NovelToon NovelToon
Arsaka: Sang Kultivator Lintas Dimensi

Arsaka: Sang Kultivator Lintas Dimensi

Status: sedang berlangsung
Genre:Kultivasi Modern / Action / Epik Petualangan / Sistem / Fantasi / Light Novel
Popularitas:390
Nilai: 5
Nama Author: Sourcesrc

Nama Tokoh Utama: Arsaka Adyatma

Latar: Dunia Kultivator Jepang (Nihon Reikai), tersembunyi di dimensi lain.

Ringkasan Plot
Arsaka Adyatma, seorang mahasiswa teknik elektro yang realistis dari Jakarta, melakukan perjalanan wisata ke Kyoto, Jepang. Ketika ia menyentuh sebuah Gerbang Kuil kuno yang tersembunyi dimensinya, ia secara tak sengaja ditarik ke dalam Nihon Reikai—Dunia Kultivator Jepang, sebuah dimensi di mana hukum fisika digantikan oleh energi spiritual yang disebut Reiki atau Ki, dan kekuatan menentukan segalanya.

Tiba-tiba terdampar dan dilengkapi dengan sistem antarmuka mirip game yang misterius dan warisan unik Segel Naga Void yang tidak aktif, Arsaka mendapati dirinya berada di dasar rantai makanan. Ia diselamatkan oleh murid-murid dari Sekte Awan Guntur di tepi Kekaisaran Tiga Bintang, yang langsung meragukan asal-usulnya.

Novel ini mengikuti perjalanan Arsaka dari seorang Murid Tahap Awal yang naif menjadi seorang Kaisar Kultivasi yang ditakuti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sourcesrc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

Kehidupan Arsaka Adyatma kini terbagi menjadi dua medan perang: di Puncak Guntur, dia menaklukkan Petir. Di Kolam Pemurnian Tanah, dia memulihkan Bumi.

Rutinitasnya brutal. Setiap hari, dia menghabiskan sepuluh jam di Puncak Guntur, di bawah pengawasan ketat Penatua Goro. Dia mengayunkan pedang bajanya (Goro kini memberinya stok lima pedang, sebuah tanda pengakuan sinis atas kebiasaan Arsaka meledakkan baja fana).

Setiap kali dia melatih Kilat Penusuk atau Tebasan Guntur, Arsaka harus menjalankan "Resistor Tanah" barunya.

Proses Resistor Tanah (Iterasi 2.0):

Isolasi Dantian: Tarik Reiki Tanah (Berat, Lambat) dan Reiki Petir (Liar, Cepat) dari Dantian.

Jalur Resistor: Lapisi dinding meridian lengan dengan Reiki Tanah. Ini bertindak sebagai insulator dan resistor.

Injeksi Petir: Dorong Reiki Petir ke dalam jalur yang sempit dan terkendali itu. Petir dipaksa untuk melambat dan memfokuskan arusnya.

Kanalisasi Pedang: Raiden yang terkendali dialirkan ke permukaan pedang baja dan dilepaskan.

Sistemnya dengan cepat mengidentifikasi dan mengasah tekniknya.

[PEMBERITAHAN SISTEM]

Penguasaan Teknik: Jurus Pedang Petir Pertama (Kilat Penusuk) mencapai 100%.

Keahlian Ditingkatkan: Jubah Petir (Gerakan 3) kini terbuka.

Peringatan Stabilitas: Selama latihan, Afinitas Tanah telah dikonsumsi sebagai material resistor. Afinitas Tanah berkurang 5 poin.

Inilah harga yang harus Arsaka bayar untuk kecepatan dan kekuatan. Setiap kali dia menyalurkan Raiden, sebagian dari fondasi Tanah yang susah payah ia bangun akan dikorbankan.

"Kau menghabiskan kekuatanmu sendiri untuk mengendalikan kekuatan lain," komentar Goro suatu sore, saat melihat Arsaka ambruk, berkeringat, setelah menyelesaikan Tebasan Guntur ke-100. "Ini tidak efisien. Tanahmu adalah jangkar, bukan amunisi. Kau harus mencari cara untuk menahan Petir tanpa merobek jangkar itu."

