Kisah seorang gadis bernama Kanaya, yang baru mengetahui jika dirinya bukanlah anak kandung di keluarga nya saat umurnya yang ke- 13 tahun, kehadiran Aria-- sang anak kandung telah memporak-porandakan segalanya yang ia anggap rumah. Bisakah ia mendapatkan kebahagiaannya kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BUK- 7 : Rencana licik Aria
Sampai siang Kanaya tidak menunjukkan batang hidungnya sama sekali, hal itu malah membuat kakak- kakaknya merasa aman karena tidak akan ada keributan lagi yang akan di sebabkan olehnya.
Sementara Areksa pergi dari rumah, dengan alasan ijin untuk membuat tugas penelitian bersama teman- teman nya padahal laki-laki itu pergi untuk menyelidiki panti asuhan yang menjadi tempat Kanaya di asingkan.
Di sana kedatangannya di sambut oleh buk Ratna dengan ramah dan hangat. "Ada apa tuan muda Areksa datang kesini lagi? "
Tetapi Areksa tidak fokus dengan pertanyaan dari ibu pengasuh panti asuhan itu, dia lebih sibuk memperhatikan ke sekeliling bangunan panti.
"Tuan muda. " panggilan kesekian kalinya dari bu Ratna baru bisa menarik atensi areksa kembali.
"Oh ya kedatangan saya kesini hanya ingin melihat- lihat sekaligus saya ingin memberi sumbangan pada panti asuhan ini. "
Mata bu Ratna seketika berbinar. "betapa beruntung nya panti asuhan ini karena memiliki donatur tetap seperti keluarga Arkatama yang sangat dermawan, " katanya dengan wajahnya yang langsung berseri-seri.
Areksa tersenyum tipis. "Anda terlalu berlebihan bu Ratna, ini juga sebagai bentuk terimakasih karena panti asuhan ini sudah merawat Kanaya dengan baik selama dia tinggal di sini. "
Bu Ratna mengangguk meski air mukanya sedikit berubah dan Areksa menyadari itu. "Bukan masalah, bagaimana pun juga Kanaya berasal dari sini sebelum nya, sudah pasti kami memanjakan nya. "
Areksa tersenyum lagi. "Oh ya bisakah saya ke kamar yang di tempati Kanaya sebelum nya?"
"Maaf sebelumnya, tapi untuk apa? "
"Uhmm, hanya ingin melihat- lihat saja, bolehkan? " kata Areksa di sertai senyuman polos agar perempuan setengah baya itu tak sampai curiga dengan niat yang sebenarnya.
Bu Ratna akhirnya mengangguk. "Boleh, tentu saja, " katanya lalu mempersilahkan pria tampan itu untuk mengikuti di samping nya.
Berjalan beberapa saat, mereka kemudian sampai di depan pintu kamar yang di maksud. Bu Ratna lalu membukakan pintu "Perlu di ingat, di kamar ini bukan hanya Kanaya yang tinggal, tapi ada tiga anak yang lain. Silahkan. "
Areksa menganggukkan kepala. "Baik, saya mengerti. " perlahan kakinya masuk ke dalam kamar yang cukup luas dengan dua ranjang susun atas bawah itu.
"Yang di sana ranjang Kanaya. " bu Ratna menunjuk ranjang bagian atas milik Kanaya.
Areksa manggut-manggut mengerti, tak ada yang aneh, ranjang itu terlihat lebih mewah dari yang lain. Dengan biaya lima puluh juta sebulan yang di berikan keluarga arkatama pada panti untuk kehidupan Kanaya selama di sini, areksa rasa kamar yang lebih luas dan mewah pun layak adiknya dapatkan.
Bu Ratna lalu menoleh pada Areksa."Oh ya sebelumnya saya ada urusan lain tuan, sedikit terdesak, boleh saya tinggal? "
Areksa mengangkat alis lalu mengangguk- angguk. "Oh tentu, saya juga akan selesai di sini. "
Bu Ratna mengangguk sekilas. "Baiklah kalau begitu, jika sudah selesai tuan muda boleh memanggil saya lagi. "
Setelah nya wanita paruh baya itu pergi meninggalkan Areksa yang masih melihat- lihat ke sekitar ranjang sang adik. Alisnya mengkerut saat menemukan banyak obat- obatan seperti betadine dan salep juga kapas dan kain kasa.
"Untuk apa dia menyimpan barang- barang seperti ini? " batin Areksa. Beberapa menit terpekur di sana, Areksa memutuskan untuk keluar dari kamar, bertepatan dengan itu anak- anak panti berdatangan, Areksa tersenyum melihat mereka begitu ceria. Namun alisnya lagi- lagi mengkerut saat melihat ada tiga anak perempuan yang melewati nya dan ketiganya memakai baju dan gaun yang sangat areksa ingat adalah pemberian nya untuk Kanaya.
"Kenapa mereka memakai baju- baju yang ku berikan untuk Kanaya? "
Belum cukup sampai di situ, mata Areksa semakin terbelalak saat melihat seorang anak perempuan yang sedang menggendong sebuah boneka teddy besar.
