NovelToon NovelToon
Gara-Gara COD Cek Dulu

Gara-Gara COD Cek Dulu

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:939
Nilai: 5
Nama Author: Basarili Kadin

Berawal dari pembelian paket COD cek dulu, Imel seorang guru honorer bertemu dengan kurir yang bernama Alva.
Setiap kali pesan, kurir yang mengantar paketnya selalu Alva bukan yang lain, hari demi hari berlalu Imel selalu kebingungan dalam mengambil langkah ditambah tetangga mulai berisik di telinga Imel karena seringnya pesan paket dan sang kurir yang selalu disuruh masuk dulu ke kosan karena permintaan Imel. Namun, tetangga menyangka lain.

Lalu bagaimana perjalanan kisah Imel dan Alva?
Berlanjut sampai dekat dan menikah atau hanya sebatas pelanggan dan pengantar?

Hi hi, ikuti aja kisahnya biar ga penasaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Basarili Kadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengkhianatan Teman

Setelah urusan di kafe selesai, aku melanjutkan perjalanan ke gudang. Jika bertanya itu anak buah untuk apa dan kenapa bisa bareng aku? Dia anak buah silat orang tuaku dan yang ilmu bela dirinya sudah tinggi, dipakai di keluargaku, tetapi mereka juga punya pekerjaan tetap selain jadi penjagaku atau untuk mengatur kemanan. Namun, jika aku butuh mereka pun datang selagi tidak ada halangan.

Badanku masih gemetaran, air mata dari mataku pun bahkan tidak berhenti menetes. Dikhianati orang terdekat itu sakit apalagi sampai mengambil tindakan tanpa sepengetahuanku. Aku tidak peduli entah dibawa kemana mereka berdua yang jelas mereka akan dipekerjakan oleh anak buahku.

Tidak terasa aku pun sudah sampai di gudang, semua karyawan menyambut dan aku membalas dengan senyuman, berharap di sini baik-baik saja.

"Apakah Rudiawan nya ada?" tanyaku kepada mereka.

Sebut saja Rudi, dia atasan mereka yang aku percayakan untuk memegang kendali di gudang produksi ini, iya konveksi.

"Ada di dalam, Bu," jawab salah satu dari mereka.

Aku tidak terlalu tahu nama-nama mereka karena yang di sini terlalu banyak dan sulit aku ingat.

Aku berjalan gontai menuju ruangan pribadi Rudi, saat aku mengetuk pintu aku mendengar dia sedang berbicara.

"Tenang, aku akan atur semuanya, yang penting kita bisa dapat uang banyak," ucapnya di balik telepon.

"Bisa-bisa, nanti akan aku kirimkan kembali ke sana yang banyak."

"Ya, benar. Selagi di sini masih dalam kendaliku, kita bisa menjual barangnya tanpa sepengetahuan dia."

Darahku mendidih mendengarnya, tidak ingin tinggal diam aku langsung melabraknya.

Brakk!

"Ooh, jadi gitu ya permainan kamu di belakang! Gak mikir, ga punya otak, dikasih hati mintanya jantung, orang seperti kamu emang ga pantas dikasihani orang-orang. Wajah lugu tetapi hati busuk!" umpatku penuh amarah.

"Mel mel mel, Enggak, ini tidak seperti yang kamu kira." Rudi menyangkal, meskipun dari raut wajahnya dia juga sudah ketakutan.

"Jangan menyangkal, aku sudah dengar semuanya!"

Jujur saja ini lebih parah dari pada Hendra, Hendra tidak mengambil uangku melainkan dia hanya ingin disebut bos di sana, penguasanya. Sampai pacar sendiri yang tidak tahu sopan santu dan tidak tahu malu pun dia ambil, bahkan sampai berani memecat Pak Tono.

"Berapa keuntungan yang kamu ambil hah?" tanyaku gemetaran, baru saja aku menangis sekarang harus menangis kembali.

