NovelToon NovelToon
Berjalan Di Atas Luka

Berjalan Di Atas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Ibu Mertua Kejam / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dina Aisha

Hidup hanya untuk berjalan di atas luka, itulah yang dialami oleh gadis bernama Anindira Sarasvati. Sejak kecil, ia tak pernah mendapat kasih sayang karena ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, dan ayahnya menyalahkan Anin atas kematian istrinya karena melahirkan Anin.

Tak hanya itu, Anin juga selalu mendapat perlakuan tak adil dari ibu dan adik tirinya.
Suatu hari, ayahnya menjodohkan Anin dengan putra sahabatnya sewaktu berperang melawan penjajah. Anin tak memiliki pilihan lain, dia pun terpaksa menikahi pria bernama Giandra itu.

Bagaimana kisah mereka selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dina Aisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Godaan Pelakor

Tiga tahun kemudian.

Anin duduk di kursi, jemarinya bertaut di atas meja makan. Tatapannya tertuju pada Giandra yang tengah sibuk memasak hidangan untuk makan malam. Aroma bumbu dan asap tipis menguar memenuhi ruangan.

“Kamu yakin nggak butuh bantuan aku?” tanya Anin lembut.

Giandra menoleh sejenak, senyum hangat terukir di bibirnya. “Nggak perlu, sayang. Ini salah satu tugasku sebagai suami apalagi kamu sedang mengandung anak kedua. Jadi udah sepantasnya aku meratukan kamu dan calon anak kita,” jawabnya.

Anin terpaku, hatinya bergetar mendengar jawaban Giandra. Sementara Giandra kembali fokus pada masakannya yang sebentar lagi matang.

Beberapa menit kemudian, Giandra mematikan kompor, kemudian membawa dua piring berisi tahu balado dan ikan bandeng kesukaan Anin.

Sesampainya di depan meja, Giandra meletakkan kedua piring itu, kemudian duduk di kursi sebelah Anin.

“Makanan spesial untuk istri tercinta,” ucap Giandra penuh bangga.

Anin menatap Giandra, senyum manis terlukis di bibir mungilnya. “Makasih, kamu emang suami terbaik!” pujinya.

“Yuk makan,” ajak Giandra.

Giandra meraih piring, menyendokkan nasi dan lauk, kemudian menyodorkan sesendok nasi dengan potongan ikan ke depan mulut Anin.

“Aaaaaa ...” ucap Giandra dengan mulut terbuka lebar, seperti membujuk bayi supaya mau melahap makanannya.

Anin terkekeh kecil, kemudian membuka mulut, dan menerima suapan itu. “Kamu nggak makan?” tanyanya dengan mulut penuh nasi.

“Nih, aku mau makan.” Giandra menyendok tahu dan nasi, kemudian memakannya dengan lahap.

Beberapa menit kemudian, piring-piring kotor tergeletak di meja. Giandra langsung membawanya, dan mencuci piring-piring kotor itu. Sementara Anin hanya duduk, menatap Giandra dengan mata berbinar penuh kasih.

“Akhirnya, selesai juga,” tutur Giandra sembari mengelap peluh di pelipis.

Anin menutup mulutnya yang menguap kecil. “Tidur yuk. Aku ngantuk.”

“Ayo. Besok aku harus berangkat ke luar kota buat mantau proyek pembangunan pusat perbelanjaan di sana,” ungkap Giandra sembari mendekat.

“Hmm ....” Anin mengerucutkan bibir, membuang wajah. “Jadi, kamu mau ninggalin aku? Kamu udah nggak sayang aku?” tanyanya.

Giandra berdiri di depan Anin, dan memegang bahunya. “Aku keluar kota demi cari nafkah buat kamu dan anak kita.” Ia menunduk, menatap Anin yang masih memalingkan wajahnya.

“Aku juga nggak mau ninggalin kamu, tapi aku lebih takut ajak kamu keluar kota karena kamu lagi hamil besar,” tambah Giandra.

