NovelToon NovelToon
Bu Guru, I Love You

Bu Guru, I Love You

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dede Dewi

Menjadi seorang Guru adalah panggilan hati. Dengan gaji yang tak banyak, tetapi banyak amanah. Itulah pilihan seorang gadis bernama Diajeng Rahayu. Putri dari seorang pedagang batik di pasar Klewer, dan lahir dari rahim seorang ibu yang kala itu berprofesi sebagai sinden, di sebuah komunitas karawitan.
Dari perjalanannya menjadi seorang guru bahasa Jawa, Diajeng dipertemukan dengan seorang murid yang cukup berkesan baginya. Hingga di suatu ketika, Diajeng dipertemukan kembali dengan muridnya, dengan penampilan yang berbeda, dengan suasana hati yang berbeda pula, di acara pernikahan mantan kekasih Diajeng.
Bagaimana perjalanan cinta Diajeng? Mari kita ikuti cerita karya Dede Dewi kali ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dede Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Dengam Asesor

Setelah donor darah untuk Adnan, Diajeng segera menuju ruang rawat inap bapaknya.

"Assalamu'alaikum." salam Diajeng saat memasuki ruang rawat inap pak Sabari yang VIP.

"Wa'alaikumussalam, Nduk. Baru datang?" tanya pak Sabari.

"Iya pak. Maaf ya pak. Bapak sudah sholat belum? Sudah makan belum?" tanya Diajeng sambil membuka plastik berisi nasi padang bungkus yang sempat dia beli di pinggir jalan.

"Bapak sudah sholat, kalau makan, bapak belum." jawab Pak Sabari.

Setelah mengeluarkan nasi bungkus itu, Diajeng menyapu pandang ke seluruh ruangan.

"Mbak Nuk kemana, pak?" tanya Diajeng.

"Bapak suruh pulang." jawab pak Sabari.

"Loh, kok pulang? Bapak ga ada temennya dong." Protes Diajeng.

"Ada kok. Tadi ada temen bapak yang melihat bapak di rawat di sini. Dia direktur rumah sakit ini, lalu dia menawarkan diri untuk menemani bapak. Alhamdulillah bapak ditemani sampai waktu sholat." jawab Pak Sabari.

"Oh... teman apa pak?" tanta Diajeng sambil bersiap untuk makan.

"Temen sekolah di pondok pesantren dulu, Nduk."

"Owalah. Ya udah, kita makan dulu ya pak. Atau bapak mau makan menu yang dari rumah sakit?" tawar Diajeng.

"Iya, bapak makan yang dari rumah sakit saja. Kalau kata ahli gizi 'kan, pasien itu tidak disarankan makan makanan dari luar rumah sakit." pak Sabari menjelaskan seperti yang beliau tau dari ahli gizi yang bertandang beberapa bulan lalu saat pak Sabari juga pernah drop.

"Hehe, iya juga sih. Bapak memang pasien yang patuh aturan ya. Biar cepat sembuh ya pak." kata Diajeng.

"Iya lah, bapak 'kan ga mau lama-lama di sini." jawab pak Sabari.

Kemudian Diajeng menyuapi pak Sabari dengan hati-hati, kemudian membantu bapaknya meminum obat setelah makan. Dan sesekali bercerita tentang kejadian di sekolahan.

Setelah menyuapi bapaknya, giliran Diajeng yang makan nasi bungkusnya. Setelah selesai makan, Diajeng membuka ponselnya dan membagi beberapa tugas kepada rekan kerjanya di sekolahan, kemudian melihat jam tangannya.

"Kalau mau kembali ke sekolahan, gapapa lho, Nduk. Bapak gapapa. Bapak sudah sehat, tinggal nunggu dibolehin pulang aja." kata pak Sabari melihat gelagat anaknya kurang tenang.

"Oh, Ya pak, tapi bentar, Diajeng hubungi pak Bejo dulu, siapa tau pak Bejo bisa menemani bapak di sini." kata Diajeng sambil menempelkan ponselnya di telinga.