Boneka itu sangat Areksa ingat adalah pemberian nya untuk ulang tahun Kanaya yang ke- 16 beberapa bulan yang lalu.
Kini terlalu banyak pertanyaan di benak areksa, ia semakin curiga dengan perlakuan orang-orang di sini pada adiknya.
Meski selama tiga tahun dia tak pernah mengunjungi Kanaya secara langsung, tapi dia rutin mengirimkan baju dan barang termasuk hadiah seperti boneka teddy tadi untuk Kanaya lewat pengasuh di sini. Karena waktu itu gengsinya terlalu besar untuk menemui Kanaya secara langsung. Tapi areksa selalu menitipkan pesan bersamaan dengan pemberian yang dia kasih termasuk boneka tadi yang areksa pesan kan untuk menjaga nya baik- baik tapi sekarang malah berpindah tangan ke orang lain. Tidak mungkin kan Kanaya tidak tahu dengan pesannya itu?
"Ada yang tidak beres. " gumam Areksa menatap dengan penuh perhitungan.
Areksa kembali ke rumah setelah malam tiba. Seluruh anggota keluarga sudah berkumpul berniat untuk makan malam.
"Oh sudah selesai tugas praktek nya, Areksa? " tanya tuan abiyasa yang juga baru tiba di rumah.
"Sudah pah, " kata Areksa sambil tersenyum tipis.
"Papa sendiri habis dari mana? "
"Oh, papa habis menemui kepala sekolah, membicarakan perihal kepindahan adik mu. "
"Lalu bagaimana? "
"Yaaa... Kanaya sudah bisa mulai masuk besok. Papa juga sudah berpesan agar Kanaya bisa sekelas dengan Aria. "
Aria yang baru saja ikut duduk, terlihat ceria gembira. "Wah, apakah aku akan sekelas dengan kak Naya?"
Areksa tersenyum, menatap adik perempuan nya yang selalu ceria dan manis itu lalu mengusap kepalanya. "Tentu sayang, kalian akan sekelas. "
Aria mengangkat tangannya. "Hore, pasti akan sangat menyenangkan! "
Ketiga saudara laki-lakinya yang lain juga ikut nimbrung di samping nya. "Akhirnya si pungut itu mau pindah sekolah?"
Mata tuan abiyasa mendelik menatap putra ketiganya. "Rajendra, jaga ucapan mu! "
"Maaf pah, " kata Jendra, acuh tak acuh.
Javier mengusap rambut Aria. "Dek, tugas MTK mu sudah kakak selesaikan ya. "
Aria menoleh wajah imut nya terlihat sumringah. "Terimakasih kak Vier. Kakak memang selalu bisa di andalkan. "
"Kamu membantu nya mengerjakan PR lagi, Vier? " tiba-tiba ayahnya menyahut membuat pemuda itu menoleh.
"Iya pah, memangnya kenapa? "
Tuan abiyasa terlihat menghela napas lalu menggeleng pelan. "Jangan di biasakan, biar adik mu mengasah bakat akademis nya sendiri. "
Lalu wajah Aria tampak pias, dengan kaca- kaca di matanya ia berkata lirih, "Papa kecewa ya padaku? maafkan aku ya pah jika aku belum bisa membanggakan papa dengan nilai ku. "
"Bukan seperti itu anakku, " kata tuan abiyasa langsung merasa bersalah.
"Tidak apa- apa Ara, bukan maksud papa begitu, papa hanya ingin kau bisa berhasil dengan usaha mu sendiri, " kata Areksa menenangkan nya.
Tapi di dalam hati Aria merasa tidak puas, dia merasa perhatian keluarga ini semakin berkurang padanya.
"Tak akan ku biarkan keadaan ini terus- menerus. "
"Sudah- sudah, makan malam sudah siap, " kata nyonya tania membuat mereka langsung menoleh.
"Iya mah! " ucap lima bersaudara itu serempak.
Namun tuan abiyasa merasa ada yang kurang. "Oh ya di mana Kanaya? kenapa tidak ikut makan malam? " ia menyisiri kursi, baru menyadari tempat Kanaya kosong.
Sementara Aria, menundukkan kepala diam- diam berdecih tak suka.
"Kebiasaan, anak itu apa mogok makan lagi? " nyonya tania menggeleng pelan.
Lantas tiba- tiba saja Aria berdiri. "Biar aku panggil kan kak Naya pah! " katanya dengan semangat.
"Kau yakin?" tanya Jendra menatap adiknya.
"Tentu saja dong kak Jen, memangnya kenapa? "
Tuan abiyasa lalu mengangguk. "Baiklah, tolong panggilkan kakak mu ya Aria. "
"Siap pah! " seru Aria sambil menunjukkan gerakan hormat, sontak tuan Abiyasa terkekeh melihat tingkah menggemaskan Aria.
Namun wajah Jendra tampak tidak yakin. "jika terjadi sesuatu atau dia berusaha menyakiti mu, teriak saja ya dek. "
"Hahaha, kakak tenang saja. Tak mungkin kak Naya akan menyakiti ku. "
Namun di balik tangannya, Aria tersenyum licik.
"Lihat saja Kanaya, aku akan membuat keluarga ini semakin membenci mu. "
******