Freya Zalika Adifa seorang gadis cantik yang memiliki kepribadian menyenangkan. Tapi hidupnya penuh dengan kesengsaraan. Tinggal bersama keluarga angkat, yang sebenarnya adalah paman kandungnya sendiri.
Tapi, Freya tidak pernah diperlakukan sebagai keluarga. Melainkan seperti pembantu. Freya harus memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan juga wajib mencukupi kebutuhan dapur rumah itu.
Nadya Anindya adalah kakak sepupu Freya yang telah menikah dengan kekasihnya semasa masih kuliah dulu. Hampir 5 tahun usia pernikahan mereka, dan belum ada anak di tengah rumah tangga mereka.
Nadya menyebar fitnah jika Gibran Kavi Mahendra seorang pria mandul. Karena selama pernikahan, Nadya merasa tidak pernah puas dengan Gibran.
Gibran seorang pria pekerja keras yang terlahir yatim piatu merasa harga dirinya semakin diinjak-injak oleh Nadya semenjak dirinya diPHK.
"Lahirkan anak untukku, maka aku akan mengajakmu keluar dari neraka ini." Ucap Gibran pada Freya.
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merajut Kembali Masa Depan
PRANG
Suara pecahan piring yang dibanting, menjadi irama wajib setiap hari di tempat Paman Santoso.
Sudah 1 bulan Paman Santoso tinggal di rumah Adinda yang ada di desanya. Itu artinya kurang dari 30 hari lagi Adinda akan segera melahirkan putranya.
"Tak apa menunggu sebentar lagi. Setelah anakku lahir aku pergi."
Begitulah keseharian pria itu, yang semakin hari semakin terlihat tua. Tubuhnya yang dulu tegap, kini tinggal kulit yang membalut tulang. Paman Santoso hidup sangat memprihatinkan, Adinda istri mudanya lebih sering keluar rumah bahkan jarang berada di rumah. Entah apa yang sedang dia lakukan di luar. Yang jelas, Adinda terlihat bahagia.
"Adinda... Kenapa kamu tidak pernah pulang jika malam, selalu datang pagi itu pun hanya untuk mandi dan berganti pakaian saja. Sebenarnya kamu pergi ke mana?" Tanya Paman Santoso menatap tajam sambil mencengkeram kuat tangan istrinya hingga wanita itu meringis kesakitan.
"Lepas mas, apa-apaan sih kamu ini. Sakit!" Teriak Adinda.
"Katakan dulu, kamu kemana saja? Kamu lupa jika kamu seorang istri dan sedang hamil anakku. Jangan karena aku bersikap diam, kamu bisa seenaknya saja keluar rumah seolah kamu seorang janda. Kamu ingin menggoda pria lain di luaran dengan tubuh besarmu. Sadar diri, perutmu saja sudah sebesar apa?" Ucap Paman Santoso.
"Jangan mencampuri urusanku mas, terserah aku mau pergi atau tidak. Di rumah juga aku bosan. Makanya mas, jangan jadi kere..."
PLAK
PLAK
"Kamu semakin lama semakin tidak tahu diri, aku pikir cintamu tulus Adinda. Ternyata kamu tidak lebih dari wanita matre yang hanya memikirkan harta." Ucap Paman Santoso penuh emosi.
Adinda syok dengan tingkah kasar suaminya, karena selama menikah Adinda selalu diperlakukan lembut penuh cinta.
"Aku diam bukan berarti aku akan mau kamu perlakukan seperti ini Adinda. Meskipun sekarang aku miskin, aku masih suami yang harus kamu hormati dan hargai. Tapi sebulan di sini kelakuanmu sudah di luar batas wajar."
Paman Santoso yang kalap pun merobek baju yang dikenakan istrinya. Sungguh terkejut pria tua itu melihat seluruh tubuh Adinda penuh dengan kiss mark dari kedua gunung kembar, perut yang besar, dan lebih parahnya lagi kedua selang kangan Adinda penuh dengan tanda cinta entah milik siapa.
PLAK
PLAK
"Jadi kamu menjalang?"
