NovelToon NovelToon
Suami Dingin dari Perjanjian Lama

Suami Dingin dari Perjanjian Lama

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Perjodohan / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:25.8k
Nilai: 5
Nama Author: Mutia Kim

Velora, dokter muda yang mandiri, tak pernah membayangkan hidupnya akan berubah hanya karena satu janji lama keluarga. Arvenzo, CEO arogan yang dingin, tiba-tiba menjadi suaminya karena kakek mereka dulu membuat perjanjian yakni cucu-cucu mereka harus dijodohkan.

Tinggal serumah dengan pria yang sama sekali asing, Velora harus menghadapi ego, aturan, dan ketegangan yang memuncak setiap hari. Tapi semakin lama, perhatian diam-diam dan kelembutan tersembunyi Arvenzo membuat Velora mulai ragu, apakah ini hanya kewajiban, atau hati mereka sebenarnya saling jatuh cinta?

Pernikahan paksa. Janji lama. Ego bertabrakan. Dan cinta? Terselip di antara semua itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutia Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24. Makanan buat Arvenzo

Siang itu, saat Velora kembali sibuk bekerja, pintu kamar VVIP terbuka. Tomi masuk bersama Alex, keduanya tampak tegang.

“Tuan,” sapa Tomi pelan, “Ada kabar soal Leona.”

Arvenzo yang sedang bersandar di ranjang hanya menoleh malas. Sorot matanya tajam, tapi nadanya tenang. “Apa sekarang? Dia belum mati juga?”

Alex menelan ludah. “Keadaannya parah, Bos. Setelah semua yang terjadi Leona disiksa habis-habisan sama orang-orang kita. Perintahnya langsung dari tuan Pradipta dan tuan besar Wardhana.”

Ruangan seketika hening. Hanya suara mesin monitor yang terdengar. Arvenzo tidak langsung menanggapi, hanya menatap lurus ke depan seakan kabar itu tidak menyentuh hatinya sedikit pun.

“Kalau itu perintah Papa dan Kakek,” ucap Arvenzo berkata datar, “Ya biarkan. Leona pantas mendapatkannya. Dia sudah berusaha menghancurkan hidup saya dan istri saya bahkan hampir membuat saya bertemu dengan Tuhan.”

Tomi gelisah, tapi menahan diri. “Tuan, dia sekarang benar-benar sekarat. Mau tetap kita biarkan begitu?”

Arvenzo menoleh, menatap tajam. “Kamu dengar baik-baik. Saya tidak peduli. Mau dia hidup atau mati, itu bukan urusan saya lagi. Selama Papa dan Kakek yang atur, saya tidak akan ikut campur. Saya sudah cukup terseret karena perempuan itu.”

Alex mengangguk patuh, meski raut wajahnya tampak kurang nyaman. “Baik, Bos. Kami akan tetap monitor, tapi kami tidak ambil keputusan sendiri.”

Arvenzo mengibaskan tangan lemah, tanda percakapan selesai. “Pergi. Jangan sebut nama perempuan itu lagi di depan saya!”

Tomi dan Alex menunduk, lalu melangkah keluar. Pintu tertutup kembali, meninggalkan Arvenzo dalam keheningan.

Ia menghela napas panjang, menatap ke arah jendela. Dalam hatinya tidak ada ruang untuk belas kasihan pada orang yang berniat menghancurkan hidupnya.

Begitu pintu kamar VVIP tertutup, Tomi dan Alex berjalan ke lorong. Suasana agak sunyi, hanya terdengar langkah kaki mereka di lantai marmer.

“Tom, Bos dingin dan kejam banget ya,” bisik Alex pelan, matanya masih menatap pintu kamar.

Tomi menghela napas, menepuk bahu Alex. “Iya, tapi kamu harus ngerti. Semua ini akibat Leona sendiri. Dia nyaris bikin Bos hampir mati. Kalau aku, mungkin juga bakal sama dinginnya sama tuan Arvenzo sekarang.”

