NovelToon NovelToon
MONOLOG

MONOLOG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda
Popularitas:436
Nilai: 5
Nama Author: Ann Rhea

Kenziro & Lyodra pikir menikah itu gampang. Ternyata, setelah cincin terpasang, drama ekonomi, selisih paham, dan kebiasaan aneh satu sama lain jadi bumbu sehari-hari.

Tapi hidup mereka tak cuma soal rebut dompet dan tisu. Ada sahabat misterius yang suka bikin kacau, rahasia masa lalu yang tiba-tiba muncul, dan sedikit gangguan horor yang bikin rumah tangga mereka makin absurd.

Di tengah tawa, tangis, dan ketegangan yang hampir menyeramkan, mereka harus belajar satu hal kalau cinta itu kadang harus diuji, dirombak, dan… dijalani lagi. Tapi dengan kompak mereka bisa melewatinya. Namun, apakah cinta aja cukup buat bertahan? Sementara, perasaan itu mulai terkikis oleh waktu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ann Rhea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Keinginan Besar

"Mama masih berharap loh kamu bisa sama Romeo!" celetuk Merin tiba-tiba di tengah suapan makan malamnya.

Sendok di tangan Lyodra terhenti. Suasana yang tadinya tenang, hanya ada suara sendok dan garpu beradu di meja, langsung terasa berat.

Radja, yang duduk di ujung meja, melirik tanpa suara.

Mendadak rasa makanan di mulut Lyodra hambar. Topik itu lagi. Selalu topik itu. Ia menelan dengan susah payah, dadanya mengeras.

Meski tak ada Kenziro di sini, di dalam hatinya nama itu selalu ada tak terganti, tak tergoyahkan, dan takkan pernah bisa diganti siapa pun.

"Aku bukan Juliet, Ma," ucap Lyodra akhirnya, suaranya tenang tapi dingin. "Aku Lyodra. Istrinya Kenziro. Dan sampai kapan pun, aku tetap akan begitu."

Merin tersenyum tipis, hampir meremehkan. "Tapi lihat Romeo sekarang makin tampan, mapan, berwibawa. Mama dengar dia baru menang tender besar. Kalau kamu sama dia, hidup kamu nggak bakal sesulit ini. Nggak perlu capek jatuh bangun. Tinggal duduk manis, semua sudah ada yang urus."

Lyodra menoleh perlahan, menatap ibunya. Senyum getir muncul di bibirnya. "Kalau gitu Mama aja yang nikah sama Romeo."

Radja spontan menatap tajam, memberi peringatan lewat sorot matanya.

Lyodra mengangkat tangan sedikit, seolah menyerah. "Bercanda, Pah," katanya pelan. "Tapi serius... Mama nyebelin. Bahas itu terus."

Radja menghela napas panjang, suara beratnya memecah keheningan. "Sejujurnya... Papah juga gak terima kamu harus ngalamin pasang surut hidup kayak gini. Dari kamu kecil, kami selalu berusaha bikin hidup kamu baik-baik saja."

Merin langsung menimpali, seperti mendapat dukungan. "Tuh, denger! Mama aja gak ikhlas kamu nikah sama si Ken."

Lyodra meremas tangannya di pangkuan, kuku-kukunya hampir menusuk telapak. "Mama sama Papah itu maunya apa, sih? Status sosial? Supaya kelihatan kaya di mata publik? Atau supaya bisa bangga pamer anak? Jujur aja... aku udah pas banget sama Ken. Masa harus diganti cuma karena kalian gak suka?!"

Nadanya pecah di akhir kalimat. Dadanya sesak.

"Lagi pula," lanjutnya, suaranya bergetar tapi tegas, "dia berusaha. Jatuh bangun, tapi gak pernah berhenti berjuang. Sementara Romeo? Hartanya banyak… karena warisan."

Merin mengangkat dagu, tatapannya menusuk. "Tapi bisnis dan kekuasaan dia juga gak kalah banyak, Lyodra Isabelle. Rumahnya aja dua kali lebih besar dari rumah ini."

Lyodra menoleh cepat, matanya berkilat marah. "Percuma rumah besar... kalau setiap kali pulang yang rasain cuma kesepian, kedinginan, dan gak ada cinta!"

Ruangan itu mendadak terasa semakin sempit. Radja akhirnya angkat suara lagi, kali ini lebih datar tapi menusuk. "Ya sudah, terserah kamu. Tapi nanti kalau kamu udah capek... pulang aja. Romeo masih nunggu. Papah yakin, sekalipun kamu bercerai sama Ken... dia akan terima kamu kapan pun."