"Aku sedang mengusahakannya, Sensei," Arsaka terengah-engah. "Tapi ini adalah metode prototipe. Aku harus membuatnya berfungsi dulu."

Goro hanya mendengus, tetapi matanya menunjukkan kekaguman yang tak terhindarkan.

Setelah sesi Raiden yang melelahkan, Arsaka akan kembali ke Kolam Pemurnian Tanah, kadang-kadang dengan luka bakar ringan atau meridian yang bengkak, dan memaksakan diri untuk bermeditasi di lumpur. Dia harus mengisi kembali Reiki Tanah-nya, memperbaiki Resistor-nya, dan mengembalikan fondasinya yang terkikis. Ini adalah siklus tanpa akhir: Meledak – Membangun Kembali – Meledak Lagi.

Yuuto, Sang Scribe

Suatu sore, Arsaka sedang membersihkan pedangnya di pondok ketika terdengar ketukan canggung di pintu. Yuuto, murid dengan kacamata tebal dan buku catatan di tangan, berdiri di sana.

"Arsaka-san," Yuuto memulai, menunduk dengan rasa hormat yang tidak terbiasa ia tunjukkan. "Saya tidak bermaksud mengganggu. Saya tahu Anda sibuk dengan pelatihan Guru Goro. Tapi... saya memiliki beberapa data yang ingin saya konfirmasikan."

Arsaka mengundangnya masuk. Yuuto dengan gugup mengeluarkan buku catatannya, yang penuh dengan diagram aneh.

"Di sini," kata Yuuto, menunjuk ke diagram gelombang. "Fluktuasi Reiki Anda. Saya telah mengamati setiap murid di Sekte, dan pola Anda adalah... unik. Ini adalah grafik Reiki di meridian Anda saat Anda menyerang."

Diagram itu menunjukkan dua gelombang: satu garis bergerigi liar yang cepat (Petir), dan satu garis tebal dan lambat yang berjalan tepat di sampingnya, dengan sengaja membatasi ruang gerak garis bergerigi itu (Tanah).

"Ini bukan sinergi, Arsaka-san," bisik Yuuto, matanya berbinar seperti seorang ilmuwan. "Ini adalah konflik yang terkelola. Bagaimana Anda memaksa energi yang berlawanan—Elemen Tanah yang menahan dan Elemen Petir yang membebaskan—untuk bekerja berdampingan tanpa saling menghancurkan?"

Arsaka tersenyum. Akhirnya, seseorang yang memahami masalahnya.

"Anggap Elemen Petir sebagai tegangan tinggi," jelas Arsaka. "Dan Elemen Tanah sebagai material isolator."

Yuuto mengernyit, mencatat istilah "isolator."

"Saya membangun material isolator dari Reiki Tanah. Material itu melapisi 'kabel' meridian saya. Ketika saya mengalirkan tegangan tinggi (Petir), isolator itu mencegah tegangan bocor dan meledakkan pedang. Isolator itu juga menyerap panas dari tegangan itu, membuatnya sedikit lebih lambat, lebih terfokus, tapi tetap mematikan."

Yuuto berhenti mencatat. Dia mengangkat kepalanya dan menatap Arsaka dengan kagum murni. "Anda... Anda membuat jalur konduksi Reiki buatan dengan mengorbankan fondasi Anda?"

"Tepat," jawab Arsaka, terkesan dengan ketajaman Yuuto. "Hanya dengan mengorbankan isolator itu secara bertahap, saya bisa mendapatkan kendali instan. Tapi saya perlu menemukan isolator yang lebih tahan lama."

Yuuto membungkuk dalam-dalam. "Arsaka-san, Anda adalah sebuah keajaiban. Jika ini diketahui di dunia luar, Anda akan dianggap sebagai kultivator sesat... atau dewa teknik. Saya ingin mencatat lebih banyak. Boleh?"

"Tentu," kata Arsaka. "Asal tidak mengganggu latihan."

