Zhao Yue, preman jalanan abad 21 yang menguasai pasar malam, hidup dengan moto " Kalau mau aman, jangan macam-macam denganku." Jago berkelahi, lidah pedas, dan aura menakutkan adalah ciri khasnya.
Suatu malam, setelah menghabisi geng saingan, ia dikepung dan dipukul keras di kepala. Saat tersadar, ia berada di ranjang keemasan dan dipanggil “Yang Mulia Permaisuri.” Kini, Zhao Yue berada di tubuh Permaisuri Xian Rong dari Dinasti Wei—istri kaisar yang dikenal lemah dan sakit-sakitan. Namun sejak roh preman masuk, sang permaisuri berubah menjadi galak, blak-blakan, dan barbar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANWi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jeratan Lian Fei Licik
Langit sudah menghitam, bintang bertebaran di atas istana. Sisa tawa siang tadi di paviliun memanah seolah tinggal gema samar. Permaisuri Xian Rong sudah kembali ke kediamannya, ditemani Zhu Lang yang masih menyembunyikan wajah merahnya setiap kali teringat bagaimana Kaisar Wei Liang menempel begitu dekat saat mengajarinya menarik busur.
Namun, malam itu bukan Zhu Lang yang jadi pusat perhatian istana.
Ada langkah diam-diam di lorong belakang, menuju kediaman Selir Lian Fei.
***
Kediaman Lian Fei
Di ruang dalam yang remang, Selir Lian Fei duduk di kursi panjang berlapis sutra merah, wajah cantiknya dihiasi senyum tipis penuh racun. Seorang dayang berlutut di depannya, menunduk dalam-dalam.
“Apakah sudah sesuai dengan yang kuperintahkan?” suara Lian Fei lirih namun menusuk.
Dayang itu mengangguk. “Sudah, Nyonya. Pelayan Permaisuri bernama Mei akan datang sebentar lagi. Kami berhasil membuatnya percaya bahwa ada pesan dari Permaisuri yang harus ia ambil di sini.”
Senyum Lian Fei makin mengembang. “Bagus. Malam ini, aku akan tanamkan ketakutan dalam dirinya. Burung kecil yang polos itu akan menjadi bidak permainan kita.”
***
Disisi Lain,
Mei berjalan gugup melewati lorong-lorong sunyi. Ia hanyalah pelayan sederhana, terbiasa mengurus pakaian dan teh Permaisuri. Pikirannya masih melayang tentang Li Shan, sang penjaga yang sering diam-diam menemuinya di taman belakang. Hari itu mereka bahkan sempat bercakap sebentar—Li Shan bercerita bahwa ia akan bertugas ronda di luar gerbang timur malam ini.
“Semoga dia baik-baik saja,” gumam Mei lirih.
Namun ketika ia sampai di depan pintu kediaman Lian Fei, jantungnya mulai berdegup tak karuan. Ada sesuatu yang aneh—kenapa Permaisuri harus menitip pesan melalui Selir?
Begitu masuk, pintu ditutup rapat. Suasana mencekam. Lian Fei duduk anggun, tetapi tatapannya bagai pisau.
“Mei,” sapanya manis. “Kemarilah.”
Mei menunduk hormat. “Salam hormat, Nyonya. Hamba mendengar ada titah yang perlu disampaikan?”
Lian Fei berdiri, melangkah perlahan mendekati Mei. Suaranya lembut, tapi mengandung sesuatu yang membuat bulu kuduk berdiri.
“Benar sekali. Tapi bukan titah dari Permaisuri. Ini titah dariku.”
Mei terperanjat. “H-hamba tidak mengerti, Nyonya…”
Lian Fei mendekat hingga jarak mereka hanya sejengkal. Jemarinya yang lentik mengangkat dagu Mei, memaksa mata polos itu menatap langsung pada wajahnya.
“Kau pelayan kesayangan Permaisuri. Itu membuatmu berharga. Dan lebih berharga lagi karena kau punya seseorang yang kau cintai…”
Mata Mei membesar. “A-apa maksud Anda?”
Dengan gerakan lambat, Lian Fei menepuk tangan. Dari pintu samping masuk seorang pengawal membawa gulungan kain hitam. Ia membentangkannya di hadapan Mei—dan di dalamnya ada pedang panjang berlumur noda merah kering.
“Li Shan,” bisik Lian Fei. “Nama itu bukan rahasia bagiku. Malam ini ia bertugas di gerbang timur, bukan?”
Mei ternganga, tubuhnya gemetar. “J-jangan… jangan sakiti dia!”
Tawa tipis Lian Fei terdengar. “Itu tergantung padamu, manis. Jika kau menuruti perintahku, Li Shan akan tetap bernapas. Jika tidak…” ia menekankan jemarinya ke pedang itu. “Besok pagi, kepalanya akan digantung di depan barak penjaga.”
Air mata mulai menetes di pipi Mei. “Nyonya… hamba mohon, jangan libatkan Li Shan. Hamba bersedia melakukan apa pun.”
“Bagus.” Lian Fei berbalik, berjalan ke meja rendah, lalu mengambil sebuah botol kecil dari kotak kayu. Cairan di dalamnya berwarna kebiruan, berkilat mengerikan.
“Ini ramuan khusus. Tidak akan membunuh, hanya membuat tubuh lemah, panas, dan tak berdaya selama beberapa hari. Kau hanya perlu mencampurkannya ke dalam teh Permaisuri.”
Mei terperanjat keras. “Apa?! Itu—itu pengkhianatan! Permaisuri adalah junjungan hamba! Mana mungkin—”
“Mana mungkin?” potong Lian Fei, suaranya meninggi tajam. “Jangan pura-pura mulia, Mei. Kau hanyalah pelayan rendahan. Apakah kesetiaanmu pada Permaisuri lebih besar daripada cintamu pada Li Shan?”
Mei terdiam, wajahnya pucat pasi. Kata-kata itu menghantam batinnya.
Lian Fei menyeringai. “Pikirkan baik-baik. Kau punya waktu sampai besok pagi. Jika kau menolak, maka sebelum matahari terbit, Li Shan akan menjadi sejarah.”
Ia menepuk tangan lagi, lalu pengawal menyeret Mei ke luar ruangan. Gadis malang itu jatuh berlutut di halaman, menggigil, masih memeluk botol kecil di tangannya.
***
Happy Reading ❤️
Mohon Dukungan untuk :
• Like
• Komen
• Subscribe
• Follow Penulis
Terimakasih❤️