NovelToon NovelToon
Operasi Gelap

Operasi Gelap

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Balas Dendam / Mata-mata/Agen / Gangster / Dark Romance
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Radieen

Amara adalah seorang polisi wanita yang bergabung di Satuan Reserse Narkoba. Hidupnya seketika berubah, sejak ia melakukan operasi hitam penggrebekan sindikat Narkoba yang selama ini dianggap mustahil disentuh hukum. Dia menjadi hewan buruan oleh para sindikat Mafia yang menginginkan nyawanya.
Ditengah - tengah pelariannya dia bertemu dengan seorang pria yang menyelamatkan berulang kali seperti sebuah takdir yang sudah ditentukan. Perlahan Amara menumbuhkan kepercayaan pada pria itu.
Dan saat Amara berusaha bebas dari cengkraman para Mafia, kebenaran baru justru terungkap. Pria yang selama ini menyelamatkan nyawanya dan yang sudah ia percayai, muncul dalam berkas operasi hitam sebagai Target Prioritas. Dia adalah salah satu Kepala geng Mafia paling kejam yang selama ini tidak terdeteksi.
Amara mulai ragu pada kenyataan, apakah pria ini memang dewa penyelamatnya atau semua ini hanyalah perangkap untuknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radieen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak di Hutan Pinus

Amara memasukkan USB berjenis OTG itu ke ponsel milik Haris. Haris menatapnya dengan sinis.

“Lihatlah sekarang. Aku tidak punya waktu. Fai sedang sekarat di luar sana. Kita harus pergi. Jika kau ingin memborgolku, lakukanlah setelah kita menemukannya. Aku berjanji aku tidak akan melawan.”

Haris menatap layar ponselnya, tatapannya kosong, tetapi jari-jarinya mulai menggeser file log itu. Ia melihat sandi yang rumit, metadata yang aneh, tetapi ia melihat beberapa nama yang ia kenal, nama petinggi perusahaan farmasi dan nama-nama yang terkait dengan misi-misi mereka yang selalu gagal.

Belum sempat ia mencerna semua isi file itu, tiba-tiba layar pada ponselnya berubah menjadi biru kehitaman. Muncul kode – kode aneh yang tidak bisa mereka pahami. Lalu ponsel itu meredup dan mati.

Namun saat layar padam, cahaya samar kembali muncul. Tulisan asing berwarna merah menyala melintas cepat di layar, seolah menertawakan mereka. Haris terbelalak, ponselnya jelas sudah terinfeksi.

"Amara… file yang kau bawa tadi," bisiknya serak, "ini bukan sekadar data. Ini virus, mereka bisa melacak kita lewat ini."

Ponsel itu bergetar keras, panas merambat ke telapak tangan Haris, memaksa ia menjatuhkannya ke lantai. Layar retak berpendar sebentar, sebelum mati total dengan bau komponen terbakar.

Haris membanting ponselnya, ” Sialan!!!”

Ia lalu menarik napas panjang, mata lelahnya menatap Amara. Keputusan telah dibuat.

“Tidak ada borgol,” kata Haris, suaranya tegas. “Aku percaya padamu. Tapi kita tidak bisa begini. Kita harus bertindak cerdas.”

Haris mengambil kantong plastik hitam yang berisi pakaian kotor Amara. “Kita bawa ini. Kita tidak meninggalkannya di sini. ”

Ia menatap mobil Juliet yang terparkir di luar. “Mobilku terlalu mencolok. Kita pinjam mobil Juliet. Tapi kita harus ganti plat nomornya. Aku akan mengubah plat nomor mobil Juliet dengan plat mobil dinas yang tidak terdaftar, aku punya cadangan di mobilku.”

“Apa rencanamu?” tanya Amara.

“Kita cari buronan itu. Dia terluka, geraknya pasti lambat. Jika memang dia bermusuhan dengan Bara, mereka pasti bisa segera menangkapnya. Tidak usah menarik Raditya, dia terlalu emosional,terlalu mudah di baca.” Haris berbalik, berjalan menuju pintu. “Kita butuh lokasi pria itu yang terakhir. Apakah dia punya alat pelacak?”

Amara menggeleng. “GPS yang kucuri hanya berfungsi di apartemennya. Dia melarikan diri dengan smartwatch-nya, mungkin. Tapi aku tidak tahu bagaimana cara mengaktifkan pelacak di sana.”