Dengan Yuuto di sisinya, Arsaka tidak hanya berlatih; dia beriterasi. Dalam minggu berikutnya, dia menyelesaikan semua gerakan Jurus Pedang Petir Pertama—termasuk Jubah Petir, yang memungkinkan dia bergerak dengan kecepatan yang nyaris tidak terlihat.

Status Akhir Jurus Petir Pertama (1 Bulan di Sekte Awan Guntur):

Kilat Penusuk: Sempurna.

Tebasan Guntur: Sempurna.

Jubah Petir: Sempurna (tetapi mengonsumsi 50 Reiki Petir dan 5 Reiki Tanah per penggunaan).

Kedatangan di Malam Hari

Suatu malam, dua minggu setelah ujian batu, Arsaka dan Penatua Goro tetap berada di Puncak Guntur. Goro mengawasi Arsaka yang sedang mempraktikkan Jubah Petir berulang kali. Arsaka bergerak seperti kilatan ungu, meninggalkan jejak hangus di batu hitam.

Tiba-tiba, Goro mengangkat tangannya, menghentikan Arsaka. Wajahnya yang tua tampak tegang, matanya menyipit ke kejauhan.

"Hentikan, Nak," bisiknya. "Ada yang datang."

Arsaka segera menyarungkan pedangnya. "Siapa, Sensei?"

"Bukan murid Sekte," jawab Goro, tangannya secara naluriah memegang gagang pedang besarnya. "Auranya... busuk. Dan kuat. Tingkat Penatua, setidaknya Fase 7."

Goro berbalik ke arah Arsaka. "Murid Pribadi adalah target yang menarik bagi musuh. Kau jenius Petir Mutasi. Jika ada yang tahu, mereka akan menculikmu atau membunuhmu untuk mencegah Sekte Awan Guntur menjadi terlalu kuat."

"Dia menuju ke sini?" tanya Arsaka, jantungnya berdegup kencang. Ini bukan lagi latihan; ini adalah pertarungan nyata.

"Tidak. Dia mengintai di punggung bukit di timur. Dia sangat berhati-hati," kata Goro. "Dia tahu kita di sini. Dia merasakan Raiden-mu."

"Apa yang harus kita lakukan?"

"Satu-satunya yang bisa menyamai Petir Mutasi adalah Api Murni," kata Goro. "Sekolah Naga Api Merah sangat ingin tahu tentang kita. Aku akan menghadapinya. Tugasmu adalah pergi. Sekte membutuhkanmu hidup-hidup, Nak."

"Tapi Sensei..."

"Jangan membantah! Lakukan apa yang kuperintahkan! Gunakan Jubah Petir-mu, lari ke lembah, dan bersembunyi di dalam Kolam Pemurnian Tanah. Itu akan menyembunyikan auramu yang berbau seperti belerang."

Goro tiba-tiba tersenyum tipis—senyum yang langka dan menakutkan.

"Namun, sebelum kau lari..."

Goro menunjuk ke arah tebing curam di bawah mereka, yang mengarah ke lembah. "Dia tahu kita ada di sini. Buat dia berpikir kau lari ke barat."

Arsaka mengerti. Dia harus menjadi umpan.

Goro mengangkat pedangnya dan memfokuskan auranya. Guntur keras bergemuruh di udara.

"Sekarang, pergilah!" raung Goro.

Arsaka tidak ragu. Dia mengaktifkan Jubah Petir. Reiki Petir dan Tanah berdesing dan bergesekan di lengannya.

Dia meluncur cepat ke barat, menuju hutan yang berlawanan dari posisi penyusup. Dalam sekejap mata, dia sudah menghilang di balik pohon.

Pertarungan di Balik Kabut

Goro menunggu di Puncak Guntur. Satu menit kemudian, sosok berpakaian merah gelap muncul di punggung bukit timur. Dia adalah pria yang kurus, dengan aura Api yang mengepul di sekelilingnya seperti kabut panas. Matanya kuning dan dingin.

