Sebastian Adiwangsa. Nama yang selalu bergaung dengan skandal, pesta malam, dan perempuan yang silih berganti menghiasi ranjangnya. Baginya, cinta hanyalah ilusi murahan. Luka masa lalu membuatnya menyimpan dendam, dendam yang membakar hasratnya untuk melukai setiap perempuan yang berani mendekat.
Namun, takdir memiliki caranya sendiri. Kehadiran Senara Ayunda, gadis sederhana dengan kepolosan yang tak ternodai dunia, perlahan mengguncang tembok dingin dalam dirinya. Senara tidak seperti perempuan lain yang pernah ia kenal. Senyumnya membawa cahaya, tatapannya menghadirkan kehangatan dua hal yang sudah lama terkubur dari hidup Sebastian.
Namun, cara Sebastian menunjukkan cintanya pada Senara bermula dari kesalahan.
Malam Milik Sena
Adiwangsa Group Tbk.
Suasana kantor perlahan mulai kembali normal setelah badai besar yang sempat mengguncang beberapa minggu lalu. Masalah besar yang sempat membuat semua orang resah akhirnya menemukan titik terang. Pengkhianat yang menjadi mata-mata rival perusahaan Bastian berhasil terungkap.
Ravian, tangan kanan sekaligus benteng kepercayaan Bastian, yang mengurus semuanya dengan rapi ketika sang bos justru terbaring sakit di tengah panasnya situasi.
Kini, Bastian sudah kembali duduk di ruangannya, fokus menuntaskan tumpukan pekerjaan yang menunggu sejak pagi.
Menjelang sore, pintu ruangannya tiba-tiba terbuka tanpa ketukan.
Arya masuk begitu saja. Bastian spontan mengangkat wajahnya dengan raut kesal.
“Bas, nanti malam Marvel ngajak ke Atlassé. Dia baru pulang tuh.”
Bastian tidak menjawab, hanya menatap singkat lalu kembali ke berkas di mejanya.
“Ayolah, Bas. Kita udah lama nggak nongkrong bareng,” desak Arya.
“Jam berapa?”
“Jam tujuh. Kita seru-seruan dulu.”
“Oke,” jawab Bastian singkat, nadanya tetap dingin.
Seakan belum puas berbicara dengan Bastian, Arya kembali mencari topik lain. “By the way, gimana kabar Sena?”
“Bukannya kau sudah ketemu dia kemarin?”
“Itu kan cuma pas sidang skripsinya. Selama di Penthouse kan gue nggak pernah tahu apa yang sebenarnya yang terjadi sama dia. Kalau sama lo dikurung terus... gue ragu Sena baik-baik aja.”
Bastian mendengus, bola matanya berputar malas. Dia tidak menjawab pertanyaan konyol itu.
“Sena udah berapa bulan sekarang, Bas?” Arya masih saja bertanya.
“Empat Bulan”
Arya sedikit terkejut karena Bastian mengetahui usia kandungan Sena. Dipikirnya, Bastian akan menganggap itu sebagai angin lalu.
“Berarti sisa lima bulan lagi gue bisa nikahin Sena ya, Bas?”
Mendengar itu, rahang Bastian mengeras. “Lo ngomong sekali lagi, gue tonjok.”
“Perasaan yang hamil Sena, kenapa lo yang emosian sih?” ledek Arya sambil tertawa kecil.
“Diem, Arya,” ucap Bastian tajam.
Arya terkekeh dan akhirnya memilih keluar dari ruangan itu. Di kepalanya, mengganggu Bastian selalu terasa menghibur. Apalagi membawa topik Sena di depannya.
...****************...
Atlassé Beach Club.
Jam tujuh tepat, Arya dan teman-temannya sudah duduk manis. Alkohol mahal berjejer di meja, gelas-gelas beradu ringan, tawa pria dewasa memenuhi udara.
Setengah jam kemudian, sosok yang ditunggu akhirnya tiba.
“Hei, Bas! What’s up, man!” seru Marvel, sahabat lama yang baru kembali dari luar negeri.
“Good. Kapan lo nyampe?”
“Tadi pagi. Tumben manusia paling on time ini telat?”
Seorang teman mereka yang juga kemarin hadir di pernikahan Bastian kemarin menyahut, “Biasa. Sekarang dia udah ada istri, pasti ngurusin istrinya dulu.”
Marvel terperangah. “What? Istri? Serius, man?”
Bastian hanya mengangguk singkat.
“Kenapa gue baru tahu sekarang?!”
“Kalau gue bilang, lo juga nggak bakal datang. Lo kan di ujung dunia,” jawab Bastian malas.
Marvel langsung saja menoyor kepala Bastian. Ya. Hanya Marvel yang berani melakukan itu kepada Bastian. Bahkan Arya saja tidak berani.
“Bukan itu konsepnya. Kita udah temenan lama. Bisa-bisanya lo ga kasih tau gue”
Bastian berdecak. “Ini serius mau bahas pernikahan gue?”
“Istri Bastian cantik banget loh. Dan lo bakal kaget karena istrinya jauh dari tipe Bastian biasanya” celetuk salah satu temannya lagi.
“Stop, please,” potong Bastian dingin.
Arya menambahkan dengan nada mengompori, “Saking cantiknya, gue aja mau kalo dikasih bekasan Bastian.”
“Arya,” suara Bastian berat, matanya menajam.
“Lo kan emang udah janji mau kasih Sena ke gue kalo lo udah cerain dia” ucap Arya semakin berani. Inilah Arya. Mulutnya lebih berani dibanding tubuhnya.
