SEAN DAN SAFIRA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh dua
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Sean memarkirkan mobilnya tepat di depan perkarangan rumah Safira. Sebelum pulang tadi, Sean merengek ingin ikut menginap di rumah Ayah mertuanya itu. Alasannya tidak masuk di akal. Sean bilang kalau ia takut ada kecoa di rumah, padahal itu tidak ada hubungannya dengan kepergian Safira dari rumah.
"Oh, Sean ikut ke sini?" Sapa Ayah Adrian saat mereka berdua memasuki rumah.
Sean segera memberi salam dan memeluk Ayah Adrian. Ia tersenyum seraya berujar, "Maaf, Yah, baru sempet ke rumah, soalnya kerjaan di kantor lagi banyak-banyaknya."
Sementara Safira, setelah masuk ke dalam rumah, ia langsung bergegas ke kamarnya dan membersihkan diri.
"Gak apa-apa, yang penting sekarang udah dateng ke sini." Ayah Adrian menepuk-nepuk bahu Sean pelan. "Langsung ke kamar Safira aja, Yan, ada di atas. Ayah tau pasti capek, perjalanan ke sini sama kantor kamu kan jauh."
Sean mengangguk, menyetujui, ia memang sudah sangat lelah, apalagi sempat beberapa kali berdebat dengan Safira di mobil.
Setelah meminta izin dengan Ayah Adrian, Sean kemudian melangkah menuju kamar Safira yang terletak di lantai atas. Ini pertama kalinya ia masuk lebih jauh ke dalam rumah ini. Sebelumnya saat pertama kali datang ke sini, Sean hanya berkunjung di ruang tamu, karena begitu saat diajak makan oleh Adrian, Safira malah mengusirnya.
Sean mendorong pintu berwarna putih yang terdapat hiasan bentuk hati di depannya dengan pelan. Matanya menatap ke sekeliling ruangan itu. Kamar Safira memang terlihat seperti kamar gadis-gadis lain pada umumnya. Tembok berwarna putih dengan hiasan pernak pernik berwarna pink. Ada banyak boneka di atas sofa, dan sprei yang bermotif bunga-bunga warna pink. Sean mengetahui satu hal lagi dari diri Safira, kalau ternyata perempuan itu menyukai sesuatu yang berwarna pink.
Sean merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur Safira, meski tidak sebesar punyanya, tapi kasur tidur itu terasa nyaman saat ia berbaring di sana. Terdengar bunyi gemericik dari dalam kamar mandi, Sean yakin itu pasti Safira. Lelaki itu berbaring dengan kedua tangan menyanggah kepala, kemudian ia menutup matanya sebentar, tidak berniat tidur, hanya menunggu sampai Safira selesai mandi.
"Wangi stroberi," gumamnya masih dengan mata terpejam.
Setelah beberapa menit menghabiskan waktu menikmati bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi, Sean bisa mendengar suara pintu terbuka. Safira keluar kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk pada tubuhnya. Perempuan itu tidak pernah memikirkan akan ada orang asing di dalam kamarnya. Setelah mengerjap beberapa kali, Safira terdiam mematung di ambang pintu kamar mandi, ia melihat Sean berbaring di atas ranjangnya sambil memejamkan mata.
"Astaga! Ngapain kamu di sini?"
Sean terusik, ia membuka matanya dan menatap Safira yang masih berdiri di ambang pintu kamar mandi dengan kaget. Matanya menyelusuri penampilan perempuan itu. Tubuhnya hanya tertutupi sehelai handuk, dan rambut panjangnya digelung ke atas memperlihatkan leher putihnya, ditambah bulir-bulir air setelah mandi, serta wangi stroberi dari tubuh Safira yang bisa dicium oleh Sean.
"Widih ... ini penampilan paling baik yang pernah lo tunjukin selama kita nikah." Bukan menjawab, Sean malah asik menggodanya.
"Tutup mata kamu." Safira mencebik kesal dan mengeratkan pegangan tangannya pada handuk. "Kenapa gak ketok pintu dulu pas mau masuk?" ucapnya seraya berjalan ke arah lemari.
