Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.
Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.
Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.
Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 21 (Tingkah Aneh Milana)
.
.
Firsha segera menghampiri Milana begitu muncul dari balik pintu kaca.
"Milan, kamu kok lama banget?"
Milana hanya tersenyum kecut. "Maaf, perutku sedang sedikit bermasalah, Kak," ujarnya. Matanya menelisik sekeliling ruang restoran.
"Kita kewalahan, tau!" gerutu Firsha.
"Iya, maaf, Kak."
"Ya sudah, ayo cepat kerjakan tugasmu. Jangan sampai Mas Rayn marah lagi!"
Milana mengangguk dan segera sibuk menghampiri beberapa pelanggan yang sudah menunggu untuk dilayani.
...****************...
Milana dan Firsha baru saja hendak bergegas dengan motor milik Firsha ketika Rayn datang dengan sedikit berlari ke arah mereka.
"Milana, hari ini kamu ikut saya belanja beberapa bahan yang tidak dikirim supplier," ujarnya saat sudah berada di dekat dua gadis itu.
Milana yang memang sudah duduk di motor, kembali turun.
"Tadi, Mas Rayn gak bilang apa-apa. Ini seriusan gak?" Milana bertanya dengan nada curiga. Takut kalau-kalau akan kejadian seperti malam saat Arga menunggunya waktu itu.
"Serius. Mas Adit sedang ada urusan mendadak. Jadi, dia tidak bisa ikut. Sebagai gantinya, kamu yang ikut dan bantu saya. Karena juga, tadi pagi kamu menghilang cukup lama saat yang lain sibuk bekerja," ujar Rayn dengan nada sedikit menyindir. "Bukan begitu, Firsha?" tanyanya pada Firsha, meminta persetujuan atas sindirannya tadi.
"Iya ... Benar itu, Mas. Dia memberikan buku menu padaku, bilang akan ke toilet, tetapi tidak kembali sampai lebih dari 30 menit," sahut Firsha yang sedari tadi menyimak dari atas motornya. Gadis itu tidak turun.
Milana berdecak. Turun dari motor Firsha seraya berucap, "Ya, namanya juga lagi sakit perut." Tangannya melepas helm di kepala dan menyerahkan benda itu pada Firsha.
Firsha meletakkan helm itu di bagian depan motornya. Di bawah kaki.
"Ya udah, saya duluan, Mas. Titip Milana ya. Jangan disuruh pulang sendiri, dia sedang berhemat katanya," celetuk Firsha, kemudian segera tancap gas dari sana sebelum Milana mengomel.
Milana mendelik kesal, tetapi hanya diam. Yang dikatakan Firsha memang fakta.
Rayn melirik Milana. "Kamu, sedang berhemat?"
Milana mengangguk. "Ya, biar tidak merepotkan Kak Firsha terus. Selama ini saya sudah banyak merepotkan dia."
Rayn memandangi gadis yang mengenakan hoodie merah itu.
'Apa yang kamu alami sebenarnya, Milana?'
...****************...
Rayn dan Milana menyusuri rak bagian bumbu kering. Milana memegang kertas catatan yang diberikan Rayn saat di mobil tadi.
Rayn mendorong troli kecil di belakang Milana. Sesekali dia melirik Milana yang berjalan di depannya. Ia ragu ingin bertanya apa sebenarnya yang terjadi pada gadis itu.
"Milan ...."
Milana menoleh, tapi Rayn tidak berkata apa-apa. "Kenapa, Mas?" tanyanya saat yang memanggil hanya menatap.
Rayn berdehem. "Kamu, tinggal di kos dengan keluargamu?" Rayn tahu gadis itu tidak bersama keluarganya. Hanya saja itu basa-basi untuk membuka pertanyaan lainnya.
Milana tak segera menjawab. Gadis itu nampak ragu untuk mengeluarkan suara. Posisi mereka saat ini saling berhadapan dalam jarak satu meter.
"Aku bertanya karena kamu 'kan karyawan yang bekerja denganku. Jadi, tidak ada salahnya jika aku ingin tau latar belakangmu, bukan?" Rayn kembali bicara.
"Saya sendirian di kos."
Rayn mengangguk-angguk. "Orang tuamu tinggal dimana? Apa di luar kot– Eh, Milan!"
Rayn terkejut saat tiba-tiba Milana menarik tubuhnya ke ujung rak. Kini posisi Rayn terhimpit antara ujung rak di belakangnya dan tubuh Milana di depannya. Gadis itu nampak sedikit melongokkan kepala ke arah belakang Rayn. Seperti sedang memantau situasi. Pemuda itu penasaran, tetapi tidak bisa melihat apa yang sedang diawasi Milana karena tepat di belakang tubuh Rayn adalah rak.
