Kematian kekasihnya membuat Juno Elvaro terikat dengan masa lalunya. Orang-orang memanggil Juno pembunuh, karena Juno adalah orang yang mengakibatkan kekasihnya mati. Saat dunia benar-benar hancur, saat Juno benar-benar tidak ingin hidup. Erisa Katrina, Siswi baru yang masuk ke SMA tempat Juno bersekolah mengubah hidup Juno. Sasa begitu mirip dengan Sazza membuat Juno kembali teringat dengan sosok kekasihnya. Kilas balik masa lalu membuat Juno bernostalgia, namun sama seperti Juno, Sasa juga penasaran dengan sosok kakak kelas laki-laki yang begitu pendiam dan ditakuti semua orang. Saat mereka saling ingin tahu, sebuah moment memberi kesempatan untuk mereka bertemu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Devi Triana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rasa bersalah
Manusia itu... makhluk yang menganggap dirinya protagonist di dalam kehidupannya.
Saat orang lain menjalani hidup sejahtera, dia menganggap takdir tidak adil padanya. Saat seseorang mendapatkan sesuatu yang dia inginkan, dia menyalahkan nasibnya. Saat dia berbuat salah dan orang-orang menjauhinya, dia merasa orang-orang itu adalah antagonis yang berbuat jahat padanya.
"Maafkan aku!"
Dan beberapa dari mereka, menyalahkan diri sendiri, membenci diri sendiri, merasa diri sendiri hina, karena berbuat salah. Dengan memohon maaf, mereka menjadi protagonist yang mengemis kembali kehidupan harmonis sebelum mereka berbuat salah.
Tapi, sama seperti perasaan yang tidak bisa kembali baik-baik saja. Rasanya sesak, amarah mengepul seperti asap rokok yang menyesakkan.
Haruskah aku menerima maaf itu?
"Maaf...maaf aku...semua salahku"
Eri jatuh, berjongkok dengan kedua telapak tangan menutup wajahnya. Dia menangis tersedu-sedu, sedangkan Sasa yang melihat itu bungkam. Air matanya mengalir deras, rasanya sesak, dua sisi di dalam dirinya saling menolak.
Di satu sisi, kenangan saat mereka bersama-sama sebagai sahabat terbayang membuat Sasa berpikir untuk memaafkannya. Namun, di sisi lain, Sasa terbayang saat Eri bungkam menonton dirinya yang dihajar oleh Celine dan teman-temannya, padahal saat itu Sasa percaya kalau Eri ingin kembali menjadi sahabatnya.
"Kenapa kamu yang nangis?" Tanya Sasa mengusap air matanya kasar.
"Apa aku buat salah ke kamu?"
Eri menggeleng, lalu menarik napasnya. Mencoba menjelaskan kepada Sasa, kalau sebenarnya semua ini terjadi sebab perbuatan nya sendiri.
"Maaf, ini semua salah aku. Aku khilaf karena cemburu kamu dekat sama Cio, aku pikir Cio suka sama kamu dan kamu coba deketin dia karena kamu kesal sama aku. Aku yang bodoh, Sa. Bisa-bisanya cuma karena anggapanku sendiri..." Eri kembali menangis tersedu-sedu membuat air mata mengalir begitu deras membasahi pipi Sasa.
Sasa menghela napas berat, menutup wajahnya dengan kedua tangan dengan isak tangis yang begitu menyedihkan. Athy yang melihat itu ikut terenyuh, hatinya ikut terbawa suasana ketika Eri dan Sasa terlihat begitu sulit untuk mengungkapkan isi hati mereka. Bahkan, Sasa berucap dengan nada tertahan.
"Eri, kamu tau? Dulu, waktu di SMP. Waktu Clara bilang ke aku, aku beneran adek kak keano atau bukan? terus ngolok-ngolok aku jelek, pendek, dan juga gak pintar karena Keano lebih sempurna dari aku. Waktu mereka jauhin aku gara-gara aku adik Keano, kamu satu-satunya orang yang deketin aku. Mungkin karena kamu murid pindahan"
"Kamu bilang, kalau aku lebih pintar daripada Keano, lebih cantik daripada Keano, terus aku tinggi karena aku lebih tinggi daripada kamu. Kamu tau? Kamu satu-satunya yang berpikir begitu, bahkan para guru gak mikir kayak gitu dan selalu banding-bandingin aku sama abang"
Sasa mengambil napas berat "Kamu teman pertama aku yang anggap aku lebih, walaupun kamu sama sekali gak kenal siapa itu Keano, kamu terus bilang aku yang terbaik karena aku temen kamu"
"Tapi, sekarang..."
