NovelToon NovelToon
Istriku, Bidadari Yang Ku Ingkari

Istriku, Bidadari Yang Ku Ingkari

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Kriminal dan Bidadari / Pernikahan Kilat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Playboy
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Ricca Rosmalinda26

Alya, gadis sederhana dan salehah yang dijodohkan dengan Arga, lelaki kaya raya, arogan, dan tak mengenal Tuhan.
Pernikahan mereka bukan karena cinta, tapi karena perjanjian bisnis dua keluarga besar.

Bagi Arga, wanita berhijab seperti Alya hanyalah simbol kaku yang menjemukan.
Namun bagi Alya, suaminya adalah ladang ujian, tempatnya belajar sabar, ikhlas, dan tawakal.

Hingga satu hari, ketika kesabaran Alya mulai retak, Arga justru merasakan kehilangan yang tak pernah ia pahami.
Dalam perjalanan panjang penuh luka dan doa, dua hati yang bertolak belakang itu akhirnya belajar satu hal:
bahwa cinta sejati lahir bukan dari kata manis… tapi dari iman yang bertahan di tengah ujian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ricca Rosmalinda26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menuju Awal Baru

Pagi itu, sinar mentari menembus tirai kamar rumah sakit dengan lembut. Udara masih mengandung aroma antiseptik yang khas, namun entah mengapa terasa lebih hangat dari biasanya. Dokter yang memeriksa Pak Damar baru saja keluar dari ruangan dengan senyum ramah.

“Pak Damar sudah boleh pulang sore ini,” katanya dengan nada lega.

Bu Retno yang duduk di kursi pendamping langsung menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. “Alhamdulillah, Pa… akhirnya,” ujarnya pelan, menggenggam tangan suaminya yang masih tampak lemah.

Alya tersenyum di sisi lain ranjang, perasaannya lega mendengar kabar itu. Ia menatap Arga yang berdiri di samping mamanya, lelaki itu menghela napas panjang, seperti beban yang selama ini menekan dadanya akhirnya sedikit terangkat.

“Terima kasih, Dok,” ucap Arga sambil menjabat tangan sang dokter. “Kami akan menyiapkan semuanya sore nanti.”

Begitu dokter pergi, suasana dalam ruangan menjadi lebih hangat. Bu Retno sibuk menyiapkan baju ganti untuk suaminya, sementara Alya dengan lembut membantu mengganti air minum. Arga memperhatikan dari jauh, matanya tidak lepas dari sosok Alya yang sibuk, wajahnya lembut, gerakannya tenang.

Ketika hanya mereka berdua yang tersisa, Bu Retno sedang mengurus administrasi dan Pak Damar tertidur sejenak.

Arga berdiri di sisi jendela, menatap pemandangan kota dari lantai enam rumah sakit itu.

Suara langkah lembut terdengar dari belakang.

Alya datang membawa segelas air putih dan menyodorkannya. “Mas haus?”

Arga menoleh pelan, menerima gelas itu. “Hmm, makasih.”

Alya hanya mengangguk, lalu ikut berdiri di sampingnya. Mereka berdua terdiam, menatap keluar jendela. Hanya suara pelan mesin infus dan detak jam yang terdengar.

“Nanti Papa udah boleh pulang,” ucap Alya pelan, seolah berbicara pada dirinya sendiri. “Alhamdulillah ya, Mas…”

Arga menatap wajah istrinya dari samping.

Cahaya matahari menyoroti wajah lembut itu, garis halus di sekitar matanya karena kurang tidur, dan senyum kecil yang tulus.

Ia tidak tahu sejak kapan mulai memperhatikan hal-hal kecil tentang Alya, tapi hari itu, ia sadar, dirinya tidak bisa lagi pura-pura tidak peduli.

“Alya,” panggilnya pelan.

“Hmm?”

“Nanti setelah semua beres… mau gak makan malam bareng aku?”

Alya menoleh cepat, sedikit kaget. “Hah? Makan malam?”