Lyodra tercekat, tapi tetap mendongak. Tatapannya bergeming. "Aku gak akan pulang... karena hatiku bukan di sini. Dan bukan sama Romeo."

"Gila, ya, kalian! Pikiran kalian tuh kemana, hah?" suara Lyodra meninggi, tangannya gemetar di atas meja. "Romeo janjiin apa sampai kalian segitunya buta? Dia itu gak setia, Ma! Tukang gonta-ganti pasangan! Dari zaman sekolah pacarnya bejibun, kuliah lebih parah lagi! Bahkan pernah ada isu dia hamilin cewek, terus gak mau tanggung jawab... sampai ceweknya bunuh diri! Kalian mau, anak kalian jadi gila gara-gara hidup sama orang kayak gitu?"

Nada suaranya bergetar marah, nyaris pecah. "Bahagia yang kayak gitu... itu yang kalian inginkan buat aku?"

Ia mengusap ujung bibirnya, mencoba menahan air mata yang mendesak. "Aku gak mau, Ma. Aku gak mau! Karena aku tau betul siapa dia di balik citra manisnya di publik. Dia bahkan pernah..." suaranya merendah, tapi lebih menusuk, "Lecehin aku, Ma."

Keheningan mendadak menyelimuti ruangan.

Radja mengangguk pelan, tapi nadanya tetap dingin. "Baiklah. Tapi bilang sama Ken, kalau hidupnya kayak gitu terus, mending cerai. Papah gak rela kamu yang Papah besarin penuh harta malah hidup susah begini."

Lyodra menoleh tajam, dadanya sesak. Sebelum ia sempat bicara, Merin menambahkan, "Romeo bilang, dia jadi begitu karena gak bisa dapetin kamu. Makanya dia lampiasin ke orang lain."

Lyodra nyaris tertawa miris. "Dan Mama percaya? Mama bangga sama dia? Cuma karena Mama temenan sama mamanya dia di arisan, Mama bela dia habis-habisan, sambil jatuhin pilihan anak sendiri?"

Kursinya bergeser kasar saat ia berdiri.

"Mau kemana?!" tegur Radja.

Lyodra menoleh sebentar, tatapannya penuh luka dan amarah. "Tidur. Sebelum aku benar-benar muntah di sini."

Ia lalu melangkah pergi, meninggalkan meja yang dingin dan sunyi.

--✿✿✿--

Kenziro hanya duduk diam di ruang tamu, menahan dirinya untuk tidak emosi. Setiap kata yang keluar dari mertuanya menusuk telinga, mereka tengah membicarakan pria lain untuk istrinya, seolah ia tidak pernah cukup.

Ia sudah menduganya. Dalam hati, ia tahu mereka belum sepenuhnya menerima keputusan Lyodra menikah dengannya. Baginya, harta selalu menjadi tolak ukur mereka.

Sementara ia… ia tidak pernah mau menambah kekayaan keluarganya sebagai warisan pribadi. Ia ingin berdiri di atas kakinya sendiri, meski itu berarti jatuh berkali-kali. Dan hari ini, ia pulang membawa kabar buruk: restorannya harus ditutup. Satu kasus keracunan fatal hingga satu nyawa hilang, dan semua runtuh.

Hatinya berat. Kepalanya penuh suara-suara yang menghakimi.

Begitu obrolan di ruang tamu mereda, ia bangkit dan menuju kamar.

"Sayang," panggil Kenziro perlahan begitu pintu terbuka.

Lyodra menoleh. Senyum hangatnya langsung menyambut. Ia bangkit dan memeluknya erat, seolah semua luka di luar rumah ini tak pernah ada. "Udah makan belum? Aku masakin sesuatu, ya. Tunggu sebentar, oke?"

Kenziro hanya mengangguk, tak mampu berkata apa-apa. Ia melepaskan pelukan, membuka kancing kemejanya, dan bergegas mandi.

Saat ia turun lagi, aroma nasi goreng memenuhi rumah. Lyodra masih duduk di meja makan, menyuapkan sesendok ke mulutnya sendiri sambil menunggu.

Tanpa suara, Kenziro menghampiri dan memeluknya dari belakang. Hanya di sini, hanya bersamanya, dunia terasa sedikit lebih ringan.

Kenziro mengecup leher Lyodra berkali-kali, lembut dan penuh kasih. Tangannya terulur, menggenggam tangan Lyodra yang sedang memegang spatula, ikut mengaduk masakan di wajan.