Untuk beberapa detik, wajah mereka saling berdekatan. Melihat wajah Milana yang sangat dekat, membuat Rayn berdebar tidak karuan. Gadis itu memiliki mata yang sangat cantik, bibir plum yang indah. Rayn akui, semua bagian wajah gadis itu memang sangat cantik, tetapi menurutnya, mata gadis itu sangat-sangat cantik.
Rayn semakin berdebar. Ada rasa menggelitik di hatinya. Dia tidak bisa jika terus berada sedekat ini lebih lama lagi.
"Milan ada ap–" Mulut Rayn ditutup dengan telapak tangan Milana. Mata gadis itu mengerling tajam.
"Bisa diam dulu tidak, Mas? Jangan berisik dan heboh," ucapnya dengan berbisik.
Rayn hanya mengangguk pasrah. Banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, tetapi saat ini, hati dan jantungnya tidak bisa dikendalikan sama sekali. Rayn menduga bahwa mungkin Milana bisa merasakan detak jantungnya dari jarak sedekat itu.
'Tuhan ... kenapa aku begini lemahnya berada sedekat ini dengan Milana.'
Milana yang matanya sedari tadi sibuk memantau, entah apa yang dipantau dari posisinya itu. Akhirnya beralih menatap Rayn yang mulutnya masih dibekapnya.
Milana berdehem kecil seraya melepas bekapan tangannya pada mulut Rayn dan beringsut mundur. Menjauh beberapa senti dari tubuh Rayn.
Hati gadis itu terasa berdegup, dia juga tidak tahu kenapa. Padahal dia sudah sering menatap pemuda itu. Namun, malam ini berbeda. Ada rasa yang tidak biasa dari hati kecilnya yang ia rasakan saat menatap pemuda tampan itu dari jarak dekat.
"Mari segera selesaikan belanja dan pulang, Mas." Hanya itu yang Milana katakan sebelum berlalu kembali menyusuri supermarket untuk mencari barang yang harus dibeli.
Rayn hanya mengangguk dan segera melakukan hal yang sama dengan Milana. Hari dan pikirannya benar-benar sudah dikuasai oleh gadis itu sepertinya. Mengalahkan rasa penasaran yang menyelimuti pikirannya.
...****************...
Rayn berakhir belanja sendiri, karena Milana tadi izin pergi ke toilet, tetapi tidak kunjung kembali hingga pemuda itu menyelesaikan belanja.
Saat ini ia sedang menunggu Milana di dekat pintu keluar supermarket. Rayn tidak bisa menghubungi Milana karena ia belum menyimpan nomer gadis itu.
'Dasar gadis itu, memang pandai sekali membuat orang resah. Setelah dia buat aku berdebar tidak karuan, dia malah beralasan ke toilet dan membiarkan aku belanja sendiri,' gerutunya dalam batin.
Rayn sesekali melihat ke arah dalam supermarket. Menanti Milana muncul dengan perasaan resah. Takut kalau Milana sakit, sebab gadis itu sejak tadi pagi selalu betah di dalam toilet.
Rayn menghela napas lega ketika melihat Milana berjalan ke arahnya.
"Kau darimana saja? Kenapa selalu lama di toilet? Apa kau sedang tidak enak badan?" Pertanyaan runtun keluar begitu saja dari mulut Rayn saat Milana sudah berada di dekatnya.
Milana menggeleng. "Sudah selesai, ya?"
Rayn mengernyit. Heran karena respon gadis itu. "Kau pergi ke toilet lebih dari 40 menit, Milana. Sudah pasti aku selesai belanja."
Gadis itu hanya meringis. Membuat Rayn berdecak. Sedikit kesal. "Sejak tadi pagi kamu selalu lama di toilet. Apa kamu sakit?"
Milana menggeleng. "Enggak, Mas. Saya gak sakit, kok. Baik-baik aja. Ya ... Cuma butuh ke toilet."
Mata Rayn memindai gadis di depannya itu. "Kalau sakit bilang, Milan. Kamu pergi denganku. Jadi, itu tanggung jawabku."
Milana menatap Rayn untuk beberapa detik. "Saya nggak apa-apa, Mas. Nggak sakit kok. Sehat-sehat aja. Cuma ...." Ucapan Milana menggantung. Membuat wajah Rayn berubah penasaran menunggu kelanjutan ucapan dari sang gadis.
"Cuma ... saya lapar, Mas," ujar Milana disertai cengiran.
Wajah penasaran Rayn berubah malas mendengar ucapan Milana. Padahal, ia sudah serius menanggapi ucapan gadis itu.
Milana cekikikan melihat wajah malas Rayn. "Jadi, ayo segera pulang, karena saya benar-benar lapar." Milana mengelus-elus perutnya sembari berjalan ke arah parkiran.
Rayn memutar bola mata malas. 'Kenapa dia bertingkah aneh hari ini?' herannya dalam hati. Kemudian mengikuti langkah Milana menuju mobilnya terparkir.
.
.
.
Bersambung ...
Milana. ,gadis SPG seperti diriku/Hey/