Arga tersenyum samar, mencoba santai. “Iya. Sekadar keluar sebentar. Kita gak pernah keluar berdua kan? Anggap aja refreshing dikit.”

Alya terdiam sejenak, ragu.

Dalam benaknya, ia mencoba membaca maksud suaminya. Tapi tatapan Arga saat itu… tidak seperti biasanya. Tidak dingin, tidak kaku. Ada kehangatan di sana.

“Kalau gak mau, gak apa-apa,” tambah Arga cepat, berusaha menyembunyikan rasa canggungnya.

Alya buru-buru menggeleng. “Bukan gitu, Mas… cuma… ya, boleh. Tapi, Mas gak capek? Kan sebentar lagi juga masih harus ke kantor.”

“Gak apa-apa,” jawab Arga dengan suara rendah. “Aku yang pengen ngajak kamu keluar.”

Kalimat itu sederhana, tapi cukup untuk membuat pipi Alya memanas. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan senyumnya.

“Baiklah,” jawabnya akhirnya, lirih tapi terdengar jelas.

 

Dan benar saja setelah itu, di sela waktu, Arga diam-diam membuka ponselnya dan memesan tempat di sebuah restoran di pusat kota. Restoran dengan pencahayaan lembut, sedikit mewah, tapi cukup untuk suasana hangat dan intim. Ia bahkan meminta meja di pojok dekat jendela, dengan pemandangan kota malam.

‘Pertama kalinya aku mengajak dia makan malam seperti ini,’ pikir Arga dalam hati, sedikit tersenyum tanpa sadar.

---

Sore hari tiba, dan rumah sakit mulai ramai oleh lalu lalang pengunjung. Pak Hasan, sopir keluarga, datang menjemput mereka. Arga memastikan semua keperluan ayah dan ibunya beres sebelum berangkat ke kantor.

“Pak Hasan, nanti setelah mengantar Papa dan Mama, tolong antar Alya ke rumah ya,” pesannya sambil menyerahkan kunci cadangan mobil.

“Iya, Tuan Arga. Semuanya akan saya pastikan sampai rumah dengan selamat.”

Alya yang berdiri di belakang hanya mengangguk kecil. “Hati-hati di jalan ya, Mas,” katanya lembut.

Arga sempat menatap wajah istrinya beberapa detik sebelum menjawab, “Kamu juga. Jangan lupa istirahat.”

Lalu mobil pun meluncur keluar dari area rumah sakit. Arga menuju kantor, sementara Alya menemani Bu Retno dan Pak Damar pulang ke rumah mereka.

Di rumah besar keluarga Arga, suasana sore itu terasa teduh. Burung-burung kembali ke sarang, dan matahari mulai condong ke barat. Alya membantu Bu Retno menyiapkan makanan ringan untuk Pak Damar, sementara Pak Hasan membereskan barang-barang dari rumah sakit.

Bu Retno menatap Alya dari dapur, matanya lembut penuh rasa sayang. “Kamu ini benar-benar anak baik, Alya,” katanya.

Alya hanya tersenyum kecil. “Alya cuma ingin membantu, ma.”

“Arga beruntung punya kamu,” lanjut Bu Retno.

Alya menunduk sedikit, pipinya bersemu. “Mungkin Alya yang beruntung, ma. Karena diterima dengan sangat baik di keluarga ini.”

Beberapa saat kemudian, setelah semuanya tertata dan keadaan stabil, Alya berpamitan. “Ma, Alta pulang dulu ya. Nanti malam Alya dan Mas Arga keluar sebentar.”

“Oh? Kalian mau jalan-jalan ya?” tanya Bu Retno dengan mata berbinar dan menggoda. “Bagus, Mama senang dengarnya. Akhirnya kalian punya waktu berdua.”

Alya tersenyum canggung. “Iya, ma. Doakan saja semoga lancar.”

Bu Retno mengangguk sambil menepuk bahunya pelan. “Pasti. Hati-hati di jalan, Nak.”

