Di tengah hiruk pikuk kota modern Silverhaven, Jay Valerius menjalani hidupnya sebagai seorang menantu yang dipandang sebelah mata. Bagi keluarga Tremaine, ia adalah suami tak berguna bagi putri mereka Elara. Seorang pria tanpa pekerjaan dan ambisi yang nasibnya hanya menumpang hidup.
Namun, di balik penampilannya yang biasa, Jay menyimpan rahasia warisan keluarganya yang telah berusia ribuan tahun: Cincin Valerius. Artefak misterius ini bukanlah benda sihir, melainkan sebuah arsip kuno yang memberinya akses instan ke seluruh pengetahuan dan keahlian para leluhurnya mulai dari tabib jenius, ahli strategi perang, hingga pakar keuangan ulung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Pesan dari Lembah Seroja
Hutan Gunung Hantu yang tadinya adalah medan perburuan bagi 'Sang Bayangan', kini berubah menjadi labirin yang menyesakkan. Setiap derak ranting di bawah kakinya terasa seperti lonceng kematian. Setiap desau angin di antara dedaunan terdengar seperti bisikan para pengejarnya. Naluri profesionalnya yang terasah selama puluhan tahun memberitahunya satu hal: ia sedang digiring.
Ia mencoba mundur melalui jalur yang ia masuki, bergerak dengan gesit dan tanpa suara. Namun, saat ia melewati sebuah celah di antara dua batu besar, jalannya terhalang.
Seorang pria berdiri di sana, bersandar santai pada batu seolah sudah menunggunya selama satu jam. Pria itu tidak membawa senjata, hanya mengenakan pakaian lapangan berwarna gelap. Wajahnya tenang, dan di matanya ada kilat kecerdasan yang dingin.
"Malam yang indah di Gunung Hantu, bukan, Tuan Karta?"
'Sang Bayangan' membeku. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Karta adalah nama aslinya, sebuah nama yang tidak pernah ia gunakan selama dua puluh tahun dan hanya diketahui oleh segelintir orang di masa lalunya. Lawannya tidak hanya tahu ia ada di sini; mereka tahu persis siapa dia.
"Klien kami tahu siapa Anda," kata pria misterius itu, yang kita sebut saja 'Elang'. "Dia tahu siapa yang mengirim Anda. Dan yang lebih penting, dia tahu bahwa Anda adalah seorang profesional yang lebih menghargai hidup daripada sebuah kontrak yang gagal."
'Sang Bayangan' alias Karta tidak mengatakan apa-apa. Tangannya perlahan bergerak ke arah pisau tersembunyi di pinggangnya, tetapi tatapan mata 'Elang' seolah berkata, 'Jangan coba-coba'.
"Tidak akan ada pertarungan malam ini, Tuan Karta," lanjut Elang, seolah bisa membaca pikirannya. "Klien kami hanya ingin mengirim sebuah pesan. Anda adalah kurirnya."
Elang melangkah maju perlahan. "Anda punya satu pilihan. Naik pesawat pertama keluar dari Silverhaven besok pagi, lupakan kontrak ini, dan jangan pernah menginjakkan kaki di provinsi ini lagi. Sebagai imbalannya, kami akan melupakan bahwa Anda pernah ada di sini."
Tawaran itu adalah sebuah penghinaan sekaligus jalan keluar yang tidak terduga.
"Dan pesannya?" tanya Karta, suaranya serak.
"Sampaikan ini pada Suryo Wijoyo," kata Elang, nadanya berubah menjadi dingin. "Katakan padanya, keluarga Valerius mengingat tragedi di 'Lembah Seroja' lima belas tahun yang lalu. Ini adalah kesempatan terakhirnya untuk mundur selagi bisa."
Karta tertegun. Valerius. Nama itu... ia pernah mendengarnya di lingkaran dunia bawah bertahun-tahun lalu. Sebuah keluarga super kaya yang lenyap dalam semalam. Dan Lembah Seroja... itu adalah sebuah nama kode untuk operasi rahasia yang sangat kotor, sebuah pembantaian yang ditutupi sebagai kecelakaan.
Ia kini mengerti. Ia tidak sedang dipekerjakan untuk melawan pebisnis biasa. Ia diutus untuk membunuh hantu yang bangkit dari kubur.
Karta, pembunuh bayaran legendaris yang tidak pernah gagal, perlahan-lahan mengangkat tangannya, menyerah. "Saya mengerti," katanya.
Di rumah keluarga Tremaine, Jay menerima sebuah pesan singkat di ponsel tuanya.
"Burung pemangsa sudah kembali ke sangkarnya. Pesan telah dikirim."
Elara, yang membawakan secangkir teh untuknya, melihat ekspresi dingin di wajah suaminya. "Sudah selesai?"
Jay mengangguk. "Babak pertama sudah."
Di Aethelgard, di kantornya yang mewah, Suryo Wijoyo mondar-mandir dengan cemas. Sudah lewat tengah malam dan tidak ada kabar dari 'Sang Bayangan'. Itu sangat tidak biasa.
Tiba-tiba, telepon satelitnya berdering. Nomor dari 'Sang Bayangan'. Suryo langsung menyambarnya.
"Bagaimana? Apa sudah beres?" tanyanya tidak sabar.
"Kontrak dibatalkan," jawab sebuah suara yang terdengar lelah dan... takut.
"APA?" raung Suryo. "Apa maksudmu dibatalkan? Siapa kau berani..."
"Aku disuruh menyampaikan sebuah pesan untukmu, Suryo," potong suara di seberang. "Dia bilang... keluarga Valerius mengingat tragedi di 'Lembah Seroja' lima belas tahun yang lalu. Dia bilang, ini kesempatan terakhirmu untuk mundur."
Klik. Panggilan itu terputus.
Suryo Wijoyo menjatuhkan teleponnya. Wajahnya yang tadi merah karena marah kini pucat pasi seperti mayat. Valerius. Lembah Seroja. Dua nama yang terkubur dalam rahasia tergelap di masa lalunya, dua nama yang seharusnya tidak akan pernah disebut lagi oleh siapa pun di dunia ini.
Keringat dingin membasahi keningnya. Lawannya bukan hanya tahu rencananya malam ini. Lawannya tahu dosanya lima belas tahun yang lalu.
Ia terhuyung mundur dan jatuh terduduk di kursinya. Predator puncak dunia korporat itu kini gemetar seperti seekor anak domba. Ia tidak sedang berperang melawan Bastian Tremaine. Ia sedang dihantui oleh arwah dari masa lalunya. Arwah yang kini datang untuk menagih utang darah.