Alex menunduk, mengangguk. “Ya, tapi tetap saja lihat wajahnya tadi, nggak ada setitik belas kasihan. Bahkan ketika aku bilang Leona sekarat, dia--”

“Dia nggak peduli,” potong Tomi. “Dan itu wajar. Kamu pikir hidup kamu bakal tetap aman kalau ada orang yang hampir bikin kamu hilang segalanya? Bos cuma menjaga diri dan istrinya. Lagian ini bukan kita yang nyiksa, itu perintah tuan besar Wardhana sama tuan Pradipta. Bos cuma fokus sama istrinya dan masa depan dia.”

Alex mengangguk pelan, meski raut wajahnya masih terlihat tidak nyaman. “Iya, ya, aku ngerti. Tapi tetap, dingin banget sih.”

Tomi tersenyum tipis, menepuk pundak Alex lagi. “Santai, kita cuma pengantar. Yang penting kita pastikan semuanya berjalan sesuai perintah, dan Bos tetap aman.”

...****************...

Arvenzo menoleh ke jam dinding di ruang VVIP. Jarum jam sudah menunjuk pukul enam sore. Alisnya mengernyit, dadanya terasa sedikit tidak nyaman. “Kenapa Velora belum balik? Jam kerjanya kan cuma sampai jam empat,” gumamnya pelan, lalu ia meraih ponsel untuk menelpon.

Namun sebelum sempat menekan panggilan, pintu terbuka perlahan. Velora melangkah masuk, wajahnya sedikit memerah, napasnya masih tersengal karena buru-buru. Di tangannya ada nampan kecil berisi semangkuk Salmon Miso Soup hangat.

“Maaf, Ar... aku telat,” ucapnya sambil meletakkan nampan di meja dekat ranjang. Tatapannya lembut, senyumnya malu-malu. “Aku sempat ke dapur rumah sakit buat masakin kamu ini. Aku tahu kamu nggak suka makanan rumah sakit, jadi aku buat sendiri.”

Arvenzo menatapnya dengan raut heran bercampur kagum. “Di dapur rumah sakit? Darimana bahan-bahannya?”

Velora menunduk sedikit, menepuk hidungnya pelan. “Aku minta anak buahmu beliin bahan. Kalau kelamaan jelasin, nanti supnya keburu dingin.”

Arvenzo hanya bisa menghela napas kecil. Ada rasa yang sulit ia sembunyikan. “Kenapa kamu merepotkan diri sampai harus buatkan aku makanan.”

Velora duduk di kursi samping ranjang, menyiapkan sendok. “Aku nggak mau kamu kelaparan, Ar. Apalagi kamu selalu ngeluh nggak suka makan makanan rumah sakit.”

Arvenzo terdiam sejenak, lalu menunduk sedikit menerima suapan pertama dari Velora. Aroma sup miso yang lembut langsung mengisi mulutnya, membuat perutnya nyaman.

“Hmm...” gumamnya pelan. “Rasanya memang jauh lebih enak dari makanan rumah sakit.”

Velora tersenyum bangga. “Tentu saja, aku masak dengan tulus.”

Arvenzo melirik sekilas, menahan senyum. “Jangan GR.”

Velora terkekeh kecil, lalu kembali menyuapinya. Suasana ruangan jadi hangat hanya ada suara sendok beradu pelan dengan mangkuk, dan hembusan napas tenang mereka berdua.

Setelah beberapa sendok, Arvenzo berhenti, menatap Velora lama. “Terima kasih, Vel. Supnya enak dan aku benar-benar menghargai semua perhatianmu.”

Velora menatap balik, matanya berkaca-kaca, lalu tersenyum hangat. “Aku cuma mau kamu sehat, Ar. Itu saja.”

...****************...

Pagi hari menyapa ruang VVIP dengan cahaya matahari yang menembus tirai tipis. Suasana tenang hanya diiringi suara mesin monitor yang berdetak pelan.

Arvenzo perlahan membuka mata, tubuhnya terasa agak pegal setelah semalaman lebih banyak berbaring. Ia menghela napas, lalu menoleh ke arah Velora yang sibuk membereskan meja kecil di samping ranjang.

“Vel,” panggilnya serak.

Velora menoleh cepat. “Ya, Ar? Mau apa?”

“Aku mau mandi. Badanku lengket,” gumamnya sambil mencoba bangkit sedikit.

Velora cepat-cepat menahan. “Hei, jangan sembarangan gerak dulu. Lukamu belum boleh kena air. Dokter juga sudah bilang.”

