Wati seorang istri yang diperlakukan seperti babu dirumah mertuanya hanya karena dia miskin dan tidak bekerja.
Gaji suaminya semua dipegang mertuanya dan untuk uang jajannya Wati hanya diberi uang 200ribu saja oleh mertuanya.
Diam-diam Wati menulis novel di beberapa platform dan dia hanya menyimpan gajinya untuk dirinya sendiri.
Saat melahirkan tiba kandungan Wati bermasalah sehingga harus melahirkan secara Caesar. ibu mertua Wati marah besar karena anaknya harus berhutang sama sini untuk melunasi biaya operasi Caesar nya.
Suaminya tidak menjemputnya dari rumah sakit. saat Wati tiba dirumah mertuanya dia malah diusir dan suaminya hanya terdiam melihat istrinya pergi dengan membawa bayinya.
Bagaimana nasib Wati dan bayinya? Akankah mereka terlantar dijalanan ataukah ada seseorang yang menolong mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
Wati hanya melihat ibu mertuanya dari dalam mobil. Dia tidak berniat untuk menemui mertuanya samasekali. Dony suaminya memanggilnya keluar dan mengajaknya masuk.
“Kita mampir sebentar mom. Setelah itu kita pulang ke apartemen. Ayolah, ibu mengajakmu masuk dan makan dulu. Dia berjanji mengijinkan kita pulang ke apartemen kok.” Bujuk Dony.
“Baiklah tapi kalau dia ngajak bertengkar kita langsung pulang ya.” Kata Wati.
“Iya papi berjanji, akan langsung pulang kalau ibu mulai marah-marah lagi.” Janji Dony.
Wati akhirnya mengikuti suaminya masuk ke rumah ibu mertuanya. Didalam wanita tua itu tidak banyak cakap. Dia mengajak makan siang. Bahkan mengambil Panji dari gendongan Wati.
“Kalian makanlah biar ibu gendong cucu ibu.” Kata ibu kepada mereka.
Dony dan Wati menurut. Mereka makan siang dengan menu seadanya dimeja.
Panji masih terlelap tidur dipangkuan ibu. Saat mereka selesai makan siang.
Saat itu mobil Satria berhenti dibelakang mobil Wati dan Satria masuk kedalam.
“Assalamualaikum, nek Satria sudah pulang. Ayo ikut Satria pulang ke rumah nek. Hari ini ayah dan ibu akan pergi Satria sendirian dirumah.” Kata Satria.
“Satria makan dulu nak. Ini ada om Dony sama Tante Wati.” Kata nenek.
Satria menyalami Dony dan Wati. “Ada adik kecil apa ini anaknya Tante Wati nek?” Tanya Satria.
“Iya ini adik sepupumu, ayo cuci tangan dulu baru pegang adik” jawab neneknya.
Satria kebelakang menuju wastafel dan mencuci tangan dan mukanya dengan sabun lalu mengeringkannya dengan handuk. Lalu kembali ke depan.
Om Dony kapan-kapan main ke rumah Satria ya. Sekarang Satria tinggal dirumah Satria yang baru.” Kata Satria.
“O ya kapan kalian pindah?
“Belum lama om. Sekarang Satria kalau sekolah diantar sopir naik mobilnya papa. Papa sudah beli mobil baru.” Jawab Satria.
“Satria kamu makan dulu gih. Nanti habis makan kita sama-sama pergi ke rumahmu.” Sahut neneknya.
“Kalau begitu saya nitip oleh-oleh untuk mbak Fitri sama mas Tono ya bu. Kami kesana juga ga bakal ketemu.” Kata Dony.
“Iya tidak apa-apa. Masukkan oleh-oleh untuk Fitri ke mobilnya Satria.” Kata ibunya.
Wati membersihkan meja setelah makan. Dan mengambil anaknya dari mertuanya.
“Wati maafkan ibu ya. Sekarang ibu tidak akan melarangmu tinggal dirumah kalian sendiri.” Ucap ibu mertuanya.
“Iya bu Wati sudah memaafkan. Kalau memang ibu tidak keberatan kami tinggal di rumah sendiri. Watipun tidak keberatan ibu datang ke rumah kami.” Kata Wati.
