NovelToon NovelToon
JODOH WASIAT DEMANG

JODOH WASIAT DEMANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:642
Nilai: 5
Nama Author: DUOELFA

"Genduk Mara, putu nayune Simbah Demang. Tak perlulah engkau mengetahui jati diriku yang sebenarnya. Aku ingin anak turunku kelak tidak terlalu membanggakan para leluhurnya hingga ia lupa untuk selalu berusaha membangun kehidupannya sendiri. Tak ada yang perlu dibanggakan dari simbah Demangmu yang hanya seorang putra dari perempuan biasa yang secara kebetulan menjadi selir di kerajaan Majapahit. Kuharapkan di masa sekarang ini, engkau menjadi pribadi yang kuat karena engkau mengemban amanah dariku yaitu menerima perjodohan dari trah selir kerajaan Ngayogyakarta. Inilah mimpi untukmu, agar engkau mengetahui semua seluk beluk perjodohan ini dengan terperinci agar tidak terjadi kesalahpahaman. Satu hal yang harus kamu tahu Genduk Mara, putuku. Simbah Demang sudah berusaha menolak perjodohan karena trah mereka lebih unggul. Tapi ternyata ini berakibat fatal bagi seluruh keturunanku kelak. Maafkanlah mbah Demang ya Nduk," ucap Mbah Demang padaku seraya mengatupkan kedua tangannya padaku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 21

Pintu telah terpasang di kamar Paijo sore tadi. Untung saja mereka segera pulang. Bila telat sedikit saja, pak tukang sudah laut.

"Jo, Paijo, wis seneng po durung saiki? Lawange wis dipasang. Wis ora kabur kanginan koyo lek gawe selambu," goda raden pada jongosnya yang tersenyum malu-malu kucing.

"Kula sampun sueneng raden. Matur nuwun sanget."

"Podo-podo. Ojo lali kamare di kunci sing rapet."

"Hahaha. Raden ki lho. Senengane kok bujuki aku ae."

"Lha wajahmu ki bersemu merah ngunu lho. Aku seneng ngingeti."

Matahari telah terbenam di langit barat. Suasana gelap mulai menyelimuti lingkungan tempat tinggal raden mas Demang. Lelaki keturunan raja itu terlihat tengah menyalakan lampu petromax untuk diletakkan di area bale agar tidak terlihat gelap. Banyak orang sepuh di ruangan itu. Serta para rerewang yang mulai ramai ikut memeriahkan acara pra pernikahan raden mas Demang mereka. Ada yang tengah menggoreng kerupuk, membuat sambal goreng dari ketela rambat, serundeng, tumis pepaya muda dan aneka jajanan jadul lainnya.

Rembulan bulan sepenuhnya purnama. Tapi cahaya lumayan menyinari para anak kecil yang bermain di halaman surau. Lastri berada di bilik surau karena melakukan pingitan. Ia tidak diperbolehkan bertemu dengan calon suaminya hingga hari pernikahan tiba. Raden mas Demang tetap mengawasi calon istrinya itu dari kejauhan. Dari teras di ruang dapur. 

"Kenapa Raden belum tidur?" tanya Paijo penasaran. 

"Aku masih kepikiran tayuban Jo."

"Memang kenapa Raden?"

"Tari tayub pada masa kerajaan Mataram Kuno, Mataram Islam, Majapahit, serta pada masa kolonial Belanda itu sungguh sangat berbeda. Pada Mataram Kuno, tari tayub berfungsi sebagai pengungkapan rasa syukur para petani atas hasil panen yang didapatkan pada Dewi kesuburan serta harapan para petani agar tanah tetap subur pada penanaman tanaman pertanian. Selanjutnya pada masa kerajaan Majapahit, fungsi Tayub berubah. Para petani mengucapkan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah karena mereka memiliki raja yang baik bijaksana karena terberkati oleh Tuhan."

"Tapi dalam masa zaman kolonial Belanda seperti ini sudah beralih fungsi. Tari Tayub sebagai ajang pemuasan nafsu shxhwat dan hubungxn badxn antara lelaki dan perempuan secara terang- terangan karena mereka merasa tayub telah diterima oleh seluruh lapisan masyarakat lengkap dengan sisi baik dan buruknya. Baik karena bisa mengumpulkan seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Lapisan masyarakat agamis, kaum abangan, dan masyarakat secara umum. Buruk karena selalu ada minum-minuman keras dan ledhek cantik sebagai pemuas nafsu mereka."

"Aku tahu masyarakat kita kali ini, selain kebutuhan sandang, pangan dan papan, kebutuhan mereka adalah minuman keras, seorang perempuan sebagai penyaluran hasraxt hubungxn badxn. Tapi seharusnya hal itu bisa disalurkan pada hal yang baik dalam ruang lingkup pernikahan yang sah, baik di mata hukum agama dan masyarakat. Tapi lihatlah saat ini. Acara buka selambu di sebuah desa kecil saja seakan itu adalah hal yang sangat lumrah terjadi di masyarakat. Acara yang begitu merendahkan harkat dan martabat sebagai seorang perempuan. Manusia yang memiliki jenis kelamin perempuan seakan tak memiliki harga diri sama sekali. Kehormatan yang seharusnya dijaga dengan baik untuk para suami mereka kelak, malah dijadikan sebagai ajang untuk dijajakan dan diperjualbelikan seperti barang. Kadang aku berpikir, apakah mereka sama sekali tak menyadari bahwa mereka juga terlahir dari rahim seorang perempuan?"