"Wanginya harum banget," bisiknya dekat telinga, suaranya manja, "bikin perut aku makin keroncongan."

Lyodra terkekeh pelan. "Iya dong. Buat kamu, harus yang paling enak."

Di belakang mereka, tanpa mereka sadari, Merin berdiri bersandar di tiang. Tatapannya tak bisa ditebak. Ia hanya menggeleng pelan, lalu bergumam, "Dasar anak muda," sebelum berbalik meninggalkan dapur.

Beberapa menit kemudian, masakan matang. Lyodra duduk di meja makan, menemani Kenziro menyantapnya. Lebih tepatnya, mereka makan sepiring berdua, saling menyuap, saling tertawa kecil di sela-sela obrolan ringan.

Setelahnya, mereka menghabiskan malam di kamar, berbaring berdampingan sambil menonton Netflix. Kadang saling menggoda, kadang hanya diam tapi merasa cukup.

Ada saat-saat ketika Lyodra merasa bosan karena selalu bersama, kemana-mana berdua. Rasanya berbeda sekali dibanding saat masih lajang. Tapi entah kenapa, di tengah segala kekurangan, ada rasa hangat yang tak terganti.

...--✿✿✿--...

"Ra, lo mau apain temen-temen gue?!" sentak Gea, nadanya penuh amarah. Ia menatap tajam Aura, napasnya memburu karena sengaja datang jauh-jauh hanya untuk protes. "Gue udah capek sama masalah hidup gue sendiri. Jangan lo tambah-tambahin!"

Aura hanya tersenyum miring, licik. "Gak ngapa-ngapain, Gea. Cuma satu macem… permainan." Ia terkekeh pendek. "Haha."

"Udah, Ra! Nyerah aja!" Gea membalas, suaranya bergetar tapi tegas. "Percuma lo gangguin hubungan mereka, ancurin setiap usaha mereka. Itu gak bakal mempan. Karena cinta mereka kuat! Sebelum semuanya kebongkar, mending lo berhenti sekarang!"

Aura tiba-tiba menggebrak meja, membuat gelas di atasnya bergetar. Ia mencondongkan tubuh, wajahnya hanya sejengkal dari Gea. "Peduli apa lo, hah? Jangan sok suci! Lo juga iri kan? Muak liat semua perbucinan ini sementara kisah cinta lo sendiri… selalu gagal?"

Gea terdiam sepersekian detik, tapi matanya tak bergeming. "Lo gak akan ngerti… sebelum lo ngerasain rasanya sendiri."

Aura tertawa keras, dingin. "Dan sayangnya… gue gak mau ngerasain. Gue cuma mau satu, biar gak ada cinta lagi di dunia ini. Biar mereka semua ngerasain sakitnya jadi gue."

"Aura, udah!" Gea memohon, suaranya mulai parau. "Gak adil rasanya… kita melampiaskan sakit hati kita ke orang-orang yang gak bersalah."

Aura mendesis, matanya menyala marah. "Gue bakalan berhenti, Gea, kalau gue juga dicintai kayak gitu!" bentaknya. "Gue bakalan berhenti… kalau gue ngerasain sesuatu yang lebih dari itu!"

Gea terdiam sejenak, mencoba menahan napas. "Mau gue cariin pacar? Gue punya banyak kenalan. Yang lajang, mapan, kaya raya. Mereka… layak buat lo. Nanti detailnya gue kirim di chat, ya?"

Aura mendengus, lalu tersenyum sinis. "Nah, gitu dong. Gue butuh pedang perkasa yang bisa bikin gue puas, dan gak pernah lirik siapa pun lagi!"

Gea hanya mengangguk, duduk, dan segera membuka ponselnya. Ia mengirimkan sebuah tautan profil. "Yang pertama, dia pewaris tunggal. Keluarganya punya bandara, stadion, perkebunan tebu, pabrik gula, tepung… banyak banget. Intinya, duitnya gak akan habis meski lo belanja tiap hari. Cuma…" Gea menatap Aura dengan ragu, "Dia playboy. Dari dulu gak pernah cukup satu cewek."

Aura mengangguk pelan, matanya berbinar licik. "Cakep sih… tapi gede gak?"

Gea melotot. "Mana gue tau! Gue gak pernah main sama dia. Tanyain aja sendiri."

Aura tertawa kecil, miring. Ia langsung mencari nama PT yang dipimpin pria itu. "Wow… lagi buka lowongan. Gue lamar ah," gumamnya, jari-jarinya cepat mengirimkan CV digitalnya.

"Gimana? Suka?" tanya Gea dengan nada canggung.

