NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: tamat
Genre:Keluarga / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Terlarang / Romansa / Cintapertama / Cinta Murni / Tamat
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Pagi hari tanggal 21 Desember seharusnya menjadi hari terakhir Akbar di Jambi. Seharusnya ia menghabiskan paginya membeli oleh-oleh, lalu pergi ke bandara dengan hati yang berat karena perpisahan, namun penuh dengan kenangan indah. Kenyataannya, pagi itu ia terbangun di kamar guesthouse-nya dengan perasaan hampa dan sebuah tekad yang membara. Pulang tidak ada dalam kamusnya. Lari bukanlah sebuah pilihan. Perjuangannya belum selesai; ia merasa perjuangannya justru baru saja dimulai.

Namun, tekad saja tidak cukup. Ia adalah seorang tanpa peta di wilayah ini. Erencya telah terputus darinya, dikurung di dalam benteng keluarganya. Ia tidak bisa menelepon, tidak bisa mengirim pesan, tidak bisa muncul di depan rumah gadis itu tanpa menimbulkan bencana yang lebih besar. Ia membutuhkan seorang sekutu, seseorang dari dalam dinding benteng itu. Dan hanya ada satu nama yang muncul di benaknya: Lusi.

Dengan energi baru yang lahir dari keputusasaan, Akbar memulai misinya. Ia tidak punya nomor Lusi, tapi ia punya nama dan wajahnya. Ia membuka akun media sosialnya dan mulai mencari. Ia mengetik "Lusi Jambi" dan ribuan profil muncul. Ia menyaringnya satu per satu, mencari wajah ceria dan jahil yang ia temui di bandara. Setelah hampir satu jam pencarian yang terasa menegangkan, ia menemukannya. Sebuah akun dengan nama pengguna yang lucu, foto profilnya adalah Lusi yang sedang tersenyum lebar bersama Erencya. Jantung Akbar berdebar. Ini dia jembatannya.

Tanpa ragu, ia mengirimkan sebuah pesan langsung, merangkai kata-katanya dengan hati-hati agar tidak terdengar panik atau menuntut.

Lusi, ini Akbar. Maaf sekali mengganggumu lewat sini. Aku tahu situasinya sangat buruk. Erencya mengirimiku pesan singkat kemarin, memintaku untuk pulang. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak akan pergi sebelum aku tahu dia benar-benar baik-baik saja, dan sebelum aku punya kesempatan untuk berjuang. Aku mohon, maukah kamu bertemu denganku sebentar saja? Ada banyak hal yang perlu aku tanyakan. Aku hanya butuh bantuanmu.

Ia menekan kirim, lalu menunggu dengan napas tertahan. Setiap menit terasa seperti satu jam. Ia takut pesannya akan diabaikan, atau lebih buruk lagi, Lusi akan menganggapnya sebagai sumber masalah dan menyuruhnya pergi. Namun, lima belas menit kemudian, sebuah balasan muncul.

Di mana? Kapan?

Jawaban singkat itu adalah sebuah pelita di tengah kegelapan. Mereka sepakat untuk bertemu satu jam lagi di sebuah kedai kopi kecil yang tidak terlalu mencolok, cukup jauh dari lingkungan rumah Erencya maupun sekolah mereka.

Saat Akbar tiba, Lusi sudah duduk di meja sudut, mengaduk es tehnya dengan wajah serius. Tidak ada lagi senyum jahil atau tatapan menggoda seperti saat di bandara. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tulus.

"Gimana keadaanmu?" tanya Lusi langsung, tanpa basa-basi.

"Aku yang seharusnya bertanya begitu padamu, dan pada Erencya," jawab Akbar pelan sambil duduk. "Bagaimana dia?"

Lusi menghela napas panjang. "Hancur. Aku tadi pagi ke rumahnya. Suasananya kayak di kutub utara. Dingin banget. Orang tuanya nggak banyak bicara. Kakak-kakaknya, terutama si Bryan, natap aku kayak aku ini kriminal. Erencya dikurung di kamarnya. Ponselnya disita. Aku cuma bisa ngobrol sama dia sebentar di depan pintu kamarnya, itu pun diawasi sama mamanya."

Mendengar itu, hati Akbar terasa diremas. Bayangannya tentang Erencya yang terpenjara ternyata benar adanya.

"Dia cerita semuanya ke aku lewat telepon semalam, sebelum ponselnya benar-benar diambil," lanjut Lusi. "Tentang kakaknya yang lihat kalian, tentang sidang keluarga, tentang ayahnya yang melarang kalian berhubungan lagi." Lusi menatap Akbar lekat. "Situasinya lebih parah dari yang kamu bayangkan, Bar. Ayah Erencya itu orang yang kata-katanya adalah hukum di keluarga itu. Dan Bryan... dia akan melakukan apa saja untuk 'melindungi' adiknya."