Belum sempat Adinda menjawab, Paman Santoso menyeret istrinya yang masih dalam keadaan polos tanpa pakaian itu ke dalam kamar mandi yang ada di belakang rumah. Ya, karena kebanyakan rumah model kuno yang ada di desa, kamar mandinya ada di luar rumah, tidak menyatu dengan rumah.
BYUURRR...
Paman Santoso mengguyur Adinda.
Dengan sangat kasar, Paman Adinda memandikan tubuh istrinya seakan dia ingin membersihkan tubuh istrinya itu dari sisa-sisa hasil perzinaan.
Paman Santoso menggosok tubuh Adinda hingga lecet, sedangkan Adinda berusaha memberontak dan meronta ingin melarikan diri dari dalam kamar mandi.
"Hentikan, kamu menyakitiku..." Teriak Adinda, tapi Paman Santoso tidak peduli.
Paman Santoso mengambil deterjen kemudian menuangkan segenggam ke tubuh Adinda. Dia menggosok kembali istrinya hingga permukaan kulit Adinda terlihat memerah. Adinda masih terus berusaha memberontak. Akhirnya terjadi tarik menarik tangan antara keduanya, sangking kuatnya Paman Santoso menarik tubuh Adinda yang ingin melarikan diri, membuat tubuh hamil itu limbung dan...
BRUK
Adinda jatuh tersungkur dengan posisi tengkurap perut berada di bawah.
"Ahhh... Sakiittt..." Teriak Adinda karena merasakan sakit luar biasa yang menjalar hingga ke seluruh tubuhnya. Seketika darah yang keluar banyak.
Paman Santoso seolah mati rasa, dia menggulingkan tubuh Adinda hingga wanita itu terlentang. Kemudian menyeret tubuh Adinda hingga masuk kamar.
Yang ada di pikiran Paman Santoso hanya ingin Putranya selamat. Setelah sampai di kamar, Paman Santoso membuka lebar paha Adinda. Kemudian memasukkan tangannya ke dalam lubang jalan lahir milik Adinda. Dia ingin mengecek apakah anaknya masih bisa diselamatkan atau tidak.
"Kamu harus bisa melahirkan anakku dengan selamat, atau aku bunuh."
Dengan menahan rasa sakit yang luar biasa, Adinda berusaha melahirkan. Bukan karena dia takut ancaman suaminya, melainkan dia ingin segera bebas dari genggaman pria itu. Karena tanpa sepengetahuan Paman Santoso, Adinda sudah sebulan menjalin kasih dengan teman semasa sekolahnya dulu. Selama ini mereka sudah kumpul kebo di rumah pria itu.
Pria selingkuhan Adinda merupakan perangkat desa yang sudah punya istri dan anak yang baru lahir. Mereka menikah lantaran perjodohan dari kedua orang tua masing-masing. Karena istrinya baru sehari melahirkan, kemudian Adinda datang. Maka seperti gayung bersambut, pria itu melakukan pada Adinda karena istrinya masa nifas. Sedangkan Adinda memang kegatelan.
"Ahhh.... Oeekkk... Oeekkk... Oeekkk... Tangis bayi laki-laki bertubuh gemoy. Bayi tidak berdosa yang menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya.
"Tugasku sudah selesai, sekarang juga talak aku. Dan pergi dari desa ini bawa serta bayimu." Ucap Adinda tanpa mau melihat dulu putra yang susah payah dia kandung 8 bulan itu."
"Baiklah jika itu maumu. Aku Santoso dengan sadar tanpa paksaan, menjatuhkan TALAK TIGA pada Adinda Zahra. Mulai detik ini Adinda bukan istriku lagi. Dia haram untukku." Usai mengatakan itu, Paman Santoso membungkus putranya dengan kain hangat, kemudian memasukkan barang-barangnya lalu pergi meninggalkan Adinda yang masih terkapar di atas ranjang.
"Ahhh... Akhirnya aku bebas dari pria tua yang miskin itu." Umpat kasar Adinda kemudian beranjak dari ranjang untuk membersihkan diri. Tapi sepertinya kesialan tengah menimpa wanita yang baru saja melahirkan itu, tubuhnya yang sudah kehabisan tenaga limbung tersandung kaki ranjang.