"Hirano Goro," kata pria berbaju merah itu, suaranya seperti bisikan arang yang membara. "Aku mencari murid barumu. Yang berbau Petir Surgawi."

"Dia sudah pergi, Ksatria Merah," jawab Goro. "Dia lari ke barat. Kau sudah terlambat."

Ksatria Merah itu menyeringai. "Aku tidak pernah terlambat."

Pertarungan pun meletus. Itu adalah pertarungan antara Petir Tua (Goro) dan Api Murni. Ksatria Merah menyerang dengan pedang Api yang meninggalkan bekas bakar di udara. Goro membalas dengan ayunan pedang yang melepaskan ledakan sonik Guntur.

Sementara itu, Arsaka berlari.

Dia telah berbelok tajam ke selatan, memotong jalur kembali ke lembah utama. Jubah Petir adalah teknik yang luar biasa. Ia melipat jarak dan waktu. Tetapi ia menghancurkan Resistor Tanah-nya.

[PEMBERITAHUAN SISTEM]

Penggunaan Jubah Petir: +5 kali.

Afinitas Tanah Menurun: 35/100 -> 25/100.

PERINGATAN KRITIS: Fondasi Tanah melemah. Petir Mutasi menjadi tidak stabil.

Arsaka merasakan meridiannya mulai protes. Reiki Tanah-nya kelelahan. Petir-nya, yang tidak lagi tertahan dengan benar, mulai melompati lapisan Resistor yang menipis, menyebabkan sengatan menyakitkan di kakinya.

Namun, dia berhasil mencapai tujuannya. Kolam Pemurnian Tanah.

Dia tidak berhenti. Dia melompat dan mendarat langsung di tengah-tengah kubangan lumpur.

Air kotor dan berat itu naik hingga ke lehernya. Dia segera mengaktifkan Mugen Kyūki.

[PEMBERITAHUAN SISTEM]

Mugen Kyūki (Lvl 2) diaktifkan!

Pemulihan Darurat Dini – Mempercepat Penyerapan Reiki Tanah Tercemar...

Menyembunyikan Aura Petir – Aura Petir dibanjiri oleh energi Tanah yang berat dan kotor. Stealth: 95%.

Arsaka menutup matanya, lumpur dan mineral berbau belerang membungkusnya. Dia memaksakan dirinya untuk menyerap, menggunakan Reiki Tanah kotor itu sebagai peredam dan perisai.

Tiba-tiba, dia mendengar suara langkah kaki yang berat dan cepat mendekat. Bukan dari Goro.

Itu adalah Ksatria Merah.

Arsaka membuka matanya sedikit. Bagaimana?

Ksatria Merah itu berdiri di tepi kolam, memelototi area tersebut. Wajahnya berlumuran keringat, tetapi matanya yang kuning terbakar dengan kepastian.

"Aku mencium bau badai," geram Ksatria Merah. "Petir itu ada di sini. Kau tidak berlari ke barat."

Dia mengamati sekeliling. Kolam itu gelap, berbau busuk, dan tidak mungkin ada yang bersembunyi di dalamnya. Namun, Ksatria Merah itu memiliki insting.

"Bau kotoran ini," kata Ksatria Merah, perlahan menyeringai. "Ini bau yang sama dengan Jangkar Petir yang ditemukan Sekte Awan Guntur bertahun-tahun lalu. Mereka menggunakannya untuk menenangkan petir mereka yang bermasalah. Kau ada di dalam lumpur itu, anak muda. Terlalu takut untuk keluar."

Ksatria Merah mengangkat pedang Api-nya, dan kobaran api merah menyelimuti baja itu, memanaskan udara.

"Aku tidak butuh petir yang hidup. Cukup yang mati. Keluarlah, atau aku akan memasakmu di dalam lumpur busukmu sendiri!"

Arsaka tahu dia harus bertindak. Mugen Kyūki hanya memberinya stealth, bukan kekuatan ofensif. Dia kelelahan. Fondasi Tanah-nya lemah. Tapi Petir-nya... Petir-nya baru saja diisi ulang.

