Setelah meninggal karena tenggelam saat menolong anak kecil, Nadra Elianora, gadis modern yang ceria dan blak-blakan, terbangun di dunia kuno dalam tubuh Li Yuanxin seorang gadis malang yang dibuang oleh tunangannya karena sang pria berselingkuh dengan adik tirinya.
Tersesat di hutan, Nadra membangun gubuk, hidup mandiri, dan menggunakan ilmu pengobatan yang ia kuasai. Saat menolong seekor makhluk terluka, ia tak tahu bahwa itu adalah Qiu Long, naga putih ilahi. Dari pertemuan konyol dan penuh adu mulut itu, tumbuh hubungan ajaib yang berujung pada kontrak suci antara manusia dan hewan ilahi.
Tanpa disadari, kekuatan dalam diri Nadra mulai bangkit kekuatan milik Sang Dewi Semesta, makhluk tertinggi yang jiwanya dulu dipecah ke berbagai zaman untuk menjaga keseimbangan dunia.
Kini, dengan kepintaran, kelucuan, dan keberaniannya, tak hanya menuntut balas atas pengkhianatan masa lalu, tapi juga menapaki takdir luar biasa yang menunggu: menyelamatkan dunia dan mengembalikan cahaya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Kabut ungu perlahan menghilang, menyisakan udara pagi yang sejuk dan wangi tanah basah. Yuanxin berdiri di tepi sungai tempat dulu ia pertama kali terbangun di dunia ini tempat di mana kehidupannya yang lama berakhir, dan takdirnya yang baru dimulai. Kini, air sungai itu tak lagi tenang seperti dulu; arusnya berkilau dengan cahaya spiritual, tanda dunia mulai berubah.
Feng Yan mengepakkan sayapnya di atas kepala Yuanxin, lalu mendarat anggun di sebuah batu besar. “Jadi, kita benar-benar kembali ke dunia manusia.”
“Ya,” jawab Yuanxin pelan, suaranya mengandung gema halus, seolah dua suara dirinya dan bayangannya berbicara bersamaan.
Lan’er, naga kecil yang kini seukuran kucing, melingkar di bahu Yuanxin dengan mata bulat penasaran. “ Terasa berbeda. Seperti ada sesuatu yang mengintai dari balik bayangan pepohonan.”
“Benar,” tambah Qiu Long, yang muncul dari gelang di mensi. “Energi dunia ini terguncang. Gerbang antara dunia manusia dan Dunia Bayangan belum sepenuhnya stabil.”
Yuanxin memandang jauh ke hutan, menatap kabut yang menggulung seperti napas makhluk raksasa. “Itu berarti waktu kita tidak banyak. Aku harus memastikan gerbang itu tidak dibuka lagi.”
Lalu Li Yuanxin memandangi tempat itu, “Lucu sekali. Dulu aku yang tenggelam di sini, dan sekarang aku dianggap roh yang menghantui tempat ini.”
Feng Yan mendengus. “Kalau saja mereka tahu roh yang mereka bicarakan bisa membuat gunung ini meledak dengan satu mantra…”
“Feng Yan,” potong Yuanxin ringan. “Kalau kau terus menyombongkan kekuatanku, aku khawatir kau yang akan dikejar para pendeta.”
Lan’er menutup mulut kecilnya, menahan tawa. “Kalian berdua seperti pasangan kakek-nenek yang bertengkar soal makanan.”
Qiu Long menatap mereka datar. “Kalian lupa kita masih punya masalah besar?”
“Tidak,” jawab Yuanxin. “Tapi tertawa sedikit takkan membuat dunia runtuh.”
Ia lalu menatap sungai, memejamkan mata, dan memanggil kekuatan di dalam dirinya. Di sekelilingnya, air berputar membentuk lingkaran, lalu muncul sebuah cahaya kecil yang membuka jalan menuju ruang dimensi miliknya.
Feng Yan mendekat. “Kau mau masuk lagi?”
“Sebentar,” jawab Yuanxin. “Ada sesuatu yang harus kubawa.”
Dari dalam ruang dimensi, ia memanggil beberapa benda gulungan mantra kuno, ramuan obat, dan sekotak batu giok spiritual yang berkilau seperti bintang kecil. Harta itu ditemukan saat ia menelusuri inti ruang dimensi setelah menyatu dengan bayangan jiwanya.
“Ini semua akan berguna,” katanya sambil menutup portal kembali
Feng Yan melirik. “kita ke kota sekarang?"
“Tentu saja.” Yuanxin tersenyum nakal. “Apa kau pikir aku mau terus duduk di gua sambil bermeditasi seperti dewi pensiunan?”
Lan’er tertawa sampai berguling di bahunya. “Dewi pensiunan! Aku suka itu!”
Qiu Long hanya menatap tajam, tapi ujung bibirnya tampak bergetar menahan senyum.
Yuanxin kemudian mulai berjalan menuju jalan tanah menuju kota terdekat. Di sepanjang jalan, pepohonan membungkuk seolah memberi hormat. Aura spiritualnya begitu kuat hingga bahkan burung dan binatang liar menjauh dengan penuh hormat.
“Sebelum kita urus masalah bayangan, aku ingin mengurus Feng Zihan dan Li Meiyun. Dulu" ujar Li Yuanxin
Feng Yan menatapnya khawatir. “Kau masih memikirkan mereka.”
“Tentu saja,” jawab Yuanxin datar. “Aku tidak lupa bagaimana mereka melempar tubuh ini ke sungai seperti sampah. Kali ini… aku akan membuat mereka menyesal.”
Lan’er berkedut kecil. “Tapi... kau tidak akan langsung menyerang, kan?”
“Tidak,” katanya tenang. “Balas dendam yang manis tidak dimasak dengan api besar, tapi dengan bara kecil yang sabar.”
bersambung
saatnya sekarang tinggal menunggu balasan yang setimpal.
sultan itu bebas melakukan apapun bukan /Facepalm/