"Apa lagi yang kurang? Aku sudah menggaji kamu sesuai kesepakatan kamu, kemauan kamu. Tapi kamu rakus, tamak, serakah. Rela menghancurkan orang lain demi kepuasan kamu sendiri," ucapku mencoba tenang dan santai, meski mataku sudah kembali mengembun.

"Mel, aku mohon dengarkan aku dulu," pintanya.

"Apa yang harus aku dengar?"

"A-aku melakukan ini semua karena ... karena ...."

"Karena apa!?"

"Aku terlilit hutang ratusan juta," ucapnya menunduk.

"Lalu?"

"Maaf, aku menjual kurang lebih 10 ribu dari produksi kamu."

"What! Sepuluh ribu, sepuluh ribu katamu? Ha ha, hutangmu seharusnya sudah lunas ha ha ha." Aku tertawa karena kecewa.

"Bagus kamu ngaku, aku akui kamu hebat. Keren, sumpah ini keren banget ha ha."

Tangisku pun pecah, badanku terkulai lemas hingga jatuh ke lantai, sepuluh ribu bukanlah jumlah yang sedikit, apalagi pakaian yang aku jual harganya di atas 300 ribu bahkan ada yang sampai 500 ribu, meskipun ada yang di bawah 100 ribu, tetapi modal yang aku pakai itu bukan daun melainkan uang yang aku hasilkan dengan susah payah. Sakit yang kutelan sendirian, lelah yang aku rasa sendirian, orang lain memfitnah, menggunjing, mengadu domba sampai merendahkan pun, aku tetap diam.

Wakafa Billahi Syahida.

Terkadang menunjukkan kepada seseorang bahwa kita benar sekalipun itu tidak akan dipercaya, klarifikasi tidak akan bisa membungkam tuduhan orang lain. Tidak akan ada yang bisa mengerti kamu apalagi seorang pembenci atau musuh. Cukup diam, biarkan kesuksesan yang membungkam mulut mereka dan biarkan mereka dengan prasangkanya sendiri.

Tidak akan ada satu tindakan yang akan lepas dari yang namanya pembalasan. Kita hidup memang tidak akan bisa disukai oleh semua orang, tetapi tetaplah berbuat baik meski orang lain tidak suka.

"Mel, aku mohon. Aku minta maaf." Rudi mencoba membujukku, dia memegang pundakku, memapahku untuk duduk di kursi.

"Itu sudah lebih dari ratusan juta, kamu iblis Rudi!" umpatku kembali bersuara.

"Jika kamu ingin selamat, kembalikan semuanya kepadaku atau kamu yang akan aku eksekusi!" Ancamku membuat dia melotot ke arahku.

"Apa? Apa ada yang salah? Bukankah kamu lebih kejam?"

"Arrrghhh! Tapi aku lakuin ini juga buat kamu!"

"Buktinya?"

"Kamu bisa terkenal, produk kamu dikenali oleh semua orang."

"Yang nikmati keuntungannya kamu kan? Ha ha lucu sekali!"

"Silakan ambil keputusan dalam dua menit, kamu kembalikan semuanya atau kamu yang akan aku eksekusi. Apa susahnya sih bilang kalau kamu punya masalah keuangan? Ini jelas main belakang bukan untuk menutupi hutang melainkan membengkakkan dompet sendiri!"

Dua menit berlalu, Rudi masih diam kebingungan. Benar-benar mengecewakan, hari ini benar-benar membuatku depresi. Aku rela ngekos seadanya tapi yang di sini hidup enak poya-poya. Ternyata lebih baik menunjukkan jati diri daripada sembunyi-sembunyi.

"Cepat jawab!" bentakku naik pitam seraya menggebrak meja.

Rudi terlonjat kaget dan ingin membalas.

"Kamu hidup enak Mel! Kamu kira aku robot hah!"

"Yang nyuruh kamu jadi robot siapa?!"

"Kamu kerja di sini engga aku suruh berat-berat! Gak aku suruh kerja 24 jam non stop. Kalau mau hitung-hitungan lebih cape mereka yang menjahit pakaiannya bukan kamu yang tinggal duduk laporan sama aku. Mau pembelaan apa lagi hah!?

Rudi membanting kursi!

