Dalam satu hari Tiara kehilangan semuanya...
Orang tuanya yang meninggal secara mendadak, lalu tantenya yang menguasai harta peninggalan orang tuanya, dan terusir dari kamarnya sendiri.
Belum lagi sepupunya yang teramat sangat cantik, yang selalu merebut apapun yang Tiara suka, dan selalu membuat Tiara mendapatkan hukuman dari tantenya.
Dan ketika tiba saatnya ia mengambil alih apa yang seharusnya menjadi miliknya... Tiara harus mencari pria yang sangat berkuasa untuk membantunya, dan pria itu adalah Kenzou.
"Aku akan membantumu, tapi kamu juga harus membantuku..." ujar Kenzou.
"Membantu apa?" tanya Tiara.
"Menjadi kekasih bayanganku, untuk membuat sepupumu itu cemburu...."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nicegirl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Yang Mengerikan
Alih-alih menjawab Tiara malah bertanya, "Kita hanya berpura-pura pacaran, Kak... Kenapa Kakak baik sekali padaku?"
Kenzou mengangkat kedua bahunya, "Karena kamu sahabatnya Keizaa, dan kamu adalah pacarku, meski hanya pura-pura..." jawabnya dengan santai.
"Kalau aku hanya pacar bayanganmu, jangan biarkan aku terlanjur menyayangimu... Karena kalau aku tidak mampu pergi darimu, itu karena Kakak yang membuatku menyayangimu...." gumam Tiara.
"Apa maksudmu?" tanya Kenzou bingung.
"Intinya jangan terlalu baik denganku, Kak... Setidaknya kalau tidak ada siapapun yang melihat kita... Karena aku takut kalau aku jadi menyukaimu..." jawab Tiara, lalu bunyi petir kembali terdengar, refleks Tiara langsung memeluk Kenzou, dan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Kenzou.
Setelah sisa-sisa petir itu tidak terdengar lagi, Tiara langsung menjauhkan badannya, lalu beringsut hingga punggungnya menyentuh sofa.
"Aku akan tetap menemanimu di sini... Sampai hujan berhenti dan kamu bisa kembali lagi ke kamarmu... Aah, aku jadi ingat aku harus periksa Keizaa dulu...." ujar Kenzou sambil berdiri, tapi Tiara langsung menarik lengannya,
Ya Tuhan.... Mati aku kalau sampai Kak Zou tahu Keizaa tidak ada di kamar.
"Jangan, Kak!" pekik Tiara dengan panik.
"Kenapa? Aku harus melihat adikku...."
Tanpa pikir panjang lagi Tiara kembali memeluk Kenzou dengan erat,
"Tolong... Temani aku saja di sini, Kak... Aku takut...." pintanya.
Kenzou langsung membalas pelukan Tiara, dengan tangannya yang mengelus lembut punggung dan rambutnya.
Rasa takutnya seketika berubah menjadi rasa mendamba. Tiara kembali teringat dengan ciuman mereka di rumah sakit, ciuman yang terbawa hingga ke dalam mimpinya.
Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat Tiara mengerang pelan, dan Kenzou mendengarnya.
"Apa yang ada di dalam pikiranmu sekarang?" tanyanya dengan nada geli, bahkan Tiara dapat merasakan dada Kenzou yang bergetar karena tawa kecilnya itu.
"Tidak ada..." elak Tiara.
"Ah, gadis kecilku... Aku tahu kamu sedang berbohong saat ini... Apa kamu sedang mengingat ciuman kita?"
Tiara menggeleng, "Tidak... Tadi Kakak bertanya apa yang menyebabkan aku takut pada petir dan kilat? Aku akan menjawabnya sekarang...." ujar Tiara mengalihkan pembicaraan.
"Ya, ceritakan kepadaku...."
"Di hari kematian Mama dan Papaku... Saat itu sedang hujan badai, petir dan kilat datang silih berganti, dan aku benar-benar ketakutan sekali saat itu... Tidak ada satupun yang menenangkanku, tidak Tante Risya, tidak juga Om Danu... Mereka berdua asik bersenda gurau, tidak peduli sama sekali dengan aku yang sedang menggigil ketakutan..." jelas Tiara.
Bayangan dirinya saat itu masih terlihat dengan jelas, hari terburuk di dalam hidupnya, dengan cuaca terburuk yang pernah ia temui.
Hingga saat ia menjelaskan pada Kenzou sekarang pun, tubuhnya masih bergetar ketakutan, sama halnya dengan tubuh bocah berusia lima tahun itu.
Kenzou kembali menenangkan Tiara, dan semakin mengeratkan pelukannya, seolah turut merasakan kesedihan gadis kecilnya itu.
"Malam itu mengerikan sekali... Rasanya semua kejadian itu seperti terpatri di dalam ingatanku, hingga tidak mau menghilang." lanjut Tiara.
"Kenapa Tante dan Ommu tidak membawamu ke Psikiater?" tanya Kenzou, Tiara dapat merasakan nada geram di dalam suara Kenzou itu.
