Maura terpaksa menyetujui ajakan Elvano yang memintanya untuk melakukan pernikahan palsu setelah mengetahui kekasihnya berselingkuh dengan sahabat baiknya sendiri.
Elvano sendiri adalah seorang pengusaha sukses yang masih betah menyendiri karena sedang menunggu kekasihnya kembali. Tekanan dari keluarga membuat Elvano terpaksa harus mengikat perjanjian dengan seorang gadis yang baru saja dikenalnya.
Apakah mereka mampu menjaga rahasia pernikahan palsu mereka, ataukah cinta sejati akan mengubah rencana mereka?
Simak kisahnya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : Kecewa.
Bukan hanya Maura, kedatangan Rina yang datang bersama dengan Rio pun menjadi tanda tanya besar dalam benak Sandra dan Heru. Rina adalah sahabat yang sudah mengkhianati putri mereka dengan menjalin hubungan gelap dengan Alex, lalu kenapa Rio membawanya kerumah?
"Ma, Pa, Maura." kata Rio. "Sebelum berbicara lebih jauh, sebaiknya kita masuk dulu saja dan bicarakan masalah ini didalam."
Tatapannya begitu tajam, Maura membalikkan badannya dan berjalan masuk ke dalam rumah dengan diikuti oleh yang lainnya. Sandra duduk di samping Maura, sementara Heru duduk di sofa single.
Suasana yang hening itu menciptakan ketegangan diantara mereka, Rio menatap satu persatu wajah anggota keluarganya. Dia menahan napas sebentar sebelum berbicara.
"Ma, Pa, Maura, sebelumnya aku mau minta maaf jika keputusanku ini terkesan mendadak." Wajahnya menunduk sebentar, lalu kembali terangkat untuk menatap orang-orang di sekitarnya, "Aku akan menikahi Rina."
Mereka terkejut. Maura reflek berdiri, dadanya bergerumuh hebat dengan kilatan amarah yang terpancar jelas dikedua bola matanya. Kakaknya akan menikahi Rina? Bagaimana bisa?
"Apa? Menikah?" suaranya rendah, namun penuh penekanan. Jelas dia tidak suka dengan apa yang dia dengar barusan.
"Kakak tahu kan kalau dia yang sudah menghancurkan hubungan aku dan Alex." tunjuknya pada Rina yang kini duduk di samping Rio. "Lalu kenapa sekarang Kakak bilang akan menikah dengan si pengkhianat ini!" bentaknya.
"Maura," panggil Rio lembut, dia sadar jika keputusannya ini tidak akan diterima dengan mudah oleh keluarganya, khususnya oleh adiknya.
"Kakak tahu itu, tapi Rina juga korban disini," imbuhnya berusaha setenang mungkin.
"Korban?" tekannya dengan suara pelan, nyaris seperti bisikan. "Sudah jelas-jelas dia pengkhianat dan sekarang Kakak bilang dia adalah korban, hah?" matanya berkaca-kaca, menatap kecewa pada sang Kakak dengan kepala yang menggeleng pelan.
"Apa yang ada dipikiran Kakak, hah? Cintakah?" air matanya menetes begitu saja. "Kakak boleh mencintainya tapi Kakak jangan bodoh! Dia hamil dengan Alex lalu kenapa harus Kakak yang bertanggung jawab!"
Amarahnya meluap, bahunya bergetar hebat. Sandra bangun dan merangkul pundak Maura, mengusapnya lembut untuk menenangkannya. Bukan hanya Maura, dia pun merasa kecewa dengan keputusan putranya.
"Rio, apa kamu sadar dengan keputusan kamu ini, Nak?" tanya Sandra.
Rio kembali menggenggam tangan Rina, membawanya berdiri. "Ya, aku yakin dengan keputusanku, Ma. Aku akan tetap menikah dengan Rina."
Plakkkk...
Tamparan keras itu mendarat tepat di wajah Rina. Rina memegangi wajahnya yang memerah karena sakit akibat tamparan keras dari Maura.
"Sudah sejak malam itu aku memilih diam, tapi kali ini kamu keterlaluan!" Maura menunjukkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Rina. "Kamu ambil pacarku dan tidur dengannya, sekarang kamu ingin menghancurkan hidup Kakakku, hah!"
Rio melepaskan genggaman tangannya dan beralih merangkul Rina, "Maura, kamu jangan keterlaluan!"
Maura masih berdiri tegak, napasnya terengah-engah karena amarah. "Wanita ini tidak berhak menikah denganmu, Kak! Dia telah menghancurkan hubunganku dengan Alex, dan sekarang dia ingin menghancurkan hidup Kakak juga!"
Maura menatap Rina dengan mata yang penuh kemarahan. "Dia tidak layak untuk menjadi bagian dari keluarga ini!"
"Cukup, Maura!" bentak Rio. "Ini hidup Kakak, jadi Kakak yang berhak untuk mengambil keputusan." tegasnya.
Hening sejenak.
"Kakak tahu Rina salah dan kamu berhak marah padanya, tapi bayi dalam kandungan Rina tidak bersalah. Jadi Kakak mohon tolong kamu mengerti ya?" kali ini suara Rio terdengar lebih lembut, seakan meminta Maura untuk memahami situasinya.
Tubuh Maura mendadak lemas, dia tersenyum hambar dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya. Perasaan kecewa dan rasa sakit akan keputusan Rio untuk menikah dengan Rina tengah memenuhi hati dan pikirannya. Bagi Maura, Rina telah melakukan kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Dia benar-benar tidak memahami mengapa Kakaknya bisa begitu bodoh dan mengambil keputusan tanpa mempertimbangkannya kembali.