Ruangan seketika sunyi. Semua mata menatap ke arah Bastian.
Marvel melongo. “Lo... udah ada rencana cerai?”
“Arya, gue hajar lo ya disini” nadanya tajam penuh ancaman.
Arya buru-buru mengangkat tangan. “Oke, ganti topik!” Dia tahu betul kalau ucapan Bastian tidak pernah main-main.
… … …
Di saat bersamaan, Sena tengah berbaring sambil menggulir layar ponselnya. Video tutorial salad buah tiba-tiba muncul di beranda exploenya, video itu menampilkan potongan buah segar yang menggiurkan.
Hatinya langsung tergerak. Ia ingin sekali salad buah—sekarang juga.
Tanpa pikir panjang, ia menuju dapur, langsung membuka kulkas besar.
Harapannya runtuh saat hanya menemukan jeruk dan pisang. “Mana bisa dua buah itu jadi salad...” gumamnya kecewa.
Ia duduk di kursi dapur, tangannya refleks mengusap perut. “Nak, buahnya nggak ada. Gimana dong?”
Namun tiba-tiba bayi didalamnya seakan merespon dengan tendangan di perut Sena cukup kuat, seolah marah karena keinginannya tidak dipenuhi.
“Kamu beneran pengen salad buah, ya?”
“Tunggu ibu berpikir dulu ya” lanjutnya.
Beberapa menit Sena terdiam disana memikirkan sesuatu yang bisa ia lakukan agar bisa memakan salad buah. Sampai akhirnya, satu nama terlintas di pikirannya.
Bastian.
Sesaat ia ragu. Dirinya teringat lagi bagaimana pria itu dulu marah dan memaksa ia menghabiskan makanan yang dipesannya. Sena sempat mengurungkan niat, namun rasa ingin yang tak tertahankan membuatnya menekan nomor itu juga.
“Oke kita coba dulu.” Sena langsung menelpon Bastian.
...****************...
Sekumpulan pria-pria kaya sedang menikmati malam bebasnya. Alkohol-alkohol mahal terjejer di mejanya dengan indah. Tak lupa juga dengan pertunjukkan-pertunjukkan penari-penari yang menggoda disana.
Bastian baru akan menyesap alkoholnya lagi, sampai dering ponselnya tiba-tiba berbunyi. Dia mengambilnya dan melihat nama “Senara” disana.
Ia menaruh kembali gelasnya, berdiri, dan menjauh dari keramaian.
“Halo Sena, ada apa?”
Hening sejenak.
“Sena?”
“Bas... kamu lagi sibuk ya?” Suara Sena terdengar di sebrang telepon.
“Kenapa?”
“Kamu bisa temenin aku ke supermarket?”
Bastian berkerut. “Ngapain?”
“Aku mau bikin salad buah. Pengen banget. Tapi di kulkas cuma ada jeruk sama pisang.”
Bastian melirik jam tangannya. Saat ini waktu menunjukkan pukul delapan malam.
“Malam-malam begini?” tanya Bastian lagi.
“Hm. Kamu nggak bisa ya? Gapapa kalo kamu nggak bisa, aku tunda aja dulu makan salad buahnya” ucap Sena lirih di sebrang sana.
Bastian bisa menangkap nada kecewa itu.
“Kamu bener-bener pengen salad buah?”
“Iyaa,” jawab Sena cepat, terdengar bersemangat.
“Kalau gitu siap-siap. Dua puluh menit lagi aku sampai.”
“Serius? Makasih, Bastian!” suara Sena melonjak girang.
Telepon terputus. Bastian kembali ke meja.
“Gue cabut duluan.”
“Loh, cepet amat? Cewek-cewek bikini belum keluar, Bas,” goda Marvel.
“Sena minta ditemenin ke supermarket. Gue harus pulang.”
“Siapa Sena?” tanya Marvel heran.
Arya menyenggolnya. “Istrinya, stupid.”
Bastian hanya melambaikan tangan, keluar terburu-buru dari Beach Club itu. Bastian bahkan terlihat nyaris berlari.
Marvel menoleh ke Arya, “Kayanya rencana lo mau rebut istrinya Bastian bakal gagal total.”
Arya tersenyum dengan sudut bibir terangkat satu, “Gue Cuma bercanda. Itu manusia satu gengsi banget. Padahal bentar lagi juga dia cinta mati sama istrinya”
Marvel terkekeh. “Ya, namanya juga Sebastian Adiwangsa.”
...****************...
Di Penthouse, saat ini ada seorang wanita yang kegirangan karena keinginannya dipenuhi oleh suaminya.
Sena segera mengganti baju tidurnya dengan dress polos berwarna biru muda.
Ia bercermin dan tangannya kembali mengusap perut.
“Nak kamu jangan berubah-ubah lagi ya. Kalo mau salad harus tetep mau salad! jangan tiba-tiba jadi nggak mau kaya kemarin ya. Nanti papamu marah lagi.” Bisiknya seperti sedang menceramahi bayinya.
Tak lama, pintu terbuka. Bastian muncul dengan kemeja hitam.
Tatapannya bertemu dengan Sena.
“Tunggu, aku ganti baju dulu,” ucapnya cepat lalu masuk kamar.
Bastian tahu tubuhnya masih menyisakan bau rokok, alkohol, dan aroma malam dari Beach Club tadi.
...----------------...
^^^Cheers, ^^^
^^^Gadis Rona^^^