"Mereka tidak tahu aku menjadi trauma... Atau mereka sebenarnya tahu tapi berpura-pura tidak tahu? Entahlah..." jawab Tiara.
"Seandainya ada aku di malam itu... Aku pasti akan terus memelukmu seperti saat ini..."
Tiara tertawa pahit sebelum berkata, "Sepertinya sudah menjadi takdirku untuk tidak pernah mendapatkan kasih sayang yang tulus dari orang lain... Karena aku baru saja teringat dengan kejadian setelah itu..."
Kenzou mendengar Tiara mendesah pelan sebelum melanjutkan,
"Saat itu adalah dua hari setelah Mama dan Papa meninggal... Aku masih merasakan kesedihan yang teramat sangat dalam... Di tambah lagi Tante Gisya yang awalnya berjanji akan mengantarku ke tempat peristirahatan terakhir Mama dan Papa itu, ternyata membatalkannya dengan berbagai macam alasan, dan aku menjadi benar-benar sedih dan kecewa."
"Lalu aku melihat anak laki-laki yang sedang duduk di kantin seorang diri... Tatapan anak itu sama kosongnya dengan tatapanku, dan aku mengira dia juga sedih karena Mamanya tidak datang menjemput... Bodohnya aku yang tidak menyadari kalau anak laki-laki itu sudah mengenakan seragam putih merah, yang berarti belum saatnya dia pulang..."
"Lalu?" tanya Kenzou dengan suara berat, ia sudah tahu kelanjutannya, tapi ia mau mendengar versi gadis kecilnya ini, dan alasan di balik kepindahannya itu.
"Anak laki-laki itu juga mengabaikanku... Sama seperti yang lainnya... Bahkan anak laki-laki itu mengusirku, memintaku untuk menjauhinya... Dan aku jadi semakin sedih, aku merasa tidak ada yang menyayangiku selain Mama dan Papaku, juga mba Tini..." jawab Tiara lirih, sambil membalik wajahnya yang awalnya pipi kanan yang menyentuh dada Kenzou, kini beralih jadi pipi sebelah kirinya.
"Keesokan harinya aku melihatnya lagi di kantin, dan aku memilih untuk mengabaikannya, aku tidak mau merasakan penolakan lagi... Sampai akhirnya Tante Gisya memindahkanku ke sekolah yang sama dengan Dasha... Dan aku menjadi lebih kesepian lagi, karena semua anak yang dekat denganku, entah kenapa langsung beralih menjadi dekat dengan Dasha, hingga aku selalu sendirian..."
"Begitu seterusnya hingga Dasha lulus SMA, dia selalu mendekati siapapun yang dekat denganku, pria atau wanita... Dan semuanya sama, lebih memilih Dasha daripada denganku... Ya, takdirku memang tidak untuk di sayang seseorang." desah Tiara pelan.
"Kenapa kamu bisa pindah ke sekolah Keizaa?" tanya Kenzou.
"Saat Dasha lulus dan aku naik ke kelas dua belas, pengacara Papaku datang ke rumah, dan menagih janji Om dan Tante untuk memindahkanku ke sekolah itu..." jawab Tiara.
"Janji? Maksudnya?"
"Awalnya pengacara itu meminta aku masuk ke SMA itu sejak kelas sepuluh, tapi Om Danu menolaknya, dengan alasan aku yang mau satu sekolah dengan Dasha... Sedang Ia tidak mampu membayar uang sekolah yang cukup besar di SMA itu untuk Dasha, Om Danu berharap pengacara itu juga membayarkan sekolah Dasha, tapi pengacara itu hanya melakukan apa yang menjadi wasiat Papa."
"Jadi yaa.. Setelah Dasha lulus baru aku bisa pindah ke sekolah Keizaa, dan aku sangat bersyukur karena satu kelas dengan Keizaa, aku bersyukur saat itu Keizaa memilih duduk di kursi sebelahku... Yang pada akhirnya aku bertemu dengan teman yang benar-benar sayang dan peduli padaku..."
Lalu hanya ada keheningan di antara mereka, setelah Tiara selesai menceritakan kisahnya itu, hanya suara nafas dan detak jantung Kenzou saja yang terdengar di telinganya.
Dan Tiara kembali merasakan itu lagi, rasa ingin menyentuh dan menyusuri jemarinya di otot kuat pria itu.
"Maafkan aku..." ucap Kenzou dengan setulus hati.
"Kenapa Kakak meminta maaf?" tanya Tiara sambil menjauhkan badannya.
Hujan sudah lama berhenti, dan petir tidak berbunyi lagi, tapi mata Tiara melihat badai lainnya, badai gairah di mata Kenzou.
"Sebaiknya aku kembali ke kamar...." desah Tiara, ia harus melakukan itu atau ia akan memohon pada Kenzou untuk menciumnya lagi.
Dear Readers....
Bab kedua done yaaa...😘😘
sungguh mantap sekali ✌️ 🌹 🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘 😘