Arvenzo mendengus pelan. “Lalu apa aku harus berbaring dengan tubuh kotor begini terus?”

Velora terdiam sejenak, wajahnya menegang. Ia tahu pasien dengan luka operasi memang tidak boleh sembarangan terkena air. Akhirnya ia menarik kursi, duduk di samping ranjang. “Ya sudah aku bantu. Aku ambil air hangat dulu, kita lap badanmu.”

Arvenzo menatapnya lama, seolah ingin memastikan ia serius. “Kamu sendiri nih?” tanyanya dengan nada setengah menggoda.

“Ya siapa lagi? Masa aku minta perawat?”

"Ya nggak mau lah, lebih baik istri aku yang lap-in badan aku daripada badanku ini dilihat perempuan lain."

Pipi Velora langsung merona mendengarnya.

Beberapa menit kemudian, Velora datang dengan baskom berisi air hangat, handuk kecil, dan kain lap bersih. Ia meletakkannya di meja, lalu menarik napas panjang sebelum mulai. Tangannya sedikit gemetar saat membuka kancing baju pasien Arvenzo.

Arvenzo mengangkat alis, menyadari wajah Velora yang memerah. “Kamu deg-degan ya?” suaranya rendah, ada nada menahan senyum.

Velora melotot singkat, pura-pura sibuk membasahi kain lap. “Diam, Ar. Jangan aneh-aneh. Aku lagi serius.”

Ia mulai mengelap tubuh Arvenzo perlahan. Dari bahu, dada, hingga lengan yang berotot. Jantung Velora berdebar kencang, tangannya berusaha setenang mungkin walau wajahnya makin panas.

Arvenzo sendiri hanya menatapnya, matanya tak lepas dari wajah istrinya yang jelas-jelas salah tingkah. Senyum samar muncul di bibirnya. “Pipi kamu memerah, Vel.”

“Sudah, jangan ngomong apa-apa!” potong Velora cepat, hampir menjatuhkan kain karena gugup.

Namun meski deg-degan, ia tetap melanjutkan dengan sabar. Setiap usapan terasa penuh perhatian, seolah ingin memastikan suaminya tetap nyaman. Sementara Arvenzo, walau berusaha menjaga ekspresi datar, dalam hati justru merasa hangat ada sesuatu yang berbeda saat istrinya sendiri yang merawatnya seperti ini.

......................

Kalian juga bisa mampir ke novel :

Nama pena : Widianingsih

Judul : Penyesalan Tiada Arti

Ceritanya tak kalah seru dan menarik😍

1
rokhatii
pulang aja kan ada dokter pribadi yang tidur satu kamar 🤭🤭
rokhatii
aduh duh yang mulai jatuh cinta
Rahma Rain
aduhhh Vel!!! kok suka macha sih.. rasa nya macam rumput yang di blender nggak enak😭😭😭
Rahma Rain
duhh sweet nya..😊😊🤭🤭🤭
Rahma Rain
wihhh pemandangan segar nih 🤭🤭🤭jangan sampai terlewat kan Vel..
Rahma Rain
jadi pengen liburan sama Honey moon tapi seketika aku sadar jika aku jomblo setengah masak😂😂
sunflow
mewek aq part ini
sunflow
ya ampun .. bangjn bang arven blm juga belah duren 🤣🤣
Wida_Ast Jcy
pengagum rahasia nih🤭
Wida_Ast Jcy
do'akan ya biar aku sadar
Drezzlle
Harusnya bilang aja sih Ar, biar di labrak sekalian. Selesai
Drezzlle
Mantan kamu Vel ..😭😭 Tapi kayaknya Arvenzo masih nyembunyiin deh
Shin Himawari
aaahh meleyot aku tuh kalo liat cowo acf of serviceee
Shin Himawari
Velo jangan keras kepala, dengerin suami ajaa
mama Al
duh kalau dia tahu yang buat saham anjlok adalah Ethan gimana tuh.
pasti velora merasa bersalah.
kim elly
di spon
kim elly
pasti makanan rs hambar
kim elly
😩😩baik banget sih vel
kim elly
kangen ya
kim elly
nggak fokus tulisan alex di baca axel 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!