Anin mengangkat wajahnya, menatap Giandra. “Iya sih, tapi kamu jangan sampai kegoda sama perempuan lain ya?” Dia mengacungkan jari kelingkingnya. “Janji!” serunya.

Giandra terkekeh kecil, lalu menautkan jari kelingking mereka. “Iya, aku janji.”

Senyum kembali merekah di wajah Anin. Dia pun bangkit, dan menggenggam erat jari-jemari Giandra. “Yaudah, ayo tidur,” ajaknya antusias.

Giandra mengangguk, kemudian mereka berjalan beriringan menuju kamar, dan masuk ke dalam.

...🌹🌹🌹...

Keesokan harinya, Anin berdiri di teras rumah, memandang Giandra yang tengah sibuk memasukkan barang-barang ke dalam bagasi mobil.

Setelah selesai, Giandra menutup bagasi, kemudian mendekati Anin.

“Aku berangkat dulu ya, sayang. Kamu jaga diri di rumah. Kalau ngerasa ada yang nggak enak sama kandungan kamu, minta Pak Agus buat anter ke klinik,” ujar Giandra lembut.

Anin mengangguk kecil. “Kamu jangan lama-lama pulangnya. Pokoknya pas aku lahiran, kamu harus ada!” serunya.

Giandra tersenyum tipis. “Pasti.”

Anin menatap Giandra dengan wajah sendu, sementara Giandra menangkup wajah Anin, lalu mengecup kening Anin. Sejenak dunia terasa berhenti, menyisakan keromantisan mereka.

Di sisi lain, Ivana memandangi mereka dari sudut halaman. Senyum tipis terukir di bibirnya. “Kamu nggak mau kecup aku juga?” tanyanya, memalingkan tatapannya pada Candra.

“Jangan lebay! Giandra kayak gitu karena Anin lagi hamil,” jawab Candra dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Ivana terdiam sejenak, jemarinya langsung mengusap perutnya. “Ta—tapi aku juga lagi hamil ...” ucapnya lirih.

Candra mendengus kesal. “Jadi, kamu banding-bandingin aku sama Giandra? Istri macam apa kamu? Suami mau berangkat kerja malah ngajak ribut!”

“Aku nggak banding-bandingin kamu. Aku cuma minta perhatian kamu, suamiku sendiri ...” tutur Ivana.

Candra menatap Ivana dingin. “Kalau gitu nikah aja sama Giandra. Aku males urus percintaan,” ketusnya.

Candra langsung berbalik, dan masuk ke mobil—meninggalkan Ivana yang termangu dengan mata berkilat basah, dan bibir bergetar menahan tangis.

Di teras, Anin dan Giandra ikut terpaku menyaksikan itu. Perlahan, Anin mendekat, kemudian merangkul bahu Ivana yang mulai lunglai.

“Jangan kamu masukin hati ya. Mungkin Candra lagi sensitif karena sebenarnya dia nggak mau jauh dari kamu tapi terpaksa demi pekerjaan,” ujar Anin dengan nada lembut.

Ivana menunduk, menghela napas berat. “Iya,” jawabnya singkat.

Sementara itu, Giandra menatap Anin sejenak, lalu berbalik dan masuk ke dalam mobil. Pintu tertutup rapat, kemudian Candra mengemudikan mobil, meninggalkan tempat itu.

...🌹🌹🌹...

Beberapa hari kemudian, Giandra dan Candra melangkah menyusuri lorong hotel. Di lengan mereka tersampir rompi proyek yang terlipat rapi, sementara tangan satunya menggenggam helm keselamatan kerja.

“Eh, itu penghuni baru di sini ya?” bisik seorang wanita pada temannya, matanya tak lepas memandangi Giandra dan Candra yang perlahan menjauh.

“Iya, kayaknya mereka orang kaya. Wajahnya juga ganteng-ganteng. Yuk, kita deketin,” ajak temannya.

Mereka pun mengikuti langkah Giandra dan Candra hingga berhenti di depan salah satu kamar. Giandra mengambil kunci, membuka pintu, lalu masuk bersama Candra. Namun, ketika hendak menutup pintu, tiba-tiba dua wanita cantik berdiri di depan kamarnya.

