Nadira tak pernah menyangka bekerja di perusahaan besar justru mempertemukannya kembali dengan lelaki yang pernah menjadi suaminya tujuh tahun lalu.
Ardan, kini seorang CEO dingin yang disegani. Pernikahan muda mereka dulu kandas karena kesalahpahaman, dan perpisahan itu menyisakan luka yang dalam. Kini, takdir mempertemukan keduanya sebagai Bos dan Sekretaris. Dengan dinginnya sikap Ardan, mampukah kembali menyatukan hati mereka.
Ataukah cinta lama itu benar-benar harus terkubur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 18.
“Jeng Rara, sepertinya itu bukan salah Nadira,” ucap seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi sebelah. “Aku tadi melihat Nona Claudia, yang tampaknya sengaja menyenggolnya...”
Claudia segera menoleh dengan wajah terkejut yang dipaksakan.
“Oh, Tante... jangan salahkan saya, ya. Saya sungguh tidak sengaja. Lagipula Nadira pasti tidak keberatan membersihkannya, iya kan?"
Ia pun menoleh ke arah Nadira. "Kamu itu kan, cuma bawahan calon suamiku.” suaranya lembut, namun terselip nada meremehkan.
Nadira hanya menunduk, meremas ujung rok panjangnya dengan tangan yang bergetar.
“Benar, Nona Claudia... saya tidak keberatan.”
"Lagipula, kalaupun aku sengaja... kau pantas mendapatkannya, karena kau sudah berani menggoda Ardan!" Mata Claudia dipenuhi oleh rasa benci.
Beberapa tamu lain berbisik-bisik, seseorang bahkan bicara dengan sinis.
“Tindakanmu sudah benar, Claudia. Wanita penggoda sepertinya harus diperlakukan seperti pembantu... biar tau diri!"
"Aku juga paling benci pelakor!" timpal yang lain.
Kalimat-kalimat itu menohok telinga Nadira. Dadanya bergemuruh, namun ia memilih diam demi lancarnya sandiwara.
Claudia menunduk penuh kepura-puraan seperti wanita yang terluka, sementara sorot matanya berbinar puas. Ia tahu, perlahan tapi pasti jika harga diri Nadira akan digerus habis di depan semua orang.
Nadira menelan ludahnya, menunduk lebih dalam dan tangannya bergerak cepat membersihkan lantai serta memungut pecahan beling.
Tepat seolah semesta mendengar, suara pintu besar terbuka. Semua kepala menoleh. Ardan melangkah masuk dengan setelan gelap, wajahnya dingin seperti biasa. Tatapannya tajam menyapu ruangan, lalu berhenti tepat pada pemandangan di hadapannya. Nadira berjongkok di lantai, sibuk mengelap tumpahan minuman dan pecahan beling dari gelas dengan tangan yang gemetar.
Alis Ardan langsung berkerut, rahangnya mengeras.
“Apa yang sedang terjadi di sini?!” suaranya rendah namun bergema, membuat semua orang terdiam.
Nyonya Rarasati buru-buru maju dengan senyum dipaksakan.
“Ardan... ini hanya kecelakaan kecil. Nadira seperti biasanya, begitu ceroboh. Dia menumpahkan minuman dan membuat tamu Mama tidak nyaman.”
Claudia ikut menambahkan, menunduk dengan suara manis.
“Jangan salahkan Nadira, Ardan. Aku tadi tak sengaja menyenggolnya.”
Ardan menoleh cepat ke arah Claudia, tatapannya begitu menusuk lalu pandangannya kembali ke arah Nadira.
“Berdiri!”
Nadira menunduk lebih dalam, berusaha menolak.
“Tidak perlu, Tuan. Saya bisa membereskan ini.”
“Berdiri, Nadira!” suara Ardan meninggi, penuh perintah. Suasana semakin hening, hanya suara napas tamu-tamu yang tertahan.
Dengan perlahan, Nadira bangkit. Tangannya masih memegang serbet basah, kepalanya tertunduk.
Ardan mendekat, berdiri di hadapannya. Sorot matanya gelap, penuh sesuatu yang tak bisa ditebak.
“Kamu pikir aku tidak tahu siapa yang sengaja membuatmu seperti ini?”
Kata-katanya membuat Claudia kaku seketika. Wajahnya pucat, meski masih berusaha tersenyum.
"Maksudmu apa, Ardan? Kau pikir, Mama Sengaja menjadikan Nadira seperti ini?!" Ucap Nyonya Rarasati.
"Apa, bukan?" Ardan tersenyum dingin.
Nyonya Rarasati memainkan perannya dengan sempurna, matanya melotot marah. “Apa kau menuduh Mamamu sendiri, Ardan?”
Ardan maju beberapa langkah, berdiri di samping Nadira. “Aku tidak akan biarkan siapa pun merendahkan sekertarisku, itu sama saja dengan merendahkahku! Termasuk ibuku sendiri!"
Nadira nyaris meledak tertawa karena tahu ini semua setting-an. Ia buru-buru menutup mulut dengan tangan, berpura-pura terharu.
Astaga, Ardan… kalau tahu ini prank dari Mama-mu, kamu pasti akan ngamuk setengah mati!
Ardan meraih tangan Nadira dengan agak kasar, menyeretnya keluar rumah tanpa memberi kesempatan untuk menolak. Tubuh wanita itu hampir terseerret langkah kakinya yang besar, hingga akhirnya ia mendorong Nadira masuk ke dalam mobil.
Brak!
Pintu mobil tertutup keras, menggema di ruang hening. Napas Ardan terengah, dadanya naik turun menahan emosi yang nyaris meledak.
“Ardan…” suara lirih Nadira memecah ketegangan, hampir tak terdengar.
Ardan menoleh. Tatapannya tajam, seolah hendak menekan siapa saja yang berani melawan. “Kenapa kau meninggalkan kantor dan datang ke sini tanpa seizinku?! Kau tahu Mama membencimu karena kejadian tujuh tahun lalu, Dira! Lalu kenapa kau masih berani datang, bahkan rela diperlakukan seperti tadi?!”
Nadira menunduk, jemarinya meremas ujung rok. “Aku hanya tak ingin hubunganmu dengan ibumu retak karena aku, Ardan. Kau sendiri yang ingin menyembunyikan pernikahan kita dari semua orang, termasuk dari ibumu. Karena itu aku datang sebagai sekretarismu, supaya Mamamu tidak curiga. Apa itu pun masih salah di matamu?”
Ardan terdiam sesaat. Wajahnya tetap keras, namun ada sesuatu yang bergejolak di balik sorot matanya. Ia tak sanggup mengakui bahwa kemarahannya bukan karena Nadira membangkang, melainkan karena hatinya hancur setiap kali melihat wanita itu direndahkan orang lain.
Tanpa peringatan, Nadira bergerak dari tempat duduknya. Tubuhnya beranjak pelan, lalu dengan berani ia melangkahi jarak di antara mereka hingga akhirnya duduk di atas pangkuan Ardan.
Kedua lengannya terulur, melingkari leher sang suami. Dengan wajah menunduk, Nadira mendekatkan bibirnya, menyentuh bibir Ardan dengan ciuman yang tiba-tiba namun sarat keteguhan.
Ardan sontak terkejut, mata pria itu melebar disertai dada yang menegang. Tak pernah sekalipun ia membayangkan Nadira akan mengambil inisiatif seberani ini, menyergapnya dengan ciuman yang seolah menantang sekaligus merayu dalam waktu yang bersamaan.
Dalam keadaan terdesak pun dia masih bersikap sombong dan mencoba memprovokasi Ardan...😒