"Halo, assalamu'alaikum pak Bejo." salam Diajeng.

"Pak, bisa temani bapak di rumah sakit tidak? Okey, saya tunggu ya pak. Saya mau balik ke sekolahan soalnya." kata Diajeng kepada orang di seberang telepon.

"Pak Bejo mau ke sini pak." kata Diajeng.

"Ya wis, sekarang kamu tinggal aja gapapa. Bapak sudah mengantuk juga, bapak mau tidur." kata pak Sabari.

"Gapapa pak, Ajeng tunggu pak Bejo dulu. Sekolahan juga sudah dihandle pak Hadi, paling nanti abis ashar, Ajeng harus mimpin koordinasi sebelum akreditasi pak. Karena pak Adnan belum bisa memberikan koordinasi." kata Diajeng.

"Oya, udah. Emang kapan akreditasinya, Nduk?"

"Besok lusa pak, semoga bapak sudah sembuh ya." kata Diajeng berharap.

"Iya, Nduk."

Setelah bercakap-cakap dengan putrinya, pak Sabari pun akhirnya terlelap, kemudian baru datang pak Bejo menggantikan posisi Diajeng untuk menemani pak Sabari. Diajeng segera melangkah keluar rumah sakit dan melajukan mobilnya menuju sekolahan.

Sesampainya di sekolahan, Diajeng segera mengajar jam terakhir di kelas sepuluh, kemudian ke ruang guru untuk memimpin koordinasi persiapan akreditasi. Diajeng membagi tugas kepada seluruh guru dan karyawan untuk persiapan hari terakhir besok. Kepada pak Hadi, Diajeng meminta untuk berkoordinasi dengan organisasi sekolah, seperti OSIS untuk membuat kegiatan di sekolah, supaya para siswa tetap berkegiatan di sekolahan dengan tertib, karena besok tidak pelajaran dahulu, supaya para guru bisa fokus mempersiapkan akreditasi.

💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Dua hari kemudian, hari yang ditunggu tiba. Diajeng hanya pulang sebentar untuk mandi dan ganti pakaian setelah subuh, karena semalam Diajeng menginap di rumah sakit, menemani sang bapak. Diajeng sampai di sekolahan jam lima pagi, dan seperti yang sudah direncanakan, semua guru dan karyawan sudah mulai berdatangan di jam setengah enam, untuk mempersiapkan semuanya.

Jam delapan pagi, telah datang dua tamu yang mereka nantikan. Tim asesor dari BAN-PDM (Badan Akreditasi Nasional- Pendidikan Dasar dan Menengah).

"Assalamu'alaikum pak, bu." salam Diajeng dengan sikap ramah kepada kedua asesor yang baru datang. Diajeng selaku wakil kepala sekolah sekaligus koordinator persiapan akreditasi, akhirnya terpaksa menggantikan posisi Adnan selaku kepala sekolah untuk menjadi juru bicara sekolah saat asesor tiba.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah. Ini dengan..." kata seorang asesor laki-laki berparas putih, bersih dengan rahang yang koko, kening bening dengan sedikit hitam di tengah kening, tinggi kurang lebih 185 cm dan badan yang tegap dan tidak terlalu kurus namun juga tidak gendut, hanya berisi dan tampak gagah. Baju batik tulis berwarna hijau menambah kesan ganteng pada asesor itu, disebelahnya ada rekan asesor perempuan berusia sekitar lima puluh tahunan, tampak beberapa kerutan di wajah dan tangannya, namun tetap terlihat bugar dan segar.

"Bu Ajeng. Yang tadi membagikan lokasi." kata Diajeng kepada asesor laki-laki itu sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman, tetapi ternyata, asesor laki-laki itu tidak menyambutnya, melainkan menangkupkan tangannya didepan dada, sambil tersenyum ramah, sehingga membuat Dianeng menarik kembali tangannya dan tersenyum canggung, karena baru kali ini dia telah lancang untuk bersalaman dengan lawan jenis.

