Sarah, si bunga kota yang dikenal cantik, bohay, serta menyimpan sisi nakal dan jahil di balik wajah manisnya, kini menjalani salah satu babak penting dalam hidupnya: Kuliah Kerja Nyata (KKN) di sebuah desa subur di Pinrang.
Takdir mempertemukannya dengan Andi Af Kerrang, seorang pemuda tampan, berwibawa, dan dikenal kaku, namun juga seorang juragan padi sekaligus pemilik bisnis kos yang terpandang di wilayah tersebut.
Awalnya, perbedaan latar belakang dan kepribadian membuat interaksi mereka terasa canggung. Namun, seiring berjalannya waktu, serangkaian peristiwa tak terduga—mulai dari kesalahpahaman yang berujung fatal, hingga situasi mendesak yang menuntut keberanian untuk melindungi—membawa keduanya semakin dekat.
Dari jarak yang semula terbentang, tumbuh benih rasa yang perlahan berubah menjadi candu.
akankah sering berjalan nya waktu Andi mengikuti arus kenakalan Sarah ataukah Sarah yang pasrah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Azzahra rahman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pindah Rumah Baru, Cinta Baru
Pagi itu, matahari desa menyinari halaman luas rumah sederhana yang baru saja ditempati Andi dan Sarah. Atap gentengnya masih berkilau merah bata, dinding kayu beraroma segar, dan pekarangan kecil di samping rumah tampak seakan menunggu sentuhan tangan mereka.
Andi menurunkan barang-barang dari mobil bak kecil yang dipinjam dari pamannya. Sementara itu, Sarah berdiri di depan pintu dengan tatapan berbinar, menyentuh kusen pintu seolah-olah sedang menyentuh harapan baru.
“Mas, mulai sekarang ini rumah kita, ya…” ucap Sarah sambil tersenyum nakal, menoleh ke suaminya.
Andi menelan ludah, masih belum percaya. “I-iya… rumah kita,” balasnya pelan.
Sarah lalu mendekat, mencubit pelan lengan Andi. “Eh, kok ngomongnya masih kayak pinjem rumah tetangga, sih? Harusnya semangat dong. Rumah baruuu… sama istri cantikmu ini.”
Andi tersipu, wajahnya memerah. Ia mengangguk kikuk, lalu akhirnya berani menggenggam tangan Sarah. “Iya, Sayang… rumah kita berdua.”
Sarah terkikik. “Nah, gitu baru manis.” Ia sengaja mencium pipi Andi cepat-cepat lalu kabur masuk rumah, membuat Andi berdiri salah tingkah sambil tersenyum bodoh.
Siang itu mereka sibuk mengatur isi rumah. Sarah menyapu dan mengepel, sementara Andi memindahkan lemari dan kasur ke kamar. Setiap kali Andi lewat membawa barang, Sarah selalu punya cara membuatnya salah tingkah.
“Mas, taruh kursinya agak miring, biar nanti kalau kita duduk bisa lebih deketan.”
Atau saat Andi mengangkat karung beras, Sarah mendekat dengan gaya pura-pura serius. “Mas, kuat banget ya. Kalau ngangkat aku bisa nggak?” tanyanya genit.
Andi nyaris tersedak napasnya sendiri, lalu buru-buru mengalihkan pandangan. “Ehh… jangan aneh-aneh, Sarah…”
Tawa Sarah memenuhi rumah kecil itu, membuat suasana yang tadinya lelah berubah hangat.
, beberapa tetangga datang menyapa. Mereka membawa pisang goreng, sayur, bahkan ada yang menghadiahkan pot tanaman. Sarah menyambut ramah, ikut tersipu ketika para ibu memuji dirinya yang manis dan murah senyum.
Andi, meski pemalu, tampak bangga melihat istrinya disukai banyak orang. Ia beberapa kali menggenggam tangan Sarah diam-diam di balik punggung, seolah ingin mengatakan, “Aku beruntung punya kamu.”
Menjelang malam, Sarah masuk dapur. Ia bersenandung kecil sambil memotong bawang. Andi ikut membantu, meski lebih banyak salahnya: bawang terpotong tebal, wortel malah hampir jatuh ke lantai.
“Mas, ini masak atau mainan?” goda Sarah.
Andi menggaruk kepala. “Hehe… maaf. Aku belajar, kok.”
Sarah mendekat, menuntun tangan Andi memegang pisau dengan benar. Kedekatan itu membuat dada Andi berdegup keras. Aroma rambut Sarah, wajahnya yang hanya sejengkal, membuat Andi salah tingkah luar biasa.
“Gini loh, Mas… pelan-pelan, jangan buru-buru. Sama kayak… sama aku.” Sarah berbisik genit.
Andi terdiam, telinganya merah. Sarah terkikik lalu pura-pura melanjutkan masak, sementara Andi tak berhenti melirik istrinya dengan tatapan penuh rasa sayang.
Malam itu mereka makan sederhana: sayur sop, tempe goreng, sambal. Namun kebersamaan di rumah baru membuat rasanya begitu nikmat
Sehabis makan dan membereskan dapur, mereka masuk kamar. Lampu dipadamkan, hanya menyisakan cahaya temaram dari lampu meja. Kasur yang baru dipasang terasa asing, namun di sanalah mereka akan memulai cerita baru.
Sarah berbaring sambil tersenyum nakal. “Mas…” panggilnya pelan.
Andi menoleh. “Hmm?”
Sarah menggeser diri, mendekat. “Aku seneng banget, bisa tidur di rumah kita sendiri. Sama Mas. Nggak ada orang lain, nggak ada suara mertua, hehe.”
Andi tersipu. “Iya… aku juga seneng.”
Sarah lalu mencolek dagu Andi. “Tapi kenapa Mas diem aja? Malam pertama di rumah baru harusnya ada kejutan, dong.”
Andi mengerjap, jelas gugup. “K-kejutan apa?”
Sarah tidak menjawab. Ia hanya tersenyum, lalu menaruh kepalanya di bahu Andi. Hangat, lembut, membuat Andi semakin deg-degan.
Suasana hening, hanya ada suara jangkrik di luar jendela. Andi merasakan jantungnya berpacu, sementara Sarah dengan nakalnya memainkan jemari Andi.
“Mas, jangan kaku gitu dong. Aku kan istrimu sekarang,” bisik Sarah, matanya berbinar dalam temaram.
Andi menarik napas panjang, akhirnya berani merangkul Sarah. “Iya… kamu istriku. Sayangku.” Kata itu keluar pelan, namun tulus.
Sarah menahan tawa bahagia, lalu menatap Andi dengan penuh cinta. “Nah, gitu dong. Baru kerasa suamiku beneran.”
Malam itu mereka tidak banyak bicara lagi. Yang ada hanya tatapan penuh cinta, senyum malu-malu, dan sentuhan yang sederhana tapi berarti. Seolah seluruh dunia mengecil, tinggal mereka berdua di dalam kamar kecil itu.
Sarah, dengan keberaniannya, menuntun. Andi, dengan kepolosannya, mengikuti. Rasa malu bercampur bahagia, deg-degan bercampur hangat. Tidak ada kata-kata vulgar, hanya bahasa hati yang berbicara.
Dan ketika lampu akhirnya dipadamkan sepenuhnya, hanya ada bisikan manja Sarah dan jawaban malu-malu Andi yang memenuhi malam itu.
Sarah menyadarinya, lalu menunduk dengan senyum nakal.