"Aku tahu," kata Akbar, suaranya mantap. "Aku tidak meremehkan situasinya. Justru karena itu aku tidak bisa pergi. Erencya memintaku pulang untuk melindungiku. Tapi kalau aku pergi sekarang, itu artinya aku membiarkan dia menanggung semua ini sendirian. Itu artinya aku pengecut. Aku tidak bisa."

Lusi menatapnya, mencari celah keraguan di mata Akbar, namun ia tidak menemukannya. Ia hanya menemukan determinasi yang tenang. "Terus, apa rencanamu? Mau nekat datang ke rumahnya? Itu ide paling bodoh yang pernah ada. Kamu bisa diusir satpam sebelum sampai di gerbang."

"Tidak," jawab Akbar. "Aku tidak akan melakukan hal bodoh. Aku di sini bukan untuk membuat kekacauan. Aku di sini untuk mendukung Erencya. Aku hanya ingin... aku hanya ingin dia tahu bahwa aku tidak meninggalkannya. Aku ingin dia tahu bahwa aku masih di sini, berjuang bersamanya, meskipun dari jauh. Itu saja."

Ketulusan dalam suara Akbar membuat pertahanan Lusi goyah. Ia datang ke pertemuan ini dengan niat untuk menyuruh Akbar pulang, untuk mengatakan bahwa kehadirannya hanya akan memperburuk keadaan. Tapi melihat kesungguhan pria di hadapannya, ia mulai ragu. Pria ini benar-benar tulus menyayangi sahabatnya.

"Apa yang kamu butuhkan dariku?" tanya Lusi akhirnya, suaranya melunak.

"Aku butuh kamu menjadi jembatan kami," kata Akbar. "Aku tidak bisa menghubunginya, tapi kamu bisa. Aku butuh kamu menjadi penyampai pesanku, menjadi mata dan telingaku. Katakan padanya aku tidak akan pergi. Katakan padanya aku akan menunggu. Dan... aku butuh kamu memberikan ini padanya."

Akbar merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan sepucuk surat yang terlipat rapi. Ia sudah menulisnya semalam suntuk, menuangkan semua perasaan dan janjinya di atas kertas.

Lusi menatap surat itu, lalu menatap Akbar. Ia melihat lingkaran hitam di bawah mata pria itu, bukti malam tanpa tidur. Ia melihat tekad di sorot matanya yang lelah. Pada saat itu, ia membuat sebuah keputusan. Loyalitas utamanya adalah pada kebahagiaan Erencya. Dan ia tahu, kebahagiaan sahabatnya saat ini ada pada pria di hadapannya.

"Ini gila," desis Lusi sambil mengambil surat itu dan memasukkannya ke dalam tasnya. "Ini benar-benar gila. Tapi akan aku lakukan. Demi Erencya."

Rasa lega yang luar biasa membanjiri diri Akbar. "Terima kasih, Lusi. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku berutang padamu."

"Jangan berterima kasih dulu," kata Lusi. "Mulai sekarang, kita harus sangat berhati-hati. Bryan itu matanya ada di mana-mana."

Setelah pertemuan itu, Akbar merasa beban di pundaknya sedikit terangkat. Ia tidak lagi sendirian. Ia punya sekutu. Namun, keputusan untuk tinggal juga membawa konsekuensi praktis. Uangnya menipis. Ia berjalan kaki kembali ke guesthouse-nya, melewati warung-warung makan sederhana. Ia membeli sebungkus nasi dengan lauk termurah, memakannya di kamar sambil menghitung sisa uangnya. Ia harus pindah ke penginapan yang lebih murah besok. Perjuangannya kini bukan hanya perjuangan hati, tapi juga perjuangan untuk bertahan hidup.

Keesokan harinya di sekolah, suasana terasa berbeda. Erencya diantar dan dijemput tepat waktu oleh sopir keluarganya. Di sekolah, ia lebih banyak diam, senyumnya telah hilang. Lusi bisa merasakan tatapan mata-mata lain yang mungkin sudah diperintahkan oleh Bryan untuk mengawasi adiknya.

Saat jam istirahat, di tengah keramaian kantin, Lusi menemukan kesempatannya. Sambil duduk di samping Erencya yang sedang mengaduk-aduk es tehnya tanpa minat, Lusi dengan gerakan cepat dan tak terlihat, menyelipkan surat dari Akbar ke dalam buku paket Fisika milik Erencya yang tergeletak di meja.

"Jangan dibaca sekarang," bisik Lusi. "Baca nanti kalau sudah aman di kamarmu."

Erencya tersentak. Ia menatap sahabatnya dengan mata terbelalak, tidak mengerti. "Apa ini?"

"Sebuah pesan dari seseorang yang menolak untuk menyerah," jawab Lusi dengan senyum tipis.