Aura menyeringai puas. "Lumayan… keliatannya hyper juga, ya? Bisa gue jadikan partner main."

Gea menghela napas panjang, seperti baru saja menurunkan beban. "Akhirnya… udah ya. Jangan gangguin hubungan orang lagi. Sekarang lo puas mau deketin dia? Atau mau gue rekomendasiin lagi?"

Aura hanya menatap layar ponselnya, bibirnya menyungging senyum tipis. "Kirim aja. Kalo ini zonk… gue buang."

Gea mengangguk, memilih tak memperpanjang. "Udah tuh, sepuluh. Dari bujangan sampai duda juga ada. Mereka gue jamin kaya raya." Ia berdiri, merapikan tasnya. "Gue cabut."

Begitu pintu menutup di belakang Gea, Aura bersandar di kursi. Tatapannya berubah—dingin, penuh ambisi. Ia menatap foto salah satu pria yang ditawarkan Gea, jarinya mengusap layar ponsel.

"Romeo Cakrabuana," gumamnya pelan, namun sarat keyakinan. "Lo… cukup menarik buat jadi pasangan gue. Publik bakal tergila-gila ngeliat kita. Semua mata bakal tertuju, semua orang bakal menyanjung gue… sebagai Nyonya Aura Cakrabuana."

Ia tertawa pelan, rendah, semakin lama semakin nyaring menyeramkan. Ruangan yang tadinya hening kini dipenuhi gema ambisinya.

...--✿✿✿--...

Keesokan harinya, Aura duduk di sebuah kafe mewah di pusat kota. Gaun hitam selutut membalut tubuhnya, riasan sempurna, parfum mahal yang semerbak. Ia sudah mengatur pertemuan dengan Romeo Cakrabuana sang calon mangsa berikutnya.

Begitu Romeo masuk, semua kepala seolah menoleh. Pria itu tinggi, berwibawa, memakai jas abu-abu rapi, dan… benar-benar tenang, seperti dunia di sekitarnya tak berarti. Wajahnya seperti ada keturunan Tionghoa, yang dimatanya sangat menawan.

Aura berdiri, menyungging senyum manis. "Tuan Cakrabuana," sapanya lembut, suaranya dibuat serendah mungkin, penuh pesona. "Akhirnya kita bisa bertemu. Saya Aura." Ia mengulurkan tangannya. Tapi tidak dibalas. Ck, sok jual mahal banget.

Romeo hanya menatap sekilas, ekspresi datar. "Hmm," gumamnya, lalu menarik kursi dan duduk tanpa menjabat tangannya.

Sedikit terusik, Aura tetap mempertahankan senyum. "Saya dengar Anda baru saja menutup kesepakatan proyek besar. Luar biasa. Pasti melelahkan, ya?"

Romeo membuka ponselnya, tidak menoleh. "Biasa aja."

Aura terkesiap sepersekian detik. Ia mencoba lagi, kali ini lebih agresif. "Anda tahu? Saya rasa kita berdua bisa jadi pasangan yang… sempurna. Bayangkan, nama besar Anda dipadukan dengan citra saya. Media akan—"

Romeo menutup ponsel, menatapnya datar. "Saya gak suka digabungkan sama siapa pun."

Senyum Aura nyaris retak. "Tapi—"

Romeo berdiri, merapikan jasnya. "Waktu saya terbatas. Terima kasih… untuk kopinya." Ia meninggalkan meja tanpa menoleh lagi.

Aura terdiam, napasnya berat, jemarinya menggenggam ujung meja. Tatapan liciknya kembali muncul. "Baiklah, Romeo," bisiknya pada diri sendiri. "Kalau gak bisa ditarik… gue pastiin lo gak bisa lepas."

"Oh iya Pak!" teriaknya lagi membuat langkahnya terhenti. Ia pun memberikan CV fisiknya langsung ke Romeo. "Siapa tau Bapak tertarik dengan CV saya dan mau memperkerjakan saya untuk Bapak."

Awalnya Romeo akan menolak tapi ia juga lagi kepepet butuh asisten personal tambahan. "Baiklah, saya akan cek dan nanti secepatnya akan saya hubungi lagi."

Senyum liciknya terbit dan Aura akan terus bermain untuk mewarnai dunianya yang sempat hampa. "Bau duitnya emang gak pernah salah."

1
douwataxx
Seru banget nih cerita, aku gk bisa berhenti baca! 💥
Ann Rhea: makasihh, stay terus yaa
total 1 replies
menhera Chan
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Ann Rhea: wahh selamat menemani waktu luangmu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!