Dulu dia dibutakan cinta maka dari itu Douglas setujudengan perjanjian pernikahan mereka. Tapi, setelah hampir 4 tahun menikah Douglas merasa hampa tanpa hadirnya seorang anak dalam pernikahan mereka. Istrinya yang selalu sibuk tidak pernah ada waktu untuknya membuatnya semakin berada di titik jenuh pernikahannya.
"Kenapa kau tidak mencari wanita lain saja yang mau mengandung anakmu," saran sesat dari sahabat Douglas yang sepertinya patut untuk dipertimbangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lena linol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oh, Jantungku!
Satu minggu kemudian. Saat ini Freya sedang berada di kasir sebuah butik ternama di Prancis. Wanita itu terlihat memborong beberapa pakaian keluaran terbaru untuk menunjang penampilannya sebagai model ternama.
"Maaf, Nyonya, kartu Anda tidak bisa digunakan." Seorang pegawai wanita yang berdiri dibalik meja kasir itu memberikan kartu debit itu pada Freya.
"Tidak bisa digunakan?! Jangan asal bicara!" bentak Freya seraya mengambil kasar kartu tersebut, dan mengambil kartu lainnya.
"Maaf, Nyonya, kartu yang ini juga tidak bisa digunakan. Apakah ada kartu lain?"
Freya sangat terkejut mendengarnya. Tapi, pegawai wanita itu tidak berbohong. Kartunya sama sekali tidak bisa digunakan. Ia pun mengeluarkan semua kartu yang ada di dompetnya, dan anehnya semua kartu pemberian suaminya tidak bisa digunakan.
Freya sampai harus menahan malu karena kejadian ini. Sudah terlanjur mengambil barang banyak, tidak mungkin ia kembalikan, karena hal itu bisa merusak reputasinya sebagai model kaya dan ternama, ditambah lagi di butik tersebut sedang ramai pengunjung memperhatikannya. Bahkan, antrean di kasir menjadi mengular karenanya.
Dengan terpaksa, ia mengeluarkan kartu pribadinya. "Ini, coba."
Pegawai wanita itu mengangguk, sebagai jawaban. "Bisa, Nyonya." Ia menatap Freya yang tampak terkejut.
"Bisa? Serius? Jadi bukan mesinmu yang bermasalah, tapi semua kartu ini," kata Freya dengan perasaan tak karuan. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tidak biasanya seperti ini. Atau, jangan-jangan Doug memblokir semua kartunya. Tapi, tidak mungkin Doug bertindak sejauh itu.
"Ah, sial!" Freya mengumpat saat keluar dari butik tersebut sembari menatap beberapa paper bag yang ia bawa. Hari ini untuk pertama kalinya ia menggunakan uang pribadinya untuk shopping, dan tentunya cukup menguras rekeningnya.
Sampai di apartemen. Freya menghempaskan semua belanjaannya di sofa. Ia juga turut menghempaskan diri di sofa lain. Mengambil ponsel, menghubungi suaminya, tapi sayangnya sudah berusaha menghubungi nomor suaminya tapi tidak berhasil. Nomor Doug tidak aktif.
"Sial! Kenapa aku begitu bodoh! Hampir sebulan aku tidak pernah menghubunginya. Mungkin dia marah," gumamnya sembari menyugar rambutnya ke belakang dengan perasaan frustrasi dan penyesalan, serta ada rasa khawatir yang menekan dada.
Bu Isa datang dari dapur sembari membawa secangkir teh di tangan kanan, mengamati Freya yang tampak kacau hari ini.
"Ada masalah, Freya?"
Suara Ibu Isa membuat Freya langsung menegakkan badan.
"Tidak ada, Bu." Freya menjawab malas sembari beranjak berdiri tak lupa membawa barang belanjaannya ke kamar.
Ibu Isa dengan santainya menyesap tehnya dengan nikmat sembari melirik Freya yang mulai menjauh.
*
Jakarta.
Setelah mengantarkan Pak De-nya ke Bandara. Bintang langsung menuju Hotel tempat Doug menginap selama ini.
Dengan dada berdebar-debar, ia menekan tombol lift menuju lantai yang di tuju. Untuk kedua kalinya ia memasuki hotel ini tapi dalam situasi yang berbeda. Jujur saja dia masih trauma, karena kejadian pada waktu itu.
"Kejadian itu tidak akan terulang lagi. Tenang, Bintang. Tenangkan dirimu." Bintang berusaha menenangkan dirinya sendiri saat akan keluar dari lift.
Bintang melangkah pelan menuju kamar hotel Doug. Ia mengetuk pelan pintu tersebut.
Tok ... Tok ...
Ceklek!
Pintu langsung terbuka lebar dari dalam.
"Ugh!" Bintang terkejut sekaligus terpaku melihat penampilan bule tampan dihadapannya ini. "Ah, jantungku!" pekiknya dalam hati.
"A-Anda sudah siap rupanya," ucap Bintang terbata-bata saat menatap pria itu.
"Iya. Aku sudah siap." Doug tersenyum kecil.
Bintang memalingkan wajah lalu mengipasi wajahnya dengan salah satu telapak tangan. "Ya, ampun, pipi tidak tahu diri, kenapa harus merona seperti ini!" Ia memaki dirinya sendiri saat merasakan kedua pipinya menghangat.
Senyuman pria bule itu sangat meresahkan. Kenapa dia baru sadar, atau kemarin dia kurang memperhatikannya?
Ya, Tuhan! Bintang rasanya ingin menjerit keras. Apalagi saat Doug mendekatinya, aroma maskulin pria itu seolah membekukan semua sarapnya.