Eri menunduk dalam, dia tau kesalahannya. Dia tau dia sudah salah pada Sasa hanya karena rasa cemburunya. Rasa suka dalam diam selama tujuh tahun itu dia pikir lebih penting dibandingkan persahabatan nya yang penuh memori senyuman dengan Sasa.
"Sa...maaf"
"Iya" Sasa menghela napas panjang, lalu menghapus jejak air matanya kasar.
"Gak ada gunanya juga kita nangis kayak gini kan? Cuma bikin capek"
"Sa..." panggil Eri dengan nada lirih. Dia memohon, karena dia ingin kembali bersahabat dengan Sasa yang mengerti dirinya.
"Gak apa-apa, Ri. Justru aku yang minta maaf"
"Enggak" Eri menggelengkan kepalanya kuat, menolak maaf dari Sasa yang tidak punya salah padanya.
"Maaf, karena aku udah bikin kamu salah paham. Mulai sekarang, silahkan dekati Cio lagi, aku gak bakalan dekat-dekat dia, bahkan ngomong sama dia. Dan, aku lupa, aku juga bakalan DM insta Ezra. Aku kirim lama karena aku takut kamu merasa terganggu kalau aku DM. Aku kirim hari ini, aku takut kamu salah paham lagi"
"Aku pergi dulu" Sasa melangkah pergi, diikuti oleh Athy yang menghela napas panjang. Athy tau, kini dua orang ini sedang memercikkan asam pada luka masing-masing.
Sedangkan, Eri masih menunduk dengan bahu yang bergetar, karena Sasa terlihat enggan memaafkannya.
•~•~•
"Kamu nangis? Kenapa?"
Sasa tersenyum kecut dengan mata sembab ke arah Juno yang duduk di depannya.
"Cuma, nyelesaikan masalah" ucap Sasa melahap sandwich keju yang Juno buatkan.
Sasa menatap tumbuhan hijau di depannya dengan hati yang tidak enak. Seharusnya tadi dirinya tidak bicara panjang lebar pada Eri yang membuat Eri semakin sakit.
"Harusnya maafin aja tadi"
"Siapa?"
"Eri"
Juno menyuapkan nasi dengan lauk ayam krispi itu ke mulutnya, lalu mengunyahnya pelan-pelan.
"Eri? Ah, cewek kecil yang rambutnya pendek itu ya?" tanya Juno memisahkan kulit ayam itu ke pinggiran kotak bekalnya.
"Oh, kakak ingat juga. Padahal aku kira kakak gak lihat kita di kelas kakak waktu MPLS?"
Juno berhenti makan. Alisnya bertaut dengan tangan yang sibuk memisahkan ayam dan kulitnya "MPLS?"
"iya? Kan, aku pernah ke kelas kakak sama Eri?"
"Iyakah? Aku lupa" ucap Juno kembali mengunyah makanannya.
Sasa mengambil potongan kulit ayam dari kotak bekal Juno, lalu memasukkan nya ke dalam mulutnya "Kalau gitu, kakak kenal Eri dari mana?"
"Dia nemuin aku waktu itu"
"Kapan?"
"Waktu kejadian Farah, kalau bukan karena dia. Aku mana tau kamu di mana. Aku cari sana sini kamu gak ketemu"
Tubuh Sasa mematung, dia berhenti mengunyah kulit ayam yang berada di dalam mulutnya. Kilas balik kejadian tadi membuat gelisah hatinya. Jika ternyata selama ini dia salah paham pada Eri tentang kejadian Farah, kalau ternyata Eri tidak tau apa-apa dan malah mencoba membantu nya.
Sasa bangkit dari duduknya mengalihkan pandangan Juno yang tengah serius mengunyah makanannya. Wajah Sasa terlihat tidak enak saat Juno memandangnya.
"Apa? Ada masalah?"
"Gimana bisa? Ini semua ternyata salah aku..."
"Sa?" Juno bangkit, menepuk pundak Sasa, mencoba menyadarkan Sasa yang mulai berkaca-kaca.
"Kak, aku pergi dulu. Aku pergi ke tempat Eri dulu"
Sasa pergi begitu saja meninggalkan Juno yang bergegas membereskan kotak bekal mereka dan memasukkan nya ke dalam totebag bekal. Lalu, laki-laki itu berlari menyusul Sasa yang tampak sedang tidak baik-baik saja.
•~•~•
Sasa melangkah terburu-buru menuju ke kantin saat Cio memberitahunya kalau dia melihat Eri menuju ke arah kantin saat dia baru saja kembali dari ruang guru tadi.
Tumpukan rasa bersalah membuat Sasa tidak enak hati. Rasa gelisah menguasai dirinya dan rasa itu membuatnya ingin menyelesaikan kesalahpahamannya dengan Eri secepatnya. Rasa gelisah itu dia rasa selama perjalanan menuju ke kantin, sebelum rasa bersalah itu hilang begitu matanya menyorot Eri yang berlutut di lantai sembari mengutip sisa makanan yang berserakan di lantai.
