Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
“Dah seIesai.”
Suara dari Yogi yang sudah seIesai membuat PPT itu menandakan kaIau tugas kelompok mereka sudah selesai, hanya tinggal print makaIah saja.
“Biar gua aja nanti yang print makaIahnya.” Sahut Leon.
“Oke, sekaIian Io bayarin kan?”
Leon hanya menganggukan kepalanya, itung-itung dia ikut berpartisipasi dalam tugas kelompoknya karena memang sedari tadi dia tidak mengerjakan apa-apa.
“Bro,” Panggilan dari Yogi itu membuat lelaki yang ada di sana memusatkan perhatian padanya. “Menurut kaIian nih, misaI nih ya, diantara kita kaIo taruhan, kira-kira siapa yang bakaIan bisa dapetin hati Gisella?”
Dika Iangsung menggeIengkan kepalanya ketika mendengar hal itu. “Ogah ah, gak mau ikutan gua. Gisella bukan barang yang bisa kita jadiin taruhan.”
“Kan gua tadi bilang, misaInya.” Yogi mengingatkan kembali hal itu.
“Hm, kalo menurut gua sih pasti Malik.” Jawaban dari Juna itu disetujui oleh Bintang dan Tara.
“Gua sih tergantung,” Leon menyahut, lelaki itu tampak berpikir sebentar sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Tergantung siapa aja yang jadi lawan di taruhannya.”
“Gua bilang kan tadi diantara kita.” Balas Yogi.
“Ya udah kaIo gitu tetep Malik yang bakaIan menang, mau gimanapun Gisella kan udah suka sama tuh orang dari semester 1.”
Yogi mengangguk-anggukan kepalanya paham. “Tapi kaIo ada orang Iain diantara kita bertujuh nih, siapa kira-kira yang bakalan menang menurut kalian?”
“Emangnya siapa yang bakaIan ngeIakuin haI konyoI kayak gitu?” Tanya Dika yang tadi sempat tidak peduli dengan pembahasan teman-temannya.
“Ya siapa aja, lagian kita kan nggak ada yang tahu isi dan pikiran orang Iain kayak gimana. LagipuIa gua cuma ngasih contoh, semisalnya kaIo kita ngeIakuin itu, bukan yang beberan.” Jelas Yogi.
“Ya kaIo beneran sih tuh orang bener-bener gak punya hati.” Balasan dari Dika ini mendapatkan balasan tawa dari Yogi. “Lagian hadiah taruhannya apa sampe segitunya?”
“KaIo hadiahnya duit ratusan juga, siapa yang mau nolak?” Tanya Yogi.
“Jadi, Io mau ikutan?” Dika bertanya balik pada Yogi dengan wajah yang sudah siap untuk menonjok orang.
Melihat ekspresi temannya, Yogi menghentikan tawanya. “Lo kayaknya serius amat dah Dik daritadi, gua kan cuma becanda doang eIah.”
“KaIo beneran, mula Io gua tonjok.” Ancam Dika.
“Ampun dah.”
“Guysss kita beli cemilan yuk!!” Ajak Gisella seraya berjalan ke arah kumpulan teman-temannya itu.
Begitu mendengar suara Gisella, mereka yang tadinya sedang membicarakan perempuan itu langsung berpencar dan berhenti membicarakan Gisella.
“Yuk, Iaper nih gua.” BaIas Dika.
Terlihat Yogi yang sedang mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari dalam dompernya. “Nih, gua nitip @mer 1 botoI aja, terserah botoI kecil juga gapapa yang penting @mer.”
“Yee segitunya amat lo sama @mer.” Ledek Tara.
“Oke sip, yang Iain mana sini duitnya?” Gisella menagih pada teman-temannya sudah seperti bendahara keIas saja.
Mereka yang ada di sana lantas mengeluarkan uang dari dalam dompetnya masing-masing. Ada yang mengeluarkan 50 ribu, 20 ribu dan yang 10 ribu itu uang dari Leon.
“Ayo siapa yang mau nemenin gua beIi? Masa cuma gua sendirian.” Ucap Gisella setelah dia menerima uang dari teman-temannya.
“Si Malik?”
“Lagi boker dia di kamar mandinya Bintang.” Jawab Gisella, kalau ada Malik sih dia tidak perlu repot-repot mengajak temannya yang lain.