"Cowok mana yang harus ketok pintu dulu pas mau masuk ke kamar istrinya?" balas Sean santai dan masih dengan posisi berbaring, tapi kini tubuhnya sedikit miring dengan tangan kiri sebagai penyanggah.
"Kamu cowok nya!" ketus Safira sambil menunjuknya.
Sean tidak menggubris ucapan perempuan itu, ia lebih asik memandangi tubuh Safira yang sedang sibuk memilih pakaian di depan lemari. Tubuhnya mungil tapi berisi. Kulitnya sangat putih dan bersih.
"Kalo dilihat kayak gini ternyata elo seksi juga."
Safira melotot ke arahnya. Selain mulutnya yang tak bisa dikontrol, ternyata otak Sean jauh lebih buruk.
"Tutup mata kamu!"
"Gue bisa nyerang lo saat ini juga kalo penampilan lo kayak gitu." Wajah Safira memerah menahan malu dan kesal.
"Mesum!"
"Itu bagus, tandanya gue masih normal."
"Gak semua cowok normal itu mesum!"
"Kalo cowok normal gak mesum saat ngelihat cewek telanjang, berarti dia itu gay!"
Safira membanting pintu lemari dengan kesal. Tangannya mengambil boneka yang ada di atas sofa dan melemparnya ke arah Sean.
"Tutup mata kamu, dasar cowok mesum!" teriaknya seraya berjalan kembali ke dalam kamar mandi. Safira merutuki kebodohannya yang lupa membawa baju salin ke kamar mandi tadi.
Sementara itu Sean sudah tergelak kencang sambil menepuk-nepuk sisi ranjang. Menggoda Safira benar-benar menambah energinya. Perempuan itu sangat lucu dan menggemaskan. Selalu ada semu merah di wajah Safira setiap Sean menggodanya. Itu salah satu alasan mengapa ia suka sekali menggoda perempuan itu. Salah duanya, karena itu menyenangkan.
***
Sean menuruni anak tangga satu persatu setelah beberapa menit yang lalu selesai membersihkan dirinya. Ia segera menghampiri Safira yang berada di ruang makan. "Celananya ngegatung," keluhnya setelah berdiri di sebelah perempuan itu.
"Cuma itu baju Ayah yang saya pikir muat sama badan kamu." Safira melirik sekilas pada Sean sebelum kemudian merapihkan meja makan. Meletakan piring dan peralatan lainnya.
"Ayah lo gak ikut makan?" tanya Sean seraya menarik kursi di samping kanan.
"Ayah udah makan tadi."
"Jadi cuma kita berdua, nih? Kemana Angga?" Sean masih terus bertanya sambil memperhatikan Safira yang sibuk bolak balik dari dapur ke meja makan.
"Mas Angga gak ke sini, masih banyak pasien katanya."
Sean mengangguk-anggukan kepalanya sementara bibirnya bergumam membentuk huruf O. Matanya masih terus memperhatikan Safira. Perempuan itu menarik kursi di sebelah kiri setelah selesai membawa makanan. Kini mereka saling berhadapan.
"Elo yang memasak?"
"Gak semua, ada mbok Nah bantuin saya tadi."
"Wihh," Sean berseru kencang. "Makin hebat aja lo."
"Hem?" Safira mengernyitkan dahinya, menghentikan pergerakan tangannya yang sedang mengambil nasi. "Maksudnya?"
"Iya, elo makim jago aja masak, kalo kayak gini kan kayak istri gue beneran."
Tangan Safira terdiam lagi. Entah kenapa sekarang tubuhnya mendadak menjadi kaku. Dan yang lebih parah lagi, jantungnya berdebar tidak karuan. Hanya satu kalimat yang Sean keluarkan mampu membuat seorang Safira meneguk ludah dengan susah payah. Wajahnya memerah padam, dan kalimatnya hilang begitu saja.
Perasaan apa ini.
