NovelToon NovelToon
PULAU HANTU

PULAU HANTU

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Iblis / Keluarga / Tumbal
Popularitas:871
Nilai: 5
Nama Author: ilalangbuana

Pak jono seorang pedagang gorengan yang bangkrut akibat pandemi.
menerima tawaran kerja sebagai nelayan dengan gaji besar,Namun nasib buruk menimpanya ketika kapalnya meledak di kawasan ranjau laut.
Mereka Terombang-ambing di lautan, lalu ia dan beberapa awak kapal terdampar di pulau terpencil yang dihuni suku kanibal.
Tanpa skill dan kemampuan bertahan hidup,Pak Jono harus berusaha menghadapi kelaparan, penyakit,dan ancaman suku pemakan manusia....Akankah ia dan kawan-kawannya selamat? atau justru menjadi santapan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilalangbuana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

upaya evakuasi jenazah GILANG

Reaksi tim beragam.

Dua orang menunduk menutup mulut, matanya basah.

Sersan Dani menatap tajam, lalu memiringkan kepala seakan statistik dan takdirnya bertukar tempat.

Dia menunduk memberi hormat sebuah cara tentara

sekedar penghormatan pada yang sudah pergi.

Seorang petugas muda pingsan,seseorang lain menunduk muntah di semak, tak kuat menahan mencekam yang begitu nyata.

Bima menarik napas panjang, mengembuskan perlahan agar suaranya tetap terkendali.

“Segera lakukan dokumentasi. Foto, video, catat posisi GPS. Jangan sentuh apapun selain tim forensik.”

Ia menatap Letnan Surya

“Apa kita evakuasi sekarang?”

Letnan Surya menimbang cepat.

Di kepala militernya, prosedur menuntut pengamanan ketat di batinnya, rasa kemanusiaan menekan.

“segera amankan lokasi. Satu tim kecil menyiapkan kantung jenazah dan metode pengawetan darurat. Kita punya dua pilihan bawa pulang sekarang, atau tandai dan bawa nanti kembali dengan peralatan lebih lengkap. Tapi...kalau kita tinggalkan, ada risiko kehilangan atau dikotori”

Bima mengangguk, memerintahkan. Dua anggota SAR bersiap, mengenakan sarung tangan, sementara yang lain menyiapkan rana kamera dan perlengkapan sterilisasi. Sementara itu, dua personel militer menjaga jarak perimeter, menatap hutan yang seakan bergerak sendiri di balik kabut.

Sambil menunggu, beberapa dari mereka tak bisa menahan diri untuk melihat lebih dekat. Gilang yang tubuhnya kini hanya menyisakan cerita,terlihat tenang dalam posisi seperti tidur, tapi ada sesuatu yang tak wajar,mulutnya sedikit terbuka, seperti tersenyum, namun bukan senyum manusia. Di pangkal tenggorok, ada sisa jaringan yang menghitam di kulit,simbol-simbol itu tampak seperti dicakarkan atau dibakar, beberapa bagian terlihat diregangkan ke arah tertentu, seolah bagian tubuhnya diperintah untuk berpose.

“Kenapa tubuhnya ditata?”

tanya Widi lirih.

“Apa mereka...menandai? Atau....menyembah?”

Serka Dani menatap ke arah lingkaran batu. Di antara batu ada bekas jelaga, serbuk arang, dan serpihan kulit yang sebelumnya tak tampak di dari kejauhan. Di tanah sekeliling tubuh, jejak-jejak kaki kecil menyerupai pola ritual,berputar dan mengarah ke batu besar di sisi selatan.

Bima menunduk, merogoh sakunya, mengambil buku catatan kecil.

Ia menulis keterangan singkat sambil melihat seluruh tim.

“Korban, a/n Gilang

Posisi: 01°xx'xx″N

92°xx'xx″E

Kondisi: tubuh ditata bekas bakar simbol di dahi,lingkaran batu ritual.”

Setiap kata tampak berat di hatinya.

“Ambil sampel tanah,ambil potongan kain, dan jangan lupa ambil gambar dari semua sudut”

perintah Bima.

“Kita juga butuh sampel dari simbol itu,kalau memungkinkan, potongan kulit untuk forensik.”

Salah satu anggota mengambil gunting kecil, menyiapkan kantung plastik kecil. Ia terlihat ragu, namun melaksanakan perintah. Dalam hati, semua tahu,membuka tubuh yang sudah diperlakukan ini adalah menyingkap kebiadaban yang belum sepenuhnya bisa diurai.

Ketika mereka sedang sibuk mendokumentasikan, sebuah suara kecil terdengar dari balik pepohonan,bukan jeritan, bukan bisik, tetapi derap langkah pelan,ada sesuatu yang mendekat. Semua kepala mendongak. Lampu senter diputar, membentuk dinding cahaya.

Di balik kabut, sosok lain terlihat,bukan manusia yang mereka kenal.