Haris meraih kunci mobilnya dari saku. Ia memandang Amara. “Tidak apa-apa. Kau sudah menyalin log Fai. Sekarang kita cari Fai di sekitar hutan. Dia pasti tidak akan pergi jauh. Dan kita harus pergi sekarang.”

Haris dan Amara melangkah keluar dari klinik, meninggalkan Juliet yang masih tersedu-sedu di tengah reruntuhan kaca dan botol obat. Haris berjalan cepat menuju mobilnya yang diparkir jauh di balik semak-semak pinus. Amara mengikutinya, tangannya menggenggam erat tas plastik hitam berisi bukti yang harus mereka hilangkan.

"Kita tidak punya banyak waktu," kata Haris sambil membuka bagasi mobilnya. Ia dengan cepat mengambil plat nomor dinas cadangan yang tampak kusam dan tua, serta sebuah kotak peralatan kecil. "Mereka pasti akan segera kembali untuk membersihkan lebih tuntas."

Ia melirik ke mobil hatchback biru tua milik Juliet. "Kita ambil mobil itu. Lebih mudah disamarkan di jalanan kota."

Amara mengangguk, lalu berbalik menuju Juliet. Dokter hewan itu kini mencoba menegakkan kembali meja operasi yang terguling, tubuhnya gemetar ketakutan.

"Juliet," panggil Haris, suaranya tenang namun memerintah. "Kami pinjam mobilmu."

Juliet tersentak, menjatuhkan lap yang dipegangnya. "Pinjam? Tidak! Kalian sudah menghancurkan klinikku, lisensiku, sekarang masih mau pinjam mobil? Aku tidak akan membiarkan kalian menyeretku lebih jauh ke dalam masalah!"

"Kau sudah terlibat," balas Haris tajam, tanpa emosi. "Mobilmu lebih aman daripada mobilku yang sudah lama mereka kenal. Jika mereka melihat mobilku, mereka akan tahu bahwa salah satu dari kita terlibat. Aku akan mengganti plat nomornya, dan kami akan mengembalikannya."

"Aku tidak peduli! Pertolonganku sampai di sini! Bawa saja mobilmu itu dan pergilah! Kalau kau tida suka Haris, bunuh saja aku sekarang!" teriak Juliet, suaranya pecah. Ia sudah kehilangan kendali.

Haris dan Amara saling pandang. Haris maju selangkah, hendak memaksa, tetapi Amara lebih cepat. Ia menyentuh lembut bahu Juliet.

"Aku mengerti, Juliet," kata Amara dengan nada yang lebih lembut dari sebelumnya. "Kami berjanji, kami tidak akan pernah melibatkanmu lagi. Tapi untuk yang terakhir kali, tolonglah kami sekali lagi."

Juliet menatap Amara, tatapannya beralih dari kemarahan menjadi keputusasaan yang mendalam. Ia melihat Amara, yang hanya mengenakan kaus dan celana training kebesaran, Juliet tahu pria itu bukan sekedar buronan buat Amara.

"Tidak," bisik Juliet, menggeleng. "Tidak untuk mobil."

Ia melangkah ke sudut ruangan, menarik kain penutup tebal. Di bawahnya, terparkir sebuah Honda CBR250RR berwarna hitam yang masih mulus.

"Kau bisa pakai ini," kata Juliet. "Plat nomornya tidak terdaftar atas nama klinik. Dan di jalanan berlumpur, ini akan lebih cepat. Aku tidak punya energi untuk berdebat lagi. Sebaiknya kalian pergi sebelum aku berubah pikiran."

Amara terbelalak. Itu adalah model motor yang sama, bahkan warna yang sama persis, dengan motor yang dulu ia gunakan sebelum insiden kecelakaan yang menimpa orang tuanya.

Senyum tipis yang tulus akhirnya tersungging di bibir Amara setelah sekian lama. Matanya bersinar.

"Terima kasih, Juliet," kata Amara, mengambil kunci motor itu.

Haris menghela napas panjang, kekecewaannya karena tidak mendapatkan mobil segera tergantikan oleh rasa syukur. Motor memang lebih mudah bergerak di jalan setapak. Ia tahu, mereka sudah menghabiskan terlalu banyak waktu. Haris mendekati Juliet, dia segera memegang kepala belakang Juliet dan mencium kening dokter muda itu.