---

Sementara itu, di kantor, suasana rapat sedang berlangsung. Tim Arga mempresentasikan proyek desain interior terbaru untuk klien besar. Biasanya, Arga akan menatap layar dengan ekspresi serius dan memberikan koreksi tajam. Namun hari ini, ia tampak lebih santai.

Sesekali ia tersenyum kecil ketika salah satu staf menjelaskan ide-ide kreatifnya, bahkan beberapa kali mengangguk setuju.

Bima, yang duduk di sampingnya, sempat melirik dengan heran.

Begitu rapat selesai, para staf keluar satu per satu, meninggalkan ruang rapat yang kini hanya diisi dua orang, Arga dan Bima.

“Bro,” panggil Bima sambil menyandarkan tubuh di kursi. “Lo kenapa hari ini? Kok adem banget auranya. Biasanya kalau rapat bisa bikin orang keringetan kayak ikut sidang skripsi.”

Arga menghela napas sambil tersenyum tipis. “Mungkin gue cuma lagi lebih tenang aja.”

“Tenang?” Bima menaikkan alisnya, menyipitkan mata curiga. “Atau lagi jatuh cinta sama istri sendiri, hah?”

Arga menatapnya sekilas, nyaris tidak menjawab. Tapi ekor matanya tidak bisa menipu, ada senyum kecil yang lolos begitu saja.

Bima langsung bersiul pelan. “Wah, ini baru berita bagus. Jadi akhirnya Bapak CEO kita ini mau juga bersikap romantis, ya?”

Arga hanya menggeleng, mencoba menahan tawa. “Nggak usah dilebih-lebihin.”

“Tapi beneran, bro. Lo kelihatan beda hari ini. Lebih ringan, lebih manusiawi gitu,” goda Bima lagi.

“Cukup, Bim.”

“Tapi bener kan?”

Arga akhirnya menyerah dan tersenyum kecil. “Gue ajak dia dinner nanti malam.”

Bima menepuk meja sambil tertawa. “Gila, akhirnya! Gue doain semoga malam ini jadi awal yang baru buat kalian.”

Arga menatap keluar jendela kantornya, melihat langit sore yang mulai jingga. Dalam hatinya, ada sesuatu yang terasa berbeda. Entah apa, ia menantikan waktu pulang kerja dengan antusias.

 

---

Sementara itu di rumah, Alya berdiri di depan lemari pakaian, matanya menatap deretan baju yang terasa… terlalu sederhana. Tangannya memegang satu demi satu gaun, lalu meletakkannya lagi dengan wajah ragu.

“Kenapa malah gugup begini…” gumamnya pelan.

Ia menatap cermin. Wajahnya terlihat tenang, tapi jantungnya berdegup cepat. “Ini cuma makan malam biasa… tapi kenapa rasanya seperti kencan pertama?”

Setelah beberapa menit memilih, ia akhirnya mengambil gaun berwarna dusty blue yang sederhana namun anggun. Tidak terlalu mencolok, tapi memberi kesan lembut. Hijab pashmina warna putih dan sedikit lipstik nude di bibirnya membuat wajahnya tampak segar.

Saat menatap pantulan dirinya di cermin, Alya menarik napas panjang dan tersenyum kecil.

“Mungkin… malam ini aku harus belajar mengenal mas Arga juga, bukan hanya sebagai suami di atas kertas,” bisiknya lirih.

Dan di saat yang sama, di kantor pusat kota, Arga sedang melirik jam tangannya sambil menutup laptop.

1
Rosvita Sari Sari
alya mah ngomong ceramah ngomong ceramah, malah bikin emosi
aku aja klo ngomong diceramahi emosi apalagi modelan arga 🤣🤣
Randa kencana
ceritanya sangat menarik
Ma Em
Dengan kesabaran Alya dan keteguhan hatinya akhirnya Arga sadar dgn segala tingkah perlakuannya yg selalu kasar pada Alya seorang istri yg sangat baik berhati malaikat
Ma Em
Semoga Alya bisa meluluhkan hati Arga yg keras menjadi lembut dan rumah tangganya sakinah mawadah warohmah serta dipenuhi dgn kebahagiaan 🤲🤲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!