Dia bisa lari (menggunakan Jubah Petir dan mempertaruhkan kematian karena kelelahan meridian) atau bertarung (menggunakan Resistor Tanah yang retak dan mempertaruhkan ledakan pedang/tangan).

Arsaka memilih yang ketiga: Inovasi yang lebih gila.

Dia menarik pedangnya, yang untungnya masih ia pegang. Dia tidak akan menggunakan Resistor Tanah untuk mengalirkan Petir ke pedang.

Dia akan menggunakan Resistor Tanah untuk mengendalikan Petir, dan melepaskan sisanya ke dalam lumpur di sekelilingnya.

"Sistem, Injeksi Petir Terbalik," Arsaka berteriak dalam hati.

Dia mendorong Raiden dari Dantiannya, mengalirkannya ke meridiannya. Dia menggunakan Reiki Tanah-nya yang tersisa (Afinitas 25) bukan untuk melapisi, tetapi untuk memfokuskan arus.

Petir itu melesat. Sebagian kecil terkendali ke pedangnya, tetapi sebagian besar yang liar itu dia dorong ke air lumpur di sekelilingnya.

BLARRRRR!

Kolam Pemurnian Tanah itu meledak dalam ledakan guntur yang lembab. Listrik ungu-biru melompat dari lumpur basah ke segala arah. Itu adalah ledakan listrik, bukan serangan yang ditargetkan.

Ksatria Merah menjerit. Dia tidak bisa menahan serangan Petir yang datang dari air, konduktor yang sempurna. Gelombang kejut listrik menghantamnya dan melemparkannya ke belakang.

Arsaka, memanfaatkan momen kekacauan itu, melompat keluar dari lumpur, pedang di tangan. Dia berlari ke arah Ksatria Merah yang sedang berjuang untuk bangkit, tangannya gemetar.

"Kilat Penusuk!"

Arsaka menyerang dengan pedangnya, yang kini dilapisi sisa Raiden yang terkendali.

Ksatria Merah berhasil mengangkat pedang Apibya untuk menangkis.

KLANK!

Baja Api yang mahal bertemu dengan baja fana yang dilapisi Raiden. Ksatria Merah terhuyung.

"Kau!" raung Ksatria Merah. "Kau bersembunyi di lumpur!"

Arsaka tidak menjawab. Dia mengabaikan rasa sakit di meridiannya.

Dia menusuk lagi dan lagi, menggunakan kecepatan Jubah Petir yang tersisa. Dia tidak bisa melukai Ksatria Merah itu dengan serius, tapi dia bisa membuatnya sibuk.

Saat itulah, suara guntur yang jauh dan sangat keras bergema dari Puncak Guntur. Penatua Goro mengirimkan sinyal bahwa dia akan segera datang.

Ksatria Merah tahu dia kehabisan waktu. Dia melontarkan kata kutukan, lalu melepaskan ledakan Api terakhir ke tanah.

"Aku akan kembali untuk petirmu, Nak!"

Dia berbalik dan melarikan diri ke hutan, menghilang.

Arsaka ambruk kembali ke tepi kolam, lumpur masih menetes darinya. Dia selamat.

Goro tiba semenit kemudian, melihat lumpur yang berasap, jejak listrik, dan jejak Api. Dia melihat Arsaka yang kelelahan namun utuh.

"Kau... meledakkan kolam kotoran itu?" Goro bertanya, matanya menyiratkan kombinasi teror dan kebanggaan. "Itu adalah ide gila. Tapi cerdas. Kau menggunakan air sebagai konduktor."

"Itu adalah cara tercepat untuk menyebarkan tegangan," Arsaka terengah-engah.

Goro menghela napas. "Baik. Sekarang seluruh Reikai tahu kita punya sesuatu yang menarik. Pelatihanmu dipercepat, Arsaka. Mulai besok, kau akan mendapatkan teknik kultivasi batin baru. Kita harus membuat fondasi Tanah-mu sekuat benteng agar Resistor-mu tidak pernah retak lagi."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!