NovelToon NovelToon
Bidadari Pilihan Zayn

Bidadari Pilihan Zayn

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

“Le, coba pikirkan sekali lagi.”

“Aku sudah mantap, Umi.”

Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.

Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.

Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.

Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kangen ya

Tak sangka, Umi Shofia telah menunggunya di sana.

“Assalamualaikum, Umi.”

Zara segera menghampiri Umi Shofia dan mencium tangannya dengan takzim.

“Waalaikumsalam. Sudah langsung saja. Umi pingin mendengar hafalanmu.”

“Baik Umi.”

Dia duduk di hadapan Umi Shofia, mulai melantunkan ayat-ayat yang telah dihafalnya, dua lembar penuh tanpa salah. Tidak perlu waktu lama. Hanya perlu 10 menit, Zara menyelesaikan hafalannya dengan baik.

Umi Shofia manggut-manggut. Dia senang karena tugasnya telah diselesaikan Zara dengan baik.

“Dua lembar ya?”

“Ya Umi.”

“Bagus. Besok setorannya tambah dua lembar lagi, jadi 4 lembar.”

Hah...kok bisa. Zara terperanjat. Maksud hati memperingan setoran untuk esok hari. Tetapi Umi Sofia menambah lagi tugasnya. Tak lagi satu lembar perhari melainkan dua lembar perhari. Bukannya makin ringan, malah sekarang semakin berat.

Zara menyesal tidak mendengarkan saran dari Aa gus. Agar dirinya setor satu lembar saja dan menyimpan hafalan yang lain untuk hari berikutnya.

Sekarang sudah terlanjur, mau gimana lagi.

“Baik Umi,” ucap Zara kemudian.

Karena tugasnya sudah selesai, Zara pun berdiri, ingin  kembali ke kamar. Dia ingin Melaksanakan tugas yang diberikan barusan.

Namun dicegah oleh Umi Shofia.

“Kamu mau ke mana Zara?” tanya Umi Shofia.

“Ke kamar, Umi. Zara ingin segera hafal.”

“Eh jangan pergi dulu. Badan Umi  pegel. Kamu pijitin geh?” Perintah Umi Shofia yang tak mungkin diabaikan.

“Ya Umi.” Dia tak bisa menolaknya.

Zara menghampiri Umi Shofia yang kini duduk berselonjor di atas karpet, siap  dipijat. Zara segera beraksi. Memijit mengurut bahkan memukul-mukul bagian tubuh Umi Sofia yang dirasakannya bermasalah.

“Bagaimana Umi, apakah sudah enakan?”

“Enak sih enak. Tapi pegelnya ini tuh sejak kemarin ndak hilang-hilang.”

“Minum jamu, Umi.”

“Enggak ah. Umi nggak suka. Pahit.”

Ternyata enak juga ngobrol dengan Umi Shofia. Dia begitu hangat dan terbuka. Yang membuat Zara betah untuk  menemaninya. Seperti bunda Ana, orang tua yang kini ia rindukan. Dia terlihat garang hanya pada saat memberi tugas atau menagih tugas. Selain itu tidak. Ia seolah-olah menjadi ibu dan teman baginya.

Ternyata Umi Shofia  suka ngerumpi juga. Sepanjang dia memijit, sepanjang itu pula Umi Shofia bicara.

“Eh ngomong-ngomong. Apakah Zayn sudah minta ini itu ke kamu?”

“Ini itu. Maksudnya apa, Umi?”

“Kamu itu nggak tahu atau pura-pura nggak tahu sih?” tanya Umi Shofia dengan heran.

“Maksud Umi, hubungan suami istri gitu,”  kata Zara.  

Sejak awal Zahra sudah mengira bahwa ini itu yang dimaksud Umi Shofia adalah itu. Tetapi Dia benar-benar malu untuk menyebutkannya. Tetapi tidak ada jalan lain untuk menghindar dari pertanyaan itu. Maka dia memakai istilah yang umum, agar tidak menimbulkan bayangan yang tidak dipikiran Umi Sofia dan dirinya. Seandainya benar tak masalah. Tapi seandainya salah, dia tidak akan malu.

“Ya iyalah. Bagaimana, apakah Zayn sudah minta ke kamu?” tanya  sekali lagi.

Zara tak mau menjawab. Dia hanya tersenyum kecil sambil meneruskan aksinya memijit punggung Umi Shofia.

“Syukurlah kalau begitu.”

Zara tersenyum lebar. Tak sangka Umi Sofia akan bertanya sebegitunya tentang hubungan mereka berdua.

“Kalau dia minta, bilang saja Aku belum hafal doanya. Dia pasti nggak kan berani melakukan.”

“Doa apa Umi?” tanya Zara penasaran.

“Wah...itu urusan Zayn, bukan urusan Umi. Kamu tanya saja ke Zayn. Doa apa itu.”

Zara tersenyum kecil di sudut bibirnya. Aneh juga Umi Sofia ini. Dia tidak langsung memberikan jawaban. Pakai dilempar-lempar segala.

Dia kembali melanjutkan memijit bahu Umi Shofia.

“Assalamualaikum.”

Suara itu... Ah suara itu. Hati Zara seketika berbunga-bunga. Dia tahu pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan suara Aa Gus, suaminya.