Tingginya setara orang dewasa, namun tubuhnya kurus, bergerak seperti bayangan memanjang.

Mata atau lekuk di wajahnya memantulkan cahaya senter seperti dua titik kecil. Tidak ada suara selain napas keringnya yang membuat daun-daun rontok.

Perasaan beberapa orang berubah,ada yang mengambil posisi menembak, ada yang menutup mata menanti hukuman, ada yang hanya berdiri kaku.

Sosok itu tidak segera menyerang. Ia berhenti, lalu mengangkat tangan,bukan ancaman senjata, tapi gerakan seperti penghormatan. Lalu, tanpa kata, ia berbelok dan menghilang di balik kabut.

Keheningan menyusul, hanya bunyi hujan dan detak alat rekam yang terdengar. Mereka semua saling memandang, wajah-wajahnya menanyakan hal yang sama tanpa perlu suara,apa yang baru saja mereka saksikan? Manusia atau bukan? Musuh atau penjaga?

Bima menutup catatannya. “Kita lakukan prosedur penarikan. Kita bawa tubuh, kita kembali ke kapal. Kita akan bawa semua bukti. Tapi ingat jangan sekali-kali bercanda soal ini. Ini bukan film.”

Mereka bekerja cepat, kerja tim terbentuk dengan kaku namun sigap. Saat tubuh Gilang dibungkus perlahan, ada rasa hampa yang menggulung. Ada juga getar amarah yang sunyi,bukan melulu pada siapa yang melakukan ini, tetapi pada kenyataan bahwa nyawa seseorang telah diubah menjadi pager misteri.

Ketika tandu jenazah dinaikkan ke punggung dua anggota SAR, dan mereka mulai mundur perlahan ke belakang menuju jalan keluar yang ditandai, Bima memutar kepala melihat ke arah batu altar satu kali lagi. Di bawah cahaya senter, simbol-simbol itu berpendar samar, seperti menunggu. Di tengah kabut, ada rasa bahwa mereka sebenarnya baru menyentuh pinggiran sesuatu yang jauh lebih besar,dan lebih tua,daripada konflik manusia biasa.

Mereka meninggalkan lokasi dengan langkah cepat, namun di benak masing-masing, pertanyaan yang sama berputar keras, siapa sebenarnya yang menuntut persembahan? Dan apa artinya bagi orang-orang yang masih hidup di dalam lembah itu?

Di tengah jalan, suara radio di helm retak dan berulang-ulang merekam satu lokasi,tanda GPS yang mengarah ke titik lain, lebih jauh ke dalam,sebuah titik panas baru muncul di layar drone yang sempat padam. Bima membeku, menatap koordinat di layar. Ia menyadari sesuatu yang mengerikan: penemuan Gilang bukanlah akhir. Ia mungkin hanyalah permulaan.

Di balik kabut, lembah tetap bernafas,rahasianya belum selesai menimbang siapa yang akan dimakan selanjutnya.

Langkah-langkah mereka terukur, teratur, namun terlalu cepat untuk disebut santai.

Dua anggota SAR di depan memikul tandu yang terbungkus kantong jenazah hitam.

Hujan tipis mulai berubah jadi gerimis berat, menimpa tudung ponco, memecah keheningan dengan bunyi yang justru membuat jantung makin berdebar.

Di belakang mereka, Sersan Dani dan dua personel militer menjaga perimeter.

Laras senjata terarah ke pepohonan, menyapu kanan-kiri mengikuti cahaya senter.

Kabut yang menggantung di sela bebatang pohon membuat jarak pandang hanya beberapa meter. Seolah setiap langkah memotong jalur ke dalam perut makhluk besar yang tak ingin mereka keluar.

Bima berjalan di tengah formasi, memegang GPS di tangan kiri dan radio di tangan kanan.

“Alpha-1 ke Kapal Induk, konfirmasi rute keluar. Kami bawa korban, posisi lima ratus meter dari titik ekstraksi Delta!”

ucapnya ke sebuah radio komunitas

. Hanya dengung statis yang menjawab.

Letnan Surya mengangkat tangan memberi sinyal berhenti. Semua membeku.

“Radio komunikasi kita terjadi gangguan. Kita pakai pola cahaya darurat. Jaga formasi.”

Mereka lanjut, kali ini lebih rapat.

Jalan setapak yang sebelumnya mereka lalui kini berubah licin, lumpur menelan separuh sepatu bot setiap langkah.

Di sisi kiri, aliran air kecil berubah jadi arus deras, menggerus tepi jalur. Sekali saja kaki salah tumpu, bisa terseret ke bawah jurang tak terlihat.

Dari jauh, terdengar suara,bukan derap langkah, bukan suara manusia.

Irama ritmis seperti dua batang kayu dipukul bersama. Tok...tok...tok...tok...Empat kali, lalu hening. Widi yang berjalan di belakang Bima menoleh cepat. “Itu...suara apa?”

