SIMPANAN TUAN DOUGLAS

SIMPANAN TUAN DOUGLAS

Awal

Prancis.

Pria berusia 40 tahun dengan perawakan tinggi, gagah, berwibawa dan sangat tampan tengah menatap istrinya yang sedang bersolek di depan cermin meja rias. Mereka baru saja melewati berdebatan sengit.

"Dengar!" kata sang istri menatap suaminya dari pantulan cermin. "Sejak awal menikah kita sudah sepakat, tidak akan memiliki anak, tapi kenapa kau berubah pikiran?" Kali ini ia menoleh, menatap kesal pada suaminya. "Kau tahu ... karierku sebagai model sedang melambung, aku tidak ingin merusak karir dan reputasiku hanya karena anak!" tegasnya lagi seraya beranjak berdiri, sudah selesai dandan, ia terlihat sangat cantik dan menarik. Sebagai seorang model ternama, tentu penampilannya sangat luar biasa mempesona setiap mata yang melihatnya.

Douglas menarik nafas panjang mendengar ucapan istrinya. "Jadi kau tetap pada keputusanmu?" suaranya terdengar datar, dan tajam.

"Doug, jangan membahas ini lagi!" jawab Freya tak kalah tegas. "Aku pergi dulu. Mungkin akan pulang larut karena hari jadwalku sangat padat." Freya menyambar tas mewahnya, lalu mengecup pipi suaminya sekilas sebelum keluar dari kamar.

Douglas mematung di tempat, tapi kedua tangannya terkepal kuat. Freya adalah wanita keras kepala dan tidak pernah menuruti ucapannya. Dulu dia dibutakan cinta maka dari itu dia setuju saja dengan perjanjian pernikahan mereka. Tapi, setelah hampir 4 tahun menikah dia merasa hampa tanpa hadirnya seorang anak dalam pernikahan mereka. Freya yang selalu sibuk tidak pernah ada waktu untuknya membuatnya semakin berada di titik jenuh pernikahannya.

*

*

Jakarta.

Sore hari itu. Mendung di sertai gerimis mengiringi pemakaman seorang ayah. Gadis cantik bernama Bintang menangis tiada henti menatap gundukan tanah yang masih basah dan bertabur ribuan kelopak bunga.

"Bintang, sudah  ... ikhlaskan ayahmu pergi untuk selamanya. Gerimis semakin deras, kita harus pulang," ucap Tari ibu tirinya, seraya membelai lembut kepalanya.

Bintang diam tidak bersuara, hanya isak tangis lirih yang keluar dari bibirnya sembari memeluk foto sang Ayah yang meninggal karena penyakit jantung. Ia tidak mengidahkan ucapan lembut Tari karena perhatiannya hanyalah akting.

Tari merupakan ibu tirinya yang selalu pintar bersandiwara di depan orang lain. Bahkan di depan ayahnya sendiri. Bagi Bintang, Tari adalah jelmaan iblis wanita yang tidak memiliki hati nurani.

"Aku bisa sendiri!" kata Bintang menepis tangan Tari yang ingin membantunya jalan.

Tari diam dan memasang wajah sedih saat mendapat penolakan Bintang demi mendapatkan empati dari orang sekitar.

"Bintang, kamu nggak boleh kayak gitu. Ibumu sangat baik, kamu jangan menolak kebaikannya, nanti dia sedih," seorang tetangga mengingatkan Bintang, tapi Bintang hanya melengos menanggapinya.

"Nggak apa-apa, Pak. Bintang pasti sangat sedih dan terpukul atas meninggalnya ayahnya, jadi wajar kalau bersikap kayak gitu," ucap Tari, lembut, lalu segera menyusul Bintang yang sudah berjalan mendahului.

"Sabar ya, Bu Tari," sahut tetangganya sangat prihatin.

*

*

"Kenapa kau tidak mencari wanita lain saja yang mau mengandung anakmu," saran sesat dari Daniel membuat Doug mengumpat.

"Kau bukannya membantuku tapi malah menyesatkan aku!" geram Douglas, menatap kesal pada pria itu.

"Aku sedang memberikan saran terbaik untukmu. Benar 'kan, Sayang?" Daniel meminta pendapat istrinya yang baru saja bergabung dengan mereka sambil membawa dua cangkir kopi dan di letakkan di atas meja.

"Benar," sahut Vit, tersenyum pada Doug yang terlihat galau.

Doug mendengus, sepertinya dia salah curhat kepada pasangan suami istri itu. Menyebalkan!

*

Tanah kuburan ayahnya masih basah tapi para dept kolektor sudah mendatangi. Kedatangan dua pria berbadan besar itu menimbulkan kehebohan dan tanya dari para tetangga.