Sean melihat Safira bingung. Perempuan itu langsung terdiam mendengar ucapannya, padahal biasanya Safira akan membalas kalimat itu dengan galak dan judes, tapi yang Sean lihat sekarang, Safira malah menundukan wajahnya menahan malu.
"Fir, Nasi." Sean menyodorkan piringnya ke depan Safira, reflek hal itu langsung membuatnya salah tingkah.
"I-iya ... iya." Safira menuangkan nasi di piring Sean dengan gelagapan.
Untuk sesaat mereka makan dalam diam, hanya terdengar dentingan piring dan sendok yang beradu. Sesekali Safira mencuri pandang ke arah Sean, sementara lelaki itu hanya asik mengunyah.
"Oh iya." Sean mengalihkan pandangannya dari piring kemudian menatap Safira setelah sebelumnya menenggak air putih di sebelah kirinya. "Minggu depan gue sama lo ada pemotretan."
Safira hanya menatapnya dengan kerutan di dahi. Sean paham kalau perempuan itu masih belum mengerti maksudnya.
"Interview buat majalah. Mereka mau kita jadi cover salah satu majalah bisnis, sekalian nanya-nanya soal pernikahan. Ya seputar itu aja sih, jadi usahain minggu depan jadwal lo kosong."
"Kenapa harus nanyain soal pernikahan? Kita kan bukan artis."
"Ini bukan majalah Fashion, ini majalah bisnis. Gue itu pembisnis."
"Terus kenapa saya juga ikut?"
Sean mendengkus. "Elo itu Istri gue, Fir, kalo lupa."
Ya?
Seketika Safira merasa pipinya memanas. Ada ribuan kupu-kupu yang menggelitik di perutnya. Padahal Sean hanya mengatakan kalimat seperti itu. Tidak ada rayuan atau gombalan. Tapi bisa-bisanya Safira tersipu malu mendengar itu.
"Lagian, kita kan sama-sama pembisnis."
Safira berdehem pelan, seperti ada duri di tenggorokanya yang sulit sekali ditelan. Akhir-akhir ini ia sering sekali terbawa perasaan saat bersama Sean, hatinya mudah sekali berdebar kencang jika Sean selalu menggodanya.
"Hm, iya saya gak kepikiran ke situ." Safira kembali mengunyah makanannya dengan pelan.
Melihat perubahan perempuan itu sejak tadi, membuat Sean merasa ada yang aneh dari sikap sang istri. "Elo sakit?"
Safira menatap Sean dengan hati-hati. "Nggak."
"Elo aneh dari tadi." Sean meneguk minumnya sebentar kemudian berdiri. "Gue ke kamar duluan." Lanjutnya dengan nada ringan dan menghilang dari pandangan Safira.
Sean begitu mudah melenggang pergi setelah beberapa menit membuat jantung Safira nyaris copot dari tempatnya. Perempuam itu sendiri tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada dirinya, hati Safira hanya merasa nyaman saat bersama Sean, meski kadang lelaki itu lebih sering membuatnya kesal dibanding bersikap baik.
Safira menghela napas lega setelah kepergian Sean dari ruang makan. Setidaknya saat tidak bersama Sean jantungnya bisa kembali bekerja dengan normal.
"Saya juga gak ngerti sama perasaan saya." gumamnya pelan bahkan hampir seperti bisikan.
*****
enjoy genks
udah dihapus ya thor?
dimana kalau mau baca kisah mereka lagi...🥺
tp masih ada yg belum diubah itu thor.
hmmm fir fir.. mending kamu biarin jona sm diana. Klo sama medusa, Ga berasa canggung apa ya jdi satu keluarga sm mantan tmn tidur suami? 🙄
lagian knp jd ngurusin dia
otak dipke dong
Ga ada alesan bantuin atau apapun itu. Ingat sdh berumah tangga.
Lemah bgt jd cow, gmn mau ngelindungin anak istri
Bukan kyk sean yg plin plan
Dia begitu krn obsesinya sendiri.