“Diam!” sahut Sersan Dani, nadanya tajam tapi menahan getaran.

Ia memberi kode tangan, kemungkinan pengintaian.

Mereka terus bergerak, menembus kabut yang makin pekat.

Beberapa kali, sinar senter memantul pada sesuatu di ketinggian,mata? tetesan air? tak ada yang yakin.

Tandu bergoyang sedikit saat salah satu pemikul terpeleset.

“Hati-hati!”

seru Bima. Ia berlutut, memastikan ikatan tali di tubuh Gilang tetap rapat.

Sekilas ia melirik simbol di dahi jenazah yang kini tertutup kain steril.

Walau tertutup, bayangan pola itu masih tertanam di ingatannya.

“Kisaran lima menit lagi segera tiba di titik Delta!” ujar Letnan Surya, menatap GPS.

“Kita keluar lewat jalur barat. Lebih aman, meski sedikit memutar.”

Namun “aman” hanya istilah relatif di lembah ini.

Hutan di jalur barat ternyata lebih rapat dari yang diperkirakan.

Sulur akar menjuntai dari pohon-pohon tua, menutup sebagian jalan.

Kabut bertumpuk di bawah kanopi seperti gumpalan kapas kotor.

Di tengah perjalanan, mereka menemukan tanda yang membuat semua membeku, tiga tonggak kayu tersusun tegak, masing-masing diikatkan dengan tali merah pudar, dan di puncaknya tertancap cangkang kerang.

“Ini semacam penanda wilayah...”

gumam Widi.

Sersan Dani mendekat, menatap tajam ke sekeliling. “Atau peringatan. Jangan lewat sini kalau nggak diundang.”

Bima mempertimbangkan.

Jalur lain berarti memutar jauh, tapi tinggal di sini terlalu lama juga berisiko.

“Kita lewat, cepat. Jangan sentuh apapun,” putusnya.

Saat mereka melintas di antara tonggak itu, udara seolah lebih dingin, napas mereka membentuk uap tipis. Tidak ada suara serangga, tidak ada suara burung hanya detak jantung masing-masing.

Hampir sampai di titik Delta, dari belakang terdengar bunyi ranting patah. Dani memberi isyarat berhenti. Senter diarahkan.

kosong. Tapi saat senter diarahkan kembali ke depan, ada sosok berdiri di tengah jalur, tak lebih dari lima meter di depan.

Ia tidak bergerak.

Tubuhnya terbungkus kain lusuh kecokelatan, wajah tertutup topeng kayu dengan ukiran kasar menyerupai wajah manusia menangis.

Kedua tangannya memegang tongkat runcing.

Letnan Surya maju setengah langkah. “Identifikasi diri!” serunya.

Tidak ada jawaban.Sosok itu hanya miringkan kepala, lalu perlahan-lahan mundur ke kabut. Dalam beberapa detik, ia menghilang.

“Gas!” seru Bima. “Jangan tunggu undangan kedua!”

Mereka berlari kecil, formasi tetap rapat. Saat tiba di titik Delta, kabut mulai menipis.

Suara mesin perahu karet terdengar samar. Dua anggota tim yang berjaga di titik ekstraksi menyambut, wajah mereka tegang.

“Ada yang mengawasi kalian dari hutan sebelah utara”

lapor salah satunya, menunjuk.

“Kami lihat bayangan bergerak, tapi kami ragu untuk mendekat.”

Tak buang waktu, tubuh Gilang dinaikkan ke tandu kaku dan dimasukkan ke perahu. Bima dan Letnan Surya ikut naik, sementara Sersan Dani dan personel militer terakhir menutup formasi belakang.

Perahu melaju memecah ombak kecil. Lembah mulai menghilang dari pandangan, tertutup hujan dan kabut. Tapi di hati semua yang ada di perahu itu, rasa lega tak datang sepenuhnya. Mereka keluar, tapi mereka tahu lembah itu belum selesai.

Bima menatap ke daratan yang semakin jauh. Dalam hati ia mencatat, Gilang mungkin sudah mati, tapi cerita ini baru saja membuka pintu yang lebih gelap.

1
juwita
kasihan pak jono demi keluarga jd terdampar di pulau hantu. smoga bisa cpt kembali ke keluarganya
juwita
cerita nya bagus mengisahkan perjuangan se org ayah buat anak dn istrinya biar bisa hidup terjamin. rela berjauhan dgn bahaya menantang maut demi keluarga di jalani semoga perjuangannya g sia sia. happy ending
Ananda Emira
semakin seru
Killspree
Memukau dari awal hingga akhir
♞ ;3
Jalan ceritanya keren, endingnya bikin nagih!
ilalangbuana: terima kasih atas masukannya,!!
admin masih dalam tahap belajar.. semoga kedepannya karya ku bisa lebih baik lagi dalam penulisannya ataupun alur ceritanya☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!