Rasa duka yang mendalam, kini bercampur ketegangan yang begitu dingin saat Bintang berbicara dengan kedua pria menyeramkan itu.

"Aku harap kalian bisa membayar hutang sekarang juga!" tegas pria berbadan besar dan berwajah menyeramkan pada Tari.

"Kami masih berduka, tapi kalian tega ke sini menagih hutang?!" kata Bintang dengan nada marah dan tidak terima.

"Heh. Bocah! Bukankah harusnya orang yang meninggal hutangnya harus segera dilunasi?!" sentak pria itu, lengkap dengan tatapan tajam.

"Saya, tahu, tapi kami belum punya uang. Berikan saya waktu selama seratus hari," jawab Bintang, penuh permohonan.

Kedua pria itu saling pandang setelah mendengar ucapan Bintang. Mereka memang tegas dalam menagih hutang, tapi bukan berarti mereka tak punya hati. Kondisi Bintang sedang berduka, dan akhirnya mereka memberikan keringanan, menyetujui permohonan Bintang.

"Ingat, ya! Seratus hari hutang harus lunas!" tegas pria itu, menatap Bintang sangat tajam.

Bintang mengangguk pelan.

Dua pria itu pamit pergi setelah mengatakan hal tersebut. Mereka akan datang seratus hari lagi.

Bintang bernafas lega. Ketegangan di sana berangsur hilang. Gadis berusia 20 tahun itu mengusap wajah kasar.

Para tetangga mulai bergosip seraya melirik Bintang dan Tari. Bintang berusaha abai dengan mulut tetangga yang banyak julidnya.

"Mau dapat uang dari mana uang sebanyak itu?" Tari berkata lembut pada Bintang, padahal dalam hati mengutuk anak tirinya.  "Buat makan aja susah!! Bapakmu mati bukannya ninggalin warisan malah HUTANG!" Tari menekan kata hutang dengan penuh kekesalan.

Untung ucapan Tari cukup pelan, jadi tidak ada yang mendengar kecuali Bintang.

"Aku akan bekerja—"

"Atau jual rumah ini!" potong Tari.

"Nggak! Nggak bisa. Cuma rumah ini yang ditinggalkan Bapak!" Bintang tidak setuju dengan usul ibu tirinya.

"Hutang bapakmu itu 150 juta, buat biaya berobat—"

"Dan makan sehari-hari kita, juga memenuhi gengsimu!" balas Bintang, menatap tajam ibunya yang kini bungkam tak berani lagi menjawab ucapannya. "Harusnya kamu malu karena selama ini jadi benalu bapakku!! Udah numpang tapi nggak tahu diri! Andai aja bapak nggak memenuhi gengsimu, bapakku masih hidup sampai sekarang!" Bintang selama ini diam menerima perlakuan kejam Tari, apalagi ibu tirinya itu selalu menghasut ayahnya. Meski terlambat memberikan perlawanan, dia berjanji akan mengusir wanita itu dari rumah ini!

Tari mengepalkan kedua tangan, tak dapat menahan emosi mendengarkan makian anak tirinya. Kedua matanya berkaca-kaca mulai akting tersakiti demi mendapatkan perhatian dari orang sekitar.

"Bintang, tanah kuburan bapak masih basah, kenapa kamu tega ngomong kayak gitu sama ibu?! Apa salahku hingga kamu menuduh aku menghabiskan harta bapakmu, udah jelas-jelas bapakmu banyak hutang untuk berobat! Hu hu hu." Tari menangis tersedu-sedu, sembari melirik sinis Bintang yang kini mendapatkan cibiran dari para tetangga.

"Bintang jangan kejam jadi anak! Bagaimana pun juga, Bu Tari adalah wanita yang baik, sabar, dan penuh perhatian, buktinya selama ini dia begitu tulus merawat bapakmu sampai tiada." Pak RT menasehati Bintang dengan nada pelan.

"Tahu nih, Bintang, nggak tahu diri banget!" sahut yang lain, mencibir Bintang.

Bintang mengepalkan kedua tangan, menata tajam ibu tirinya yang tersenyum sinis padanya.

Kurang ajar! Sialan! Dasar wanita iblis!! Maki Bintang dalam hati.

***

Jangan lupa subscribe, like, dan komentarnya yak.

Ini sequel dari novel It's Okey If You Forget Me--Kisah Paolo Sorgia dan Vittoria.

Terpopuler

Comments

enur 🍀⚘

enur 🍀⚘

yuhuuuu syelamat datang di rumah Biru ,setelah kemaren melanglang buana di sana 🤭

2025-08-02

2

Maya Sari

Maya Sari

Bintang Nana anak ku itu Thor,sama perempuan jg 🤭

2025-09-29

2

@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸

semangat bintang. borok wanita iblis pasti akan terlihat nanti.

2025-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!