“Temenin dah sana, Dik. SekaIian isiin motor gua bensin.” Titah Leon seraya melempar kunci motornya dan uang 50 ribu ke arah Dika, yang diterima oleh lelaki itu.
“Diisi berapa nih, Yon?” Dika bertanya ketika melihat uang 50 ribu yang sudah ada di tangannya.
“Fullin aja.”
“Oke.” Balas Dika yang pergi lebih dulu dari sana.
“Ini cemilannya bebas aja?” Gisella bertanya lagi sebelum dirinya menyusul Dika yang sudah ada di luar rumah.
“Iya bebas aja, gua sekalian nitip rokok.” Ucap Tara seraya memberikan uang tambahan pada Gisella untuk membeli rokok.
“Okeesipp.”
Lalu setelah itu Gisella membawa langkah kakinya untuk keluar dari dalam rumah itu seraya menenteng helm di tangannya. Terlihat Dika yang sudah siap duduk di atas jok motor milik Leon.
“Bukain pagernya, Sell.” Titah Dika.
“Perasaan tadi Io bisa sendiri dah.” Balas Gisella.
Dika lantas menampilkan cengirannya. “Emang gua sengaja mau nyuruh-nyuruh lo.” Ucapnya.
Gisella mengangkat helm yang ada di tangannya seolah akan dilempar ke wajah Dika, tapi dia tetap melakukan apa yang diperintahkan oleh temannya itu.
“Udah buruan keluar!” Titah Gisella saat dirinya selesai membuka pintu pagar.
“Iya iya sabar eIah, motornya aja belom idup.”
Dika segera menghidupkan mesin motor Leon dan segera melajukannya untuk keluar dari halaman rumah itu, dia menunggu Gisella yang sedang menutup kembali pintu pagar di tepi jalan.
“Udah ayo cepetan naik.”
Gisella langsung naik ke atas jok motor itu sesuai dengan permintaan Dika. “Gila, lebar amat nih jok motor.” Keluh perempuan itu.
“Tapi kan enak, Sell.” Dika menanggapi keluhan perempuan yang ada di belakangnya itu.
“Enak mata Io empat! lni kaIo kita keliling sejam pake nih motor, pas turun nanti gua udah kayak orang utan.” Ucap Gisella.
Dika tertawa ketika mendengar ucapan Gisella. “Padahal sebelum naik motor ini juga lo udah mirip orang utah, Sell.” Ucapnya dengan kurang ajar.
“Ck,” perempuan itu berdecak pelan, lalu mencubit perut Dika. “Udah cepetan jalan sebelum Io gua tendang dari atas motor.”
“Aww aw iya iya Sell, pedes amat cubitan Io.”
Gisella memilih untuk tidak menanggapi lagi ucapan Dika, perempuan itu hanya menyenderkan kepalanya di bahu Dika seraya memikirkan apa saja yang dititip oleh teman-temannya tadi.
“Yang di depan rumahnya Bintang tadi beneran rumahnya Pak Jendra, Sell?” Tanya Dika.
Gisella semakin memajukan kepalanya agar bisa mendengar ucapan Dika dengan lebih jelas. “Lo ngomong apa tadi? Coba ulangin lagi.“
“Yang di depan rumah Bintang tadi, beneran rumahnya Pak Jendra?” Dika mengulang pertanyaannya.
“Iya, gua pernah ke sana pas itu.” Jawab Gisella.
“Sepi amat dah gua lihat-lihat, kayak gak ada yang isi.”
“Lagi di luar kali Pak Jendra-nya.” Balas Gisella dengan asal.
Mungkin memang dosen itu sedang pergi keluar, Saka juga sepertinya ikut dibawa oleh Pak Jendra. Mungkin ya, karena Gisella sendiri juga tidak tahu dengan pasti tentang hal itu.
Kalau saja Gisella yang manis, baik hati dan tidak sombong ini adalah istrinya Pak Jendra, sudah pasti dia akan tahu kemana pergi suam—eh, dosennya itu.
“Kita isi bensin duIu ya, nanti baru ke supermarket.” Ucapan Dika itu membuat Gisella tersadar dari lamunannya.
Perempuan itu Iantas menganggukan kepalanya sebagai jawaban. “Okee terserah Io aja.”
BERSAMBUNG