“Kalian siapa? Ada perlu apa?” Giandra mengernyitkan dahi.

“Kami juga penghuni di hotel ini. Kami datang mau menawarkan jasa,” jawab salah satu dari mereka dengan senyum sumringah yang terukir di bibirnya.

“Jasa apa?” tanya Giandra lagi.

“Jasa memuaskan di ranjang,” jawab wanita itu sembari tersipu malu.

“Hah?” Giandra langsung tercengang.

“Gian! Ngapain bengong depan pintu?” tegur Candra sembari menghampiri. Namun, matanya langsung menyapu kedua wanita berpakaian mini dengan belahan dada terpampang jelas.

“Mereka siapa?” tanya Candra.

“Kami menawarkan jasa menemani di ranjang sampai puas. Tenang aja, kami bersih dari penyakit,” jelas wanita itu.

“Hmm ....” Candra bergumam sembari mengusap dagunya. “Boleh juga. Yuk masuk,” ajaknya, lalu tersenyum tipis.

Giandra melempar tatapan tajam. “Lo gila? Ivana lagi hamil! Kalau dia tahu, gimana? Hatinya bisa hancur!”

“Dia jauh jadi nggak bakal tahu. Lagi pula, gue juga bakal nutupin ini dari Anin kok,” jawab Candra enteng.

Candra langsung menepis tangan Giandra, membuka pintu lebih lebar. “Silakan masuk, cantik ...” tuturnya.

Kedua wanita itu melangkah masuk, sementara Giandra dan Candra masih berdiri di ambang pintu.

“Ayo, kapan lagi kita dapat kesempatan begini,” ajak Candra.

Giandra menarik napas panjang, lalu mengangguk kecil. “Hmm ... Yaudah.”

Pintu tertutup, Candra melangkah menghampiri dua wanita yang sudah duduk di atas ranjang. Giandra menaruh rompi dan helmnya di atas meja, lalu meraih peralatan melukis.

“Mana kunci mobil?” tanya Giandra.

Candra menoleh heran. “Loh? Mau ke mana? Kita kan mau main,” katanya.

“Kalian bertiga aja. Gue mau melukis di luar,” sahut Giandra.

“Serius? Sayang banget kalau lo nggak ikut. Toh, Anin juga nggak akan tahu,” ucap Candra berusaha membujuk.

“Nggak! Cepat kasih kunci mobil!” tekan Giandra menatap Candra sinis.

Candra mendengus kesal, kemudian menyerahkan kunci. Tanpa banyak bicara, Giandra mengambilnya dan melangkah keluar kamar sembari membawa peralatan lukisnya.

...🌹🌹🌹...

Giandra menghentikan mobil di tepi jalan. Ia membuka pintu, turun, kemudian berjalan ke belakang. Langkahnya terhenti, tangannya langsung membuka bagasi, dan mengeluarkan perlengkapan melukis.

Dengan senter di tangan kanannya, Giandra melangkah menjauh, menyusuri sisi jembatan yang sepi. Angin malam berembus, membawa hawa dingin yang membuat langkahnya terdengar jelas di antara kesunyian.

“Sepi banget ... Tapi lebih baik di sini daripada di hotel. Kalau tetap di sana, bisa terjerumus kesesatan Candra,” ucap Giandra dengan suara pelan.

Giandra menurunkan kanvas putih beserta kayu penopangnya, juga kursi kecil yang dibawanya. Semuanya ditata rapi di pinggir jembatan, lalu duduk menghadap jalanan yang membentang sunyi tanpa kendaraan yang melintas.

“Aku emang bukan suami sempurna yang bisa beri kamu harta melimpah, Anin ... Tapi aku pastikan tidak ada perempuan lain yang menyentuh tubuhku, selain dirimu,” kata Giandra.

Senyum tipis terlukis di bibir Giandra. Perlahan, kuas di tangannya mulai menorehkan warna di atas kanvas putih. Sesekali pandangannya terangkat ke langit, menatap bulan yang bersinar terang, seolah menjadi saksi ucapannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!