Bukan lagi rasa bersalah, Sasa berdiri membeku di depan pintu masuk kantin kelas sepuluh dengan perasaan yang campur aduk. Marah, sedih, iba, dan rasa kebenciannya yang tersisa pada Eri bersatu membuat air matanya benar-benar luruh.
"Kasian, Eri. Dia kayak gitu karena circle Kak Farah gak sih? Katanya setelah dikeluarin, mereka yang deket sama Kak Farah malah ganggu dia"
"Biarin aja. Kamu kayak gak tau aja? Dulu kan dia dekat sama si Sasa, tapi katanya dia deketin Kak Farah cuma buat balas dendam sama si Sasa, karena dia gak suka Sasa ngerebut cowoknya. Gara-gara cowok dia buang temennya"
"Murahan banget?"
Napas Sasa naik-turun, sedangkan air matanya mengalir deras. Ketenangan dan keramah tamahan mereka semua Sasa pikir hanya karena seluruh permasalahan sudah selesai. Hanya Farah yang jadi biang masalah dan yang disalahkan, namun...
"Katanya dia deketin Kak Farah cuma karena balas dendam. Sebenarnya Kak Farah gak mau ngelakuin itu..."
"Benar-benar...sampah" Sasa bergumam, matanya menatap nyalang ke arah gadis yang tengah duduk di kursi kantin. Tanpa sadar, kaki Sasa melangkah dan tangannya menarik kuat rambut gadis itu.
"LEPAS! LO KENAPA SIH? Aaa"
Gadis itu meronta-ronta meminta Sasa melepaskan tangannya yang menarik kuat rambut gadis itu, namun Sasa dikuasai amarah. Tangannya semakin menarik kuat rambut gadis itu, sedangkan gadis itu menjambak rambut Sasa sebagai perlawanan agar Sasa melepas rambutnya.
"Lepasin anjir! Sakit! Rambut gue!"
Semua orang histeris menjadikan Sasa dan gadis itu sebagai tontonan. Mereka saling menjambak satu sama lain, suara teriakan histeris terdengar dari gadis yang Sasa jambak, sedangkan Sasa berkali-kali bergumam hal yang tidak jelas.
"Memang kamu tau apa? Memangnya kamu tau semuanya rencana siapa? Dasar sampah"
Sasa bergumam, sedangkan gadis itu berteriak heboh. Eri yang melihat hal itu bangkit, mencoba memisahkan kedua gadis itu, namun tubuhnya tercampak begitu mencoba memisahkan dua orang gadis yang tubuhnya lebih besar dari Eri.
"Sa! Udah! Sasa! Kamu kenapa sih?!"
"Lepas! Sasa sialan! Rambut gue!"
"Memang kamu tau apa, Sialan?!" Sasa berteriak bersamaan dengan Juno yang menarik tubuhnya dari belakang.
"Lepas! Lepasin aku!" Sasa meronta begitu Juno melepaskan dirinya dari gadis itu. Dia meronta saat Juno memeluk tubuhnya kuat dari belakang.
"Sa, udah"
"Lepasin! Memang kalian semua tau apa?!" Teriak Sasa membuat semua orang terdiam.
"Kalian semua tau apa yang Farah lakuin ke gue? Memangnya kalian tau apa yang gue rasain? Memangnya kalian tau perbuatan jahat apa yang Farah lakuin ke gue?!"
"Dia bius gue, dia foto tubuh gue, dia mau nyebar foto itu buat jadi tontonan kalian, sialan! Tapi, kalian masih mikir dia yang baik dan nyalahin semua nya ke Eri? Kalian itu manusia?"
Sasa histeris, begitupula dengan Eri yang terduduk di lantai sembari menangis.
"Eri, itu temen gue! Dia gak mungkin, enggak. Dia gak akan pernah ngelakuin itu semua ke gue"
"Tapi, kalian. Orang-orang yang ngejudge, orang-orang yang bisa nyeritain dari belakang. Orang-orang yang gak punya kerjaan ngurusin hidup orang, ngejahatin orang. Apa bedanya kalian sama Farah?"
Semua orang terdiam, saling memandang. Beberapa menunduk karena merasa menjadi bagian orang-orang yang Sasa katakan.
Perlahan-lahan Juno melepas tangannya yang memeluk tubuh Sasa yang mulai tenang. Mungkin jika tadi Juno melepasnya entah siapa lagi menjadi korban amukan Sasa.
Tangisan Sasa perlahan mereda, walaupun air mata masih mengalir dari sudut matanya.
Tangan Juno menepuk lembut kepala Sasa, lalu beralih menepuk pelan pundaknya.
"Kerja bagus, Sasa"
•~•~•~