. Sekarang, ayahnya ia bahkan beberapa kali melihat sang ayah menyeka air mata sedihnya. Sedih karena akan berpisah dengan putri kesayangannya.
Kania menoleh ke arah suaminya yang juga merasa enggan untuk beranjak dari tempat itu.
"Kak, are you okay?" Kania bertanya pelan sambil mengelus lengan suaminya.
"Kau bisa bahasa inggris juga ternyata".
"Ckkk kalau sekadar kalimat sependek itu semua orang juga bisa. Kakak saja yang selalu mengatakanku bodoh". Kania melirik sebal sang suami. Yang dilirik tentu sedang tertawa pelan atas reaksi heboh istrinya.
"Kau jangan jadi orang pedendam begitu, Sayang. Sudah lama sekali aku tidak menggunakan panggilan itu. Kenapa kau masih mengingatnya? Kau senang dipanggil begitu?" Tanpa Edward tanpa dosa. Pria itu mulai menjalankan mobilnya pelan setelah membunyikan klakson tanda pamit pada ayah mertuanya.
"Aku tidak dendam tapi masih kesal".
"Oh ya? Lalu bedanya apa?" Edward mengerutkan keningnya.
"Ya beda..Ckkk Kakak pikir saja sendiri?" Kania enggan melanjutkan obrolan tidak sehat itu. Ia sadar, jika diteruskan kepalanya akan sakit menghadapi tingkah suaminya.
"Bagaimana kuliahmu?" Edward mencoba mengganti topik pembicaraan.
"Lancar. Teman-temanku baik dan aku nyaman dengan lingkungannya". Kania tersenyum bahagia.
"Tentu saja kau nyaman aku sudah membayar sangat mahal untuk kenyamananmu. Awas saja kalau nilaimu jelek aku akan minta ganti rugi". Canda Edward.
"Nah kalau nilaiku bagus apakah aku mendapatkan hadiah?" Kania bertanya antusias.
Edward mengangguk. "Ya aku akan memberimu hadiah yang tidak akan kuberikan pada perempuan manapun". Jawab Edward pasti.
"Oh ya? Apa itu?" Kania penasaran sekali.
"Waktu, perhatian, dan cintaku. Semuanya sangat mahal sayang. Kau tau aku adalah laki-laki mahal, harusnya kau bersyukur bisa menjadi istriku. Orang lain mungkin akan sujud syukur ketika menikah denganku, sedangkan kau? Sedikitpun tidak mengatakan bahwa kau mencintaiku".
Kania memutar bola matanya malas. Jika suaminya sudah bertingkah begini, sudah dipastikan ia akan sakit kepala dalam beberapa waktu ke depan.
"Siapa yang tidak bersyukur? Kau selalu mengada-ada. Aku sangat bersyukur bahkan saking bersyukurnya ingin rasanya aku melakukan resepsi besar-besaran". Jawab Kania kesal.
"Resepsi? Kau benar sayang belum membuat resepsi pernikahan kita. Pemberkatannya sangat sederhana dan kau tau dekorasinya waktu itu sangat kampungan. Seleranya siapa itu? Apakah seleranya Kamal? Ckkk sudah setua itu masih saja ingin menikah. Benar saja dekorasinya kacau".
"Aku tidak tau siapa yang mendekorasinya. Entahlah aku terlalu fokus pada rasa sedihku". Jawab Kania pelan.
"Kacau sekali, kutebak pasti itu seleranya kakak tirimu itu. Isss tidak ada bagus-bagusnya. Gadis itu kenapa aneh sekali sih?" Edward masih saja memikirkan penampilan kakak tiri Kania yang menurutnya sangat tidak masuk akal.
"Kenapa Kakak selalu protes dengan penampilan Kak Rina. Bukannya laki-laki suka wanita yang berpakaian seperti itu?" Umpan Kania.
"Ya aku memang suka melihat wanita yang berpakaian terbuka, tapi jika dia yang mengenakannya rasanya aneh sekali. Tidak ada cantik-cantiknya. Malah seperti jerapah".
"Oh jadi Kakak suka wanita yang pakaiannya terbuka?"
MAMPUS, batin Edward.
"Itu itu dulu, Sayang. Se-sekarang aku lebih suka yang penampilannya sopan sepertimu". Edward mati-matian menutupi kegugupannya.
"Bohong". Potong Kania cepat.
Ya Tuhan salah lagi, hati kecilnya berbisik.
"Laki-laki memang tidak bisa dipercaya. Ckkk sok-sokan menilai penampilan Kak Rina padahal suka. Aku tidak mau berbicara dengan Kakak". Tatapan Kania menghunus tajam ke arah suaminya.
Edward meringis ngeri. Ibu tolong aku, batinnya.
mungkin memang zaman sdh Berubah jd Hal seperti itu lumrah. pdhl kn wanita bersuami tp mau berdua dng lelaki lain di antar pulang🤣🤣🤣. jd kyak murahan dong.