"Ahh... Sialan, sakit sekali." Ucapnya memegang tubuh bawahnya yang berdarah.
Adinda berusaha bangkit, kemudian mengambil ponselnya yang ada di tas.
Tut
Tut
"Halo... Hengky, aku sudah diceraikan oleh suamiku. Dan dia sudah pergi membawa anaknya. Bisakah kamu datang ke rumahku."
"Jadi sekarang kamu sudah melahirkan, Adinda? Lalu untuk apa aku harus datang menemuimu. Sedangkan istriku sudah bisa aku gaul i."
Nyeesss...
Hati Adinda rasanya dingin seketika, dia baru saja dicampakkan.
"Kenapa bicara seperti itu Hengky, aku sudah melepaskan diriku dari pernikahan bersama suami tuaku itu. Lantas, setelah yang kita lalui kamu berniat membuangku?" Lirih Adinda.
"Sejak awal kita tidak terikat hubungan jika kamu lupa, Adinda. Jadi jangan seolah kamu tersakiti."
"Aku membutuhkanmu untuk memuaskan hasratku, karena istriku sedang masa nifas. Meskipun kami menikah karena perjodohan, tapi dia selalu bisa memuaskanku. Dan lagipula aku selalu membayarmu. Jadi, hubungan kita ya sebatas penjual dan pembeli. Tidak lebih. Jangan hubungi aku lagi, karena aku sudah tidak membutuhkan tubuhmu." Ucapan Hengky membuat Adinda terluka.
Sementara itu Paman Santoso sudah berjalan jauh keluar dari desa. Kebetulan tadi saat di pertengahan jalan, Paman Santoso mendapat tumpangan. Dengan luwes, Paman Santoso menggendong putranya yang bahkan belum diberi nama, dia berencana pergi ke kampung asal kedua orang tuanya. Di sana masih ada peninggalan rumah dan sedikit tanah kebun.
Paman Santoso berjanji dalam hati, dia tidak akan menikah lagi. Cukup fokus bekerja untuk menghidupi putranya hingga kelak bisa menjadi anak yang berguna dan bermartabat. Pengalaman menjadi kakak yang jahat, suami yang buruk, dan paman yang tidak bertanggung jawab. Membuat Paman Santoso bertekad memperbaikinya dengan cara mendidik putranya dengan baik.
Sementara itu seorang perempuan yang telah gagal menikah dua kali membuat dia menjadi wanita pendendam.
"Gibran, kamu akan tetap menikahi denganku apa pun yang terjadi. Tidak peduli meskipun kamu sudah mempunyai seorang istri." Ucapnya lirih.
Bella, dia bukan perempuan murahan. Selama ini, Bella selalu bisa menjaga dirinya dengan sangat baik.
Ditalak sesaat setelah dinikahi, membuat Bella pingsan saat itu juga. Kemudian harapannya kembali tumbuh, ketika dirinya kembali dijodohkan dengan Gibran. Tapi, tanpa sepengetahuan dari kedua orang tuanya. Karena sebenarnya orang tua Bella sudah tidak mau lagi berurusan dengan keluarga Wijaya.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Bella masuk ke club malam.
"Tolong berikan aku sebotol minuman yang berwarna merah." Ucap Bella.
Karena tidak pernah meminum alkohol, Bella sudah mabuk hanya dengan satu gelas saja. Tidak ingin terjadi hal buruk padanya, Bella pun bergegas pulang ke rumah. Tapi saat akan mengambil mobilnya, dia tidak sengaja menabrak seseorang yang tengah gelisah karena sesuatu...
mma Gibran perlu di eksekusi thor
karena saat ini kau akan menjadi opa. freya lagi hamil muda, tuan gunawan walaupun dia blm menyadarinya.
punya gibran itu hanya mau on jika berhadapan dengan pawangnya.
kau sungguh murahan sekali bella.
bell kamu dalam bahaya Freya murka habis kamu