Tangan Erencya yang berada di bawah meja meraba buku Fisikanya. Ia bisa merasakan ada kertas tebal yang terlipat di antara halaman-halamannya. Jantungnya yang selama dua hari terakhir terasa mati, tiba-tiba mulai berdetak kembali, memompa harapan ke seluruh tubuhnya. Akbar tidak pergi. Akbar masih di sini. Dan ia baru saja menerima pesan pertamanya.

1
👣Sandaria🦋
jadi akhirnya Akbar login atau logout, Kak?🤔
kisah perjuangan cinta yg mesti aku hargai sebagai pembaca, Kak. meski dari tengah sampai akhir aku merasa authornya kehilangan "sentuhan" pada ceritanya. mungkin gegara mengubah ending dengan bermanuver terlalu tajam😂
Sang_Imajinasi: udah ada kok cuma belum dirilis mungkin akhir bulan ini rilis novel roman dengan banyak bab maybe 500 bab
total 8 replies
👣Sandaria🦋
selalu aneh dengar ucapan hati-hati di jalan bagi orang yg naik pesawat. macam dia aja yg nerbangin pesawat. harusnya kan "tolong bilangin ke pilotnya hati-hati di udara, jangan ngebut!"🙄🤣
👣Sandaria🦋
baca bagian ini, Bang@𝒯ℳ ada begitu banyak "kekayaan" di dunia ini, tidak hanya melulu soal uang. mungkin disayangi aku yg imut ini salah satunya🤔😂
👣Sandaria🦋: aku barusan tamat baca ini novel, Bang. cari tempat mojok lain lah. atau berantem lagi di novel Om Tua😆
total 8 replies
👣Sandaria🦋
asiik bener nama timnya 👍😂
👣Sandaria🦋
aku dulu pernah naik ini di pasar malam, Kak. pas di atas ketinggian itu terjadi ciuman ke-29 ku. kalau gak salah ingat 🤔😂
👣Sandaria🦋
yg bertemu diam-diam selama seminggu itu di bulan Juni, Kak. yg terjadi di bulan Desember mah nerakaa😆
👣Sandaria🦋
kadang aku ragu Erencya ini di cerita aslinya beneran masih SMA, Kak? tua kali pemikirannya. minimal anak kuliahan tingkat akhir lah😆
👣Sandaria🦋
kok mereka belum menyinggung keimanan ya, Kak?🤔
👣Sandaria🦋
jadi udah di tahap "pulang" aja nih. enggak datang lagi? jauh kali lompatan si Akbar😆
👣Sandaria🦋
untung gak kayak adegan Armageddon😅
👣Sandaria🦋
mengapa Akbar gak jalur darat aja ke Jambi nya, Kak? mungkin biar kelihatan dramatis ya efeknya kek di pilem pilem?😆
👣Sandaria🦋
kayak kita nih Bang@𝒯ℳ cinta yg kuat itu tumbuh di tengah percakapan percakapan saling maki, saling bully dan saling merendahkan diri🤦 sampai-sampai mengalahkan romansa cinta Ucup dan Anny😂🤣
👣Sandaria🦋: aduh Abang. pengen terjun ke laut aja nih aku, biar digulung ombak sekalian☺️😂
jadi pengen nge tag Bang Salman, Bang Zen dan Bang Asta. kali aja mereka rela muntahh berjamaah, Bang🤣🤣
total 2 replies
👣Sandaria🦋
kalau Erencya juga membangun jembatan dari sisi seberang, pasti sebentar lagi jembatannya nyambung itu. entah kalau ada preman preman yg nyolong bata dan besinya🤦
👣Sandaria🦋
jangan terlalu terbuai gombalan kalian. karena "semua akan preeet pada waktunya" begitulah kata-kata warga net yg berpikir logis🤣
👣Sandaria🦋
aku tidak menyangka perkara membangun jembatan ini bisa membuatku melankolis begini, Kak😭😂
👣Sandaria🦋
sebegini beratnya perjuangan cinta, siapa yg akan berani membakar jembatannya? bahkan authornya saja tidak berani😭😂
Sang_Imajinasi: baca nya sambil play musik tanpa cinta, sama seamin tapi tak seiman kak
total 1 replies
👣Sandaria🦋
kalau guru sejarah ku seperti Akbar. mungkin aku masih ingat siapa nama guru sejarah ku dulu. lebih parahnya aku saja lupa ada pelajaran sejarah😆
👣Sandaria🦋
memang begitu gaya dosen penguji sejak zaman purba 😂
👣Sandaria🦋
ini bener lagi. kalau udah mendekati waktu eksekusi, jangan ngapa-ngapain lagi. tunggu aja dor nya😆
👣Sandaria🦋
memang betul ini, kadang mules😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!