“Baiklah kalau ibu kangen dengan rendang buatanmu ibu akan main kesana.” Jawab ibu.
“Dengan senang hati Bu.” Jawab keduanya serentak.
Saat itu Tono dan istrinya sedang berada di ruangan meeting. Mereka tidak mengetahui kalau mamanya Tono datang ke kantor dan menunggu di ruangan Tono.
Saat Tono dan istrinya selesai meeting dan masuk ke ruangan Dirut. Mereka berdua terkejut melihat mama Tono dengan seorang wanita.
“Mama, ngapain mama berada di kantorku?”
“Sejak kapan aku harus ijin dulu kalau mau ke kantor anakku sendiri?” jawab mamanya.
“Tapi kan ini masih jam kerja ma, aku repot.”
“Repot kenapa bawa perempuan itu ke kantormu?” Ketus mamanya.
“Dia memang bekerja disini. Aku yang memintanya untuk mendampingiku.”
“Kantor suamiku haram diinjak perempuan rendahan itu. Sekarang juga kau harus memecatnya,” teriak mamanya mulai histeris.
“Akulah Dirut disini. Memecat dan mempekerjakan orang itu wewenang ku bukan mama. Sebaiknya sekarang mama pulang. Dan jangan pernah datang tanpa membuat janji dulu apalagi membawa seseorang yang samasekali tidak memiliki kepentingan apapun disini.” Tegas Tono sambil melangkahkan kakinya menuju pintu dan membukanya lalu salah satu tangannya mempersilahkan tamunya untuk keluar.
“Kurang ajar, kau anak durhaka.”
“Maafkan kedurhakaanku ma, silahkan keluar!” Tegasnya.
Mamanya Tono dan wanita yang dibawanya segera meninggalkan ruangan itu dengan hati mendongkol.
“Maafkan Tante Lidya tapi ini belum berakhir aku tidak sudi mengakui perempuan miskin itu sebagai menantuku. Apapun yang terjadi kau harus merebutnya dari perempuan itu.”
“Iya Tante, tapi kita harus sabar karena anak Tante begitu bucin dengan istrinya.” Jawab Lidya perempuan yang ingin dijodohkan dengan Tono.
“Kita pulang saja Tante. Kapan-kapan kita ketemu lagi. Saya akan naik taxi online saja. Sampai jumpa lagi Tante.” Perempuan bertubuh sexy itu lantas pergi meninggalkan orang tua Tono dan membiarkannya pulang sendiri dengan sopirnya.
“Fit, kita harus siap-siap perjalanan ke Surabaya. Nanti malam kita ada undangan pernikahan anak dari salah satu klien ku.” Tono mengingatkan istrinya.
“Baiklah apa kita akan berangkat sekarang?”
Tono hanya mengangguk dan membereskan berkas-berkas nya lalu menyimpannya dalam file cabinet yang ada diruangannya.
Mereka berdua meninggalkan kantor lebih awal dan langsung menuju ke airport untuk penerbangan ke Surabaya. Semua perlengkapan untuk kepergian mereka sudah disiapkan oleh Fitri dan koper-koper mereka diletakkan di bagasi mobil.
Selama menjadi istri Tono Fitri tidak pernah bepergian keluar kota ataupun sekedar liburan keluarga. Tono memerankan dirinya dengan baik seolah dia bekerja sebagai karyawan kantor biasa dan gajinya dikelola oleh mertuanya.
Perjalanan ini pertama kalinya Fitri merasakan naik pesawat. Dia merasa gugup dan saat pesawat akan take off Fitri memegang lengan suaminya dan menyandarkan kepalanya di bahu suaminya.
Mereka menginap di hotel dekat plaza yang paling terkenal di Surabaya terletak di tengah kota hingga bisa menjangkau kuliner khas Surabaya dengan berjalan kaki saja.
Malamnya Fitri didandani oleh salon yang ada di hotel itu dan memakai gaun rancangan butik terkenal di Jakarta. Kini Fitri sudah mulai dikenal sebagai istri Tono sehingga para senior di dunia bisnis tidak mendekatinya untuk dijadikannya menantu.
Akhirnya bisa damai