"Kalau mau lawan, lawan aku jangan ngerusak semua fasilitas yang ada di sini!"

Wajah Rudi memerah, matanya nyalang menatap tajam ke arahku. tangannya mengepal, urat-urat di tangannya menonjol seperti mau keluar. Dia marah, benar-benar marah, tetapi dia juga ingin pembelaan ingin dimengerti, jika aku laki-laki sepertinya dia ingin menyerang, sayangnya aku perempuan padahal aku berani melawannya. Aku tidak takut untuk berkelahi, tetapi aku tidak ingin adu mulut.

"Kamu tidak akan paham posisi aku!" geramnya.

"Aku pernah berada di posisi tersulit dengan kejujuran dan terlalu berlebihan baik kepada orang lain," timpalku.

"Arrrrghhh!"

"Kamu tidak lebih seperti ular, baik di depan tetapi jika aku lengah kamu menggigit. Aku tidak peduli berapa lama kamu bisa mengganti kerugianku selama ini, yang jelas hak ku adalah milikku bukan milikmu. Kamu sudah ada bagiannya, tetapi kamu serakah dan rela menghancurkan orang lain. Jika aku hancur, kamu akan hidup enak gitu? Tidak! Kamu akan lebih tersungkur, terpuruk, bahkan mati secara perlahan," ucapku menusuk tajam.

"Baik, aku akan ganti!"

"Baik, sekarang angkat kaki dari tempat ini!" Usirku.

"Bagaimana aku bisa ganti kalau aku dipecat?"

"Cari tempat lain aja. Hutangmu sudah lunas bukan? Tinggal ganti rugi ke aku saja."

"Okey, kamu akan menyesal setelah membuangku!"

"Aku tidak akan menyesal membuang racun dalam hidupku," balasku menyeringai.

Rudi berjalan keluar dengan penuh emosi, pintunya dia banting kasar dan meninggalkanku sendiri.

Ada-ada saja manusia di dunia ini, dia jahat tetapi ketika dijahati balik, dia merasa menjadi korban. Ada orang yang sudah nampak kejahatannya, tetapi dia masih mengelak dan ketika ditegur kita lah yang jelek akhlak dan jahat kepadanya. Dia mungkin tidak punya kaca, oleh karena itu dia tidak bisa melihat dirinya sendiri.

Tapi tidak mengapa, Tuhan lebih tahu semua yang terjadi.

***

Hufft, perjalanan hari ini benar-benar melelahkan meski penyebabnya sudah aku bereskan. Di toko memang tidak ada gangguan, ternyata dari pabriknya sendiri dan itu adalah dari managernya sendiri. Sekarang aku juga bingung untuk mencari pengganti, untuk sementara, aku yang pegang sendiri meski dari jarak jauh. Di sinilah kadang aku merasa butuh seorang pendamping, tetapi di sisi lain aku juga takut salah memilih.

Kafe sementara aku tutup satu minggu untuk kembali beroperasi dan memperbaiki semuanya agar kembali seperti dulu karena semenjak ada perempuan itu semuanya diubah, Pak Tono aku panggil kembali untuk bekerja. Sementara pabrik, tetap berjalan meski kerugian saat ini besar. Namun, yang penting aku bisa menggaji karyawanku dan membayar tagihan-tagihan lainnya, yang penting aku tidak punya hutang. Untuk Rudiawan, aku tidak akan langsung mengambil jalur hukum, bagaimana pun dia juga membantu membangun jaringan penjualan produkku, tapi sayangnya dia bermain belakang hanya untuk kepentingan sendiri. Lagipula jalur hukum terlalu repot, aku tidak ingin memperburuk konsumsi otakku dengan keributan.

Hari Selasa, aku memutuskan untuk kembali ngekos karena dirasa sudah beres, tinggal aku memikirkan bagaimana cara menstabilkannya kembali.

1
Bonsai Boy
Jangan menunda-nunda lagi, ayo update next chapter sebelum aku mati penasaran! 😭
Hiro Takachiho
Gak sabar nih baca kelanjutannya, jangan lama-lama ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!