"Oh, ya. Bu Ajeng. Saya Hisyam, Yang tadi menghubungi anda, dan ini rekan saya, Bu Ani." kata Asesor laki-laki yang berwajah tampan dan rupawan itu.

"Oh, ya baik, salam kenal bu Ani, saya Bu Ajeng." kata Diajeng sambil menjabat tangan asesor wanita.

"Ya bu, salam kenal." jawab Bu Ani.

"Mohon maaf sebelumnya pak, bu... bahwa untuk hari ini bapak kepala sekolah belum bisa berada di sini, karena beliau sedang sakit, dan masih di rawat di rumah sakit. Sehingga, mohon ijin untuk dua hari kedepan ini, InshaaAllah saya yang akan mendampingi pak Hisyam dan bu Ani." kata Diajeng memulai percakapannya.

"Oh, tidak apa-apa bu, semoga bapak kepala sekolah lekas sembuh ya." kata bu Ani tulus.

"Mari pak, bu, silakan masuk." ajak Diajeng kepada dua tamu terhormatnya.

Sebelum menjalankan tugas, Diajeng mengajak kedua asesor itu untuk berbincang ringan di ruang guru sebentar, kemudian duduk di ruang aula, untuk melakukan upacara pembukaan dan seremonial acara akreditasi di sekolahnya. Barulah, setelah seremonial itu, Diajeng mengajak kedua asesor berjalan mengelilingi sekolahan, dan melihat KBM di sekolahannya. Menjelaskan secara jelas dan lugas kepada kedua asesor dengan didampingi pak Hadi, selaku waka kesiswaan. Hingga tiba jam istirahat, Diajeng mendapat telepon dari bapaknya.

"Halo, Nduk."

"Ya pak?"

"Alhamdulillah bapak sudah boleh pulang. Tapi kamu tidak usah menjemput bapak. Kamu fokus saja dengan amanahmu di sekolahan, bapak nanti akan diantar teman bapak." jelas pak Sabari dari seberang.

"Oh, alhamdulillah. Tetapi kalau teman bapak repot, nanti bilang Diajeng aja pak. Biar Ajeng jemput bapak. Nanti Ajeng ijin dulu bentar." jawab Diajeng.

"Gapapa. Ini tadi, teman bapak sendiri kok yang menawarkan. Karena dia tau, kalau kamu sedang banyak pekerjaan di sekolah."

"Tidak ambulance saja to pak?" tanya Diajeng.

"Tidak, Nduk. Teman bapak benar-benar ingin mengantar bapak pulang."

"Oh, ya pak. Hati-hati ya pak. Maaf, Ajeng belum bisa menjemput bapak." kecewa Diajeng karena belum bisa fokus merawat bapaknya.

"Iya, gapapa. Ya udah, jaga kesehatan mu ya, Nduk." kata pak Sabri.

1
Etit Rostifah
lanjut, jadi penasaran ibu guru cantik n baik hati. semoga ibu guru Ajeng mendapat jodoh dari Allah yang sholeh.
Ibrahim Efendi
sm kyk ipar. MAUT!!...
Ibrahim Efendi
tu tau..... 😜
Ibrahim Efendi
😍😍😍 J E N G K O O O L L L . . .
Ibrahim Efendi
"buset dah! kirain ada petir" kata cicak 😜
Ibrahim Efendi
setiap orang yang telah melaksanakan kewajibannya dengan sebaik2nya, maka dia bukanlah beban. tapi bila melalaikan kewajibannya, maka dialah beban. siapapun dia.
Dede Dewi: MaasyaaAllah. Terimakasih atas pencerahannya pak... baarokallahufikum
total 1 replies
Punya Impian
gk gitu' bedmood aj bacanya klo gamon nya kelamaan' apalagi klo ud punya pasangan' pasangan nya siapa yg di pikirin dan di tangisin siapa😮‍💨
Punya Impian
kedepan nya ngk usah ada lebay pake drama nangis2 kak
Dede Dewi: kalau kakka diputua pacar, nangis ga kak?
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!