Wajah yang sehari ini dia rindukan, telah berada di hadapannya.

“Waalaikumsalam,” jawab Zara seketika.

“Suamimu sudah datang tuh, Zara.” Umi Shofia segera bangkit.

Zara menghampiri suaminya dan mencium tangannya. Lalu Zayn membalasnya dengan memberikan kecupan kecil di pucuk kepalanya, dahinya dan juga pipinya. Dia tak malu-malu memperlihatkan kemesraan di depan Umi Shofia.

“Ih, tak ada akhlak nih anak.” Umi Shofia dibuatnya jengah dengan Zayn yang sering bertingkah absurd daripada normal kalau di hadapan dirinya.

Bukannya cium tangan atau apalah yang menunjukkan bahwa dia  anak yang shaleh dan sopan kepada orang tuanya. Justru memperlihatkan kemesraan yang membuat dirinya gemas.

“Umi kalau pingin, bilang aja ke abah. Pasti dikasih kok.”

Nah kan...Bukannya merasa bersalah dan minta maaf,  Zayn justru memanas-manasi Umi Shofia.

“Tahu tempat lah sedikit. Itu tak sopan.”

“Ya Umi,” jawab Zara sambil mencubit kecil pinggang Zayn.

“Au...” Zayn kaget dan seketika berteriak kecil. Namun dia segera tersenyum kecil memandang istrinya yang sedang melototinya dengan wajah yang dilipat.

“Makasih Zara. Besok jangan lupa untuk setor lagi.”

“Ya Umi.”

Umi Shofia pun menghilang dari pandangan mereka.

“Kita ke kamar, yuk.” Ajak Zayn

Zara diam dan memasang muka dilipat.

“Apa perlu aku gendong?” Tanya Zayn yang semakin membuat Zara merajuk.

Zeyn mengambil nafas pelan-pelan dan membuangnya dengan kasar. Antara capek dan gemas melihat istrinya bersikap seperti itu. Dia pun duduk menghadap Zara.

“Ada apa?” tanyanya dengan lembut.

“Mengapa Aa Gus pulangnya malam sekali?”

“Oooo...itu. Tak ada apa-apa. Aa di pondok putra, mendengarkan setoran hafalan anak-anak. Kenapa memang?”

“Nggak apa-apa,” jawab Zara dengan mode masih merajuk.

“Kangen ya?” tanya Zayn menggoda.

“Apaan sih.” Zara memalingkan muka. Dia mencoba menghindari tatapan Zayn yang selalu membuatnya jantungnya bergetar.

“Ya sudah. Naiklah!”

Zayn berjongkok di hadapan Zara.

“Tenang saja. Rumah sudah sepi. Umi sudah di kamar. Dia tidak mungkin nongol lagi,” kata Zayn.

Benar juga, sekarang sudah jam 10.00 lebih. Penghuni rumah sudah pada senyap. Mungkin telah terlelap dalam tidurnya.

“Oke.”

Zara tanpa malu-malu lagi, menaiki punggung Zayn.

Berada di punggung Zayn sangat lah nyaman. Sehingga tanpa sadar Zara pun tertidur.

“Neng...Neng.”

Tak ada jawaban. Dia pun menoleh, melihat kepala Zara terkulai lemah di bahunya dalam keadaan mata tertutup.

“Oh, dia sudah tidur,” gumam Zayn.

Begitu sampai di kamar, Zayn segera meletakkan tubuh Zara di tempat tidurnya. Melepaskan jilbabnya, dan menyelimuti tubuhnya.  

“Kamu cantik Zara. Tidak saja wajahmu tapi juga hatimu. Jaga hatimu terus untuk Aa ya.”

Lalu Zayn memberi kecupan kecil di dahinya. Sambil berkata,

“Selamat tidur sayang, mimpi yang indah ya.”

Zayn pun segera membasuh wajahnya dengan air wudhu lalu melakukan salat dua rakaat sebelum menyusul Zara ke taman impian.

Malam pun semakin larut, namun entah mengapa matanya tak mau terpejam. Daripada sia-sia, Zayn mengambil Alquran dan murojaah, di samping Zara yang tertidur pulas.

Jari-jari tangannya tak bisa diam. Dia mengusap lembut dahi dan rambut Zara. Seakan-akan meninabobokan nya.

“Aa Gus.” Lembut terdengar, Zara memanggil namanya. Tapi matanya memejamkan sempurna.

“Kamu mimpi apa, Sayang.” Yordan tersenyum lembut.

Zayn meletakkan Alqurannya dan merebahkan tubuhnya di samping Zara. Dia pun memeluk tubuh Zara dengan erat

“Biarlah sepertinya ini.”

Mungkin dengan cara seperti ini, Zayn bisa mengurai kerinduannya mulai mengakar di jiwanya.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rian Moontero
mampiiiir🖐🤩🤸🤸
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat dan nggak ada drama'' poligami.a ya Thor
hania: Beres kakak 😍
total 1 replies
hania
terimakasih kakak
❤️⃟Wᵃfℛᵉˣиᴀບͤғͫᴀͣⳑ🏴‍☠️ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
bagus ceritanya seru kayaknya lanjut kak
hania: ok kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!