"Kau memang selalu bisa aku andalkan!” Senyum Haris begitu berbinar. "Ayo," kata Haris, mengambil helm yang tergantung di motor Juliet. "Kita harus bergerak cepat. Kau yang mengemudi, kau lebih gesit."

Amara mengangguk. Ia memboncengkan Haris, yang membawa tas berisi obat-obatan dan kantong plastik hitam berisi bukti yang harus mereka hilangkan. Motor itu meraung pelan, memecah keheningan pagi yang dingin dan lembap.

Amara memacu motor itu dengan kecepatan penuh, melewati jalan setapak berlumpur yang mungkin saja dilalui Bara dan kawanannya. Haris berpegangan erat pada pinggang Amara.

"Dia pasti tidak bisa pergi jauh. Luka tembak itu akan membuatnya bergerak lambat dan kehilangan darah lebih banyak. Dia akan mencari tempat tersembunyi, mungkin parit atau gubuk tua yang terisolasi kita akan menyusuri tempat ini perlahan." Teriak Haris dari balik helmnya.

Amara memanggut. Mereka mulai menyisir pinggiran hutan pinus. Motor itu meliuk di antara pohon-pohon. Haris, yang duduk di belakang, bertugas sebagai pengawas. Matanya menyapu setiap bayangan, setiap patahan ranting, setiap jejak sepatu yang mungkin ditinggalkan Bara.

"Berhenti!" teriak Haris.

Amara mengerem mendadak. Motor itu tergelincir sebentar di atas lumpur, lalu berhenti.

Haris melompat turun. Ia menunjuk ke arah semak-semak yang baru saja mereka lewati. "Itu! Jejak kaki."

1
Piet Mayong
next up Thor
Piet Mayong
bravo Amara....
fai selalu bisa diandalkan...
Piet Mayong
lanjutkan thorrr....
💪💪💪💪
Piet Mayong
Amara memang anak seorang polisi sejati...
hebat Amara ayo Brantas kejahatan polisi korup....
Piet Mayong
wah bravo buat komandan Alfian 👏👏👏👏👏
betapa lihainya memainkan perasaan mu Amara
Piet Mayong
yok next part
Piet Mayong
hahhahaha....mau jungkir balik rasanya baca part ini...
good job thor
Piet Mayong
wow wwww kerenn sumpah ikut lari larian aku tadi....
ini bisa jadi sekutu itu Raditya kira2 masuk gak ya
Radieen: Terima kasih kak 🙏🙏
Terus ikutin Amara dan Lucian ya, biar author semangat 🥰🥰
total 1 replies
Piet Mayong
lah dalah JD Haris ini polisi bersih apa kotor sih??
Piet Mayong
aduh pak Raditya begitu emosionalnya...
🤣🤣🤣
Piet Mayong
siapa???
Raditya kah???
haduhhhh makin penasaran nih
Piet Mayong
ini komandan sudah tau kalau Amara mengetahui rahasianya kah??
wah dalam bahaya kau Amara.,..
ati ati y
Piet Mayong
Hahahha....
kok bisa ya secerdik itu dia...
Piet Mayong
banyak yg jaga Amara sih sebenarnya cuma aneh gthu perhatian mereka..🤣🤣
Piet Mayong
masih meraba raba karakter Haris.
.
Piet Mayong
ayo cepet temukan fai sekarang sebelum ketangkap..
Piet Mayong
ini pasti ulah dari Haris...
wah g nyangka sekalinya Amara dilingkungan toxic...
semoga Amara berhenti JD polisi aja deh, gak guna lencanamu kalau hidupmu sudah dikondisikan dgn mereka para penjilat uang haram...
yok yok semanggad thor
Piet Mayong
fai harus bertahan ya...jgn menyerah gthu aja.

💪💪💪💪
Piet Mayong
semoga Haris bukan polisi korup seperti komandan Alfian
🙏🙏🙏🙏
Piet Mayong: tapi g mungkin kan komandan Alfian g punya tangan kanan??
atau sebaliknya Haris ini aslinya suka sama Amara dan dia cemburu buta maybe????
next part Thor 🙏🙏🙏
total 2 replies
Piet Mayong
so sweet deh fai dan Amara...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!