"Bila aku mengundang kesenian Tayub, selain menyediakan para penari atau Waranggono dengan sepasang, maksud penari lelaki dan perempuan, alat musik serta penabuhnya lengkap, aku juga harus menyediakan arak atau ciu untuk para pengibing (sebutan orang yang biasa memberikan saweran pada penari). Selain itu, yang lebih penting lagi, aku juga harus menyediakan kamar sebagai tempat penyaluran pelampiasxn hxsrat pengibing. Apakah itu pantas bila dilihat oleh orang dari Japan?"

"Saat para penari tersebut menari, para penonton juga harus mampu dan kuat iman melihat para pengibing memberikan saweran pada penari yang biasanya diselipkan di area kemben. Kadang tak jarang pula mereka menyelipkan saweran terlalu dalam agar bisa memegaxng payxdxra penari tayub. Tontonan tentang sxksualitxs yang menurutku sangat tidak pantas dilihat oleh khalayak umum. Terutama anak yang masih berada di bawah umur."

"Bila aku sampai mengundang tayub, bagaimana perasaan Mbah Ibu? Bagaimana perayaan Lastri? Terutama perasaan calon bojomu, calon mertuamu dan orang tuamu yang juga memiliki seorang anak perempuan? Apakah mereka juga rela bila anak mereka mendapatkan tontonan yang berbau sensxal seperti ini oleh raden mereka? Sungguh Paijo, aku tidak bisa membayangkan perasaan orang-orang di sekelilingku yang sangat aku sayangi dan aku cintai?"

"Bila aku mengutarakan hal ini pada Lastri, mengingat Ia adalah seorang perempuan yang begitu memiliki prinsip yang kuat dan tidak mengenal takut pada siapapun, aku tahu, dia pasti akan menolak keinginan pak dhenya itu. Tapi aku ingin berusaha agar mereka kembali berbaikan dan ia berkenan menjadi wali nikahku."

"Kembali ke awal. Selain aku harus menyediakan ciu atau arak dan tempat pelampixsan para pengibing, terus di mana aku menyediakan tempat itu? Haruskah aku membuat itu di samping Surau. Aku mikir hal iki sampai merasa edan sendiri. Haruskah Ku sandingkan tempat ibadah untuk menyembah Tuhan dengan tempat pelampxasxn seksuxl? Emang aku iki Demang cap opo?"

"Pakde Mbak Lastri iki kok koyok wong ra beres yo?" greget Paijo pada pak dhe Lastri. 

"Sttt, ojo ngono. Ngono iku yo pak dhe ne calon bojoku."

"Aku ora tekan mikir lek koyok ngono kuwi Raden."

"Penyakit masyarakat yo wis ngono kuwi. Minum-minuman keras, wanita penjxja tubuh, judi sangat susah dihilangkan. Aku yo mumet mikirne ngunu kui. Para petani sing kudune seneng bar panen iso nyukupi kebutuhan rumah tangga, kebutuhan keluarga, bojone, anake, orang tua, atau keluarga besar misalnya, tapi duite yo trimo entek dinggo judi nek meja judi, opo sabung ayam, opo bentuk judi lainnya. Tapi arep ngomonge yo kepiye maneh? Wong iku yo uang hasil keringat mereka sendiri. Aku bisa opo?"

"Jadi demang ki tibake yo repot yo Raden?"

"Iya Jo. Repot banget. Tapi setidake aku iso luwih tenang neng kene daripada nek Japan sing persaingannya sangat mengerikan koyo ngono kae."

"Inggih Raden."

"Ndang turu Jo. Wis bengi," pinta Raden pada jongosnya.

"Raden wonten nopo kok dereng sare? Nopo jenengan kepikiran maturane pakdene Mbak Lastri? 

" Iya mesti aku eling tho Jo. Tapi mengko coba tak pikire dewe. Soale aku menyediakan tari Tayuban ataukah tidak, nanti resikonya ya aku dewe sing bakal nanggung. Aku yang akan menanggungnya sendiri resikonya seumpama ada sesuatu hal yang kurang enak didengar saat hari pernikahan. Tolong nanti telinganya istrimu digolekne sumpet kuping yo. Ben orang ngrungokne sesuatu hal yang sangat menyakitkan."

"Inggih Raden."

"Ayo gek ndang turu jo. Wis bengi. Aku tak Turu nek emper pawon kene wae, karo ngawasi calon istriku sing nek surau kae."

"Oalah. Cinta oh cinta. Mbak Lastri, Raden mas Demang tresno Karo jenengan," seru Paijo dengan nyaring ke arah surau dimana Lastri berada. 

"Hus, ojo banter banter. Bocahe krungu mengko," larang Raden mas Demang pada jongosnya. 

Disurau, Lastri ternyata masih belum tidur dan tak sengaja mendengar teriakan Paijo karena malam terasa sunyi. Suara Paijo begitu menggema di keheningan malam. 

"Nyapo kae Paijo kok iso muni koyok ngono kuwi? Bengok-bengok, mbak Lastri, Raden mas Demang tresno karo jenengan. Oalah, dasar bocah gemblung!" ucap Lastri sambil tersenyum malu. 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!