"Ya, Kakak benar," ucap Maura pelan, tidak ada kemarahan lagi seperti sebelumnya. "Ini memang hidup Kakak dan aku tidak berhak untuk ikut campur."
"Maura, bukan beg..."
"Mulai sekarang aku tidak akan pernah ikut campur lagi, Kak." potong Maura cepat, kepalanya terangkat dan tatapannnya kembali bertemu dengan mata kakaknya. "Terserah Kakak jika Kakak akan tetap menikahinya, tapi diantara kita sudah tidak ada hubungan lagi."
Tak ada lagi amarah, tidak ada perdebatan, yang ada hanya rasa kecewa yang sangat besar. Dengan langkah lebar dan tergesa-gesa Maura keluar dari rumah dan menaiki mobilnya kembali. Rio ingin mengejar keluar, namun langkahnya tertahan saat suara berat Heru terdengar memanggilnya.
"Biarkan saja adikmu pergi, Rio!"
Pria itu sejak tadi memilih untuk diam, tapi bukan berarti dia menyetujui keputusan putranya. Jika yang akan dinikahi oleh Rio adalah wanita lain, mungkin Heru tidak mempermasalahkan.
"Biarkan saja Maura pergi, dia butuh waktu untuk sendiri," ulang Heru. "Dan sebaiknya kamu antarkan Rina pulang sekarang, acara makan malamnya dibatalkan karena Muara sudah pergi."
Heru berjalan mendekati istrinya, "Ayo, Ma, kita masuk ke kamar." ajaknya pada istrinya. Sandra menatap sinis pada Rina sebelum mengikuti suaminya masuk ke dalam kamar.
Ruangan itu kini kembali sunyi, hanya tersisa Rio dan Rina yang masih berdiri disana dengan pikiran mereka masing-masing.
"Kak..."
"Aku antar kamu pulang," Rio memotong ucapan Rina sebelum Rina melanjutkan ucapannya, membawa wanita itu keluar dari rumah dan naik ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan pulang ke rumah Rina, tak ada sepatah katapun yang terucap dari bibir keduanya. Beberapa kali Rina menoleh ke arah Rio, namun dia tidak berani berbicara atau sekedar bertanya karena dia tahu suasana hati Rio sedang tidak baik.
Rio merasa sedih sekaligus bingung, selama ini dia belum pernah melihat adiknya sampai semarah tadi. Bukan hanya marah, tapi Rio tahu jika adiknya sangat kecewa padanya karena keputusannya ini. Namun disisi lain dia juga mencintai Rina, dan dia sudah berjanji akan bertanggungjawab atas anak yang dikandung oleh Rina, tidak mungkin dia mengingkari janjinya begitu saja hanya karena Maura tidak merestui hubungan mereka.
...---------...
Maura mengemudikan mobilnya menuju ke kantor Elvano, tangisnya masih mengalir deras di wajahnya. Dia merasa sangat kecewa dan sakit hati dengan keputusan Rio yang ingin menikahi Rina. Sekarang, dia hanya ingin mencari tempat yang nyaman untuk berbagi perasaannya, dan Elvano adalah satu-satunya orang yang dia percayai saat ini.
Entah sejak kapan Maura mulai merasa nyaman setiap kali dia berada di dekat Elvano. Merasa hatinya berbunga-bunga setiap kali Elvano memperlakukannya dengan romantis meskipun itu hanya berpura-pura.
Ketika mobilnya mulai memasuki halaman kantor Elvano, Maura segera menghentikan laju mobilnya saat melihat didepan sana Elvano sedang berdiri berhadapan dengan seorang wanita yang dia tidak ketahui siapanya. Dan untuk beberapa saat Maura memilih diam dan memperhatikan dari kejauhan.
Maura terkejut saat tiba-tiba wanita itu memeluk Elvano, tubuhnya membeku matanya membulat. Hatinya seperti ditusuk-tusuk oleh sesuatu yang tidak nampak.
"Wanita itu... Apakah dia Karina?"
Pandangannya terus menatap lurus ke depan dengan air mata yang kembali menetes di pipinya. Hatinya terasa begitu sakit melihat kedekatan Elvano dengan wanita itu. Berbagai pertanyaan terus berputar di benaknya.
"Kenapa...? Kenapa hatiku merasa sakit melihatnya. Tidak mungkin kan aku mencintainya?"
...
...
...
Bersambung...
sedehana,, ringan,, dan mudah dipahami..
biarpun singkat, tapi berasa di hati tiap scane nya
.karyamu luar biasa Thor..
semangat berkarya/Determined//Determined//Determined/
tapi terimakasih atas cerita nya yg segar kak
yah begitulah takdir kadang" datang ke kita dengan menyerupai kebetulan.
jodoh baik ga ditolak ya ketika semesta sudah mendukung.
ya..para jombloers. mudah mudahan besok kita ketemu jodoh spek El
aaammmniiiiin yg kenceng oiii
kan reka ulang y Van
biar dia sadar itu bukan perbuatan yang baik.
eh...mang ga baik yaa🤣🤣🤣
yg mudah berpaling pada siapa saja
ini bukan obsesi dan obsesif
tapi hanya egosentris,yg tak mau kepunyaan nya disentuh sama orang lain tapi dirinya bebas bermain dengan yg lainnya
tau kan....bedanya
tail kucing
kyk gitu bisa jadi pembenaran
wah palanya mesti kita getok rame rame ini🤣🤣