Mereka melihatnya sebagai Upik Abu. Mereka salah besar. Regina adalah CEO muda yang menyimpan rahasia besar. Di rumah mertua, ia menghadapi musuh yang tak terlihat dan cinta yang diuji. Mampukah ia mengungkap kebenaran sebelum terlambat? Ataukan ia akan kehilangan segalanya? Kisah tentang cinta, keluarga, dan rahasia yang bisa mengubah takdir seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceriwis07, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bukan Upik Abu Eps 3
Malam pengantin adalah malam terindah yang dinanti setiap pasangan yang telah sah menjadi suami istri. Namun, malam itu terasa hambar bagi Regina dan Bima.
Dua tubuh saling membelakangi, duduk di tepi ranjang queen size. Keheningan menggantung di antara mereka, setebal tirai yang menutupi jendela.
"Apa maumu?" tanya Regina ketus, memecah sunyi.
"Ini tidak gratis, Nona," jawab Bima sambil menyunggingkan senyum tipis.
"Lalu?"
"Aku tidak mengajakmu membuat kesepakatan. Aku hanya menyetujui kesepakatan dengan ayahmu," ucap Bima, kemudian beranjak ke jendela, menyibak tirai dan menatap bulan purnama yang bersinar sempurna, bagai mata uang perak di langit malam.
"Kamu tidak ingin beristirahat, Nona? Apa kamu mau mengenakan gaun berat itu sampai besok pagi?" goda Bima, suaranya bagai beludru yang menusuk.
"Ehm..." Regina ragu. Jari-jarinya meremas ujung gaun yang seharian ini membebaninya.
"Bantu aku," akhirnya kata itu lolos dari bibir mungil Regina, lirih seperti bisikan angin.
Bima tersenyum tipis. Ia sudah mengerti, namun sengaja menunggu Regina memintanya. Sebelumnya, Regina memang sudah masuk ke kamar mandi sebelum membuka percakapan. "Aku mau membersihkan diri," ucapnya. Namun, beberapa menit di dalam sana, tak terdengar gemericik air mengalir. Tak lama, Regina keluar dari kamar mandi, masih mengenakan gaun putih yang berat itu.
Bima meraih resleting gaun di bagian punggung Regina. Benar saja, resleting itu macet. "Oh... jadi, ini yang membuatnya urung membersihkan diri," gumam Bima dalam hati.
Bima berjalan menuju kamar mandi. Regina heran dengan sikap pria yang selalu bersikap dingin padanya itu. Pintu kamar mandi tidak ditutup. Regina memiringkan kepalanya, mencoba melihat apa yang dilakukan pria itu.
Tak terlihat oleh mata Regina, Bima sudah keluar dari kamar mandi dengan telapak tangan terbuka, seolah meminta sesuatu. Pria itu berjalan ke belakang tubuh Regina. Sesaat, Regina merasakan hawa dingin seperti ada cairan yang tumpah di punggungnya.
Regina mencoba bergerak, namun dengan cepat ditahan oleh tangan Bima. Kreeeeek... bunyi resleting yang akhirnya terbuka. Hawa dingin langsung menyapa kulit punggungnya. Sesaat, Regina lupa siapa yang membantunya membuka resleting.
Bima menatap punggung mulus nan putih di hadapannya, bagai kanvas kosong yang mengundang sentuhan. Tangannya perlahan terangkat, ingin menyentuh, namun imannya masih kuat menahan. Ia menarik tangannya dan berdeham.
"Sudah, mandi sana," ucapnya, lalu berjalan menuju ranjang dan merebahkan diri dengan lengan menutupi mata.
Regina tersadar. Ia segera mengangkat roknya dan masuk ke dalam kamar mandi. Mendengar pintu kamar mandi terkunci, Bima menghela napas kasar. Ia meraih segelas air putih di atas meja dan meneguknya hingga tandas.
Ceklek....
Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka. Aroma sabun menguar, mengusik penciuman Bima yang sedari tadi hanya berbaring, berusaha menormalkan sesuatu di bawah sana.
"Bersihkan dirimu," ucap Regina, meletakkan handuk baru di perut Bima. Sentuhan itu bagai sengatan listrik yang membuatnya tersentak.
Bima langsung beranjak dan menyampirkan handuk tersebut di bahunya, lalu berjalan menuju kamar mandi.
Regina mengambil satu bantal, lalu berjalan ke arah sofa, meletakkan bantal dan selimut yang baru saja diambilnya dari lemari. Kemudian, ia keluar dari kamar menuju dapur, hendak mengambil sesuatu.
Bima sudah selesai. Ia keluar dari kamar mandi mengenakan boxer pendek dan mengeringkan rambutnya yang masih basah. Pandangannya mengedar mencari sesuatu, namun hampa.
Suara pintu terbuka menampilkan sosok wanita. Tubuhnya mungil, tidak kurus, namun tidak gemuk juga. Ia tampak kesulitan menutup pintu karena tangannya tengah memegang nampan berisi makanan dan minuman. Aroma bakso menusuk hidung Bima, membangkitkan selera.
Regina menangkap sosok pria dari ekor matanya. Dengan malas, ia berteriak, "Tolonglah," ucapnya, suaranya bagai desahan tertahan.
Dengan cepat, Bima mengambil nampan dari tangan Regina. Regina pun menutup pintu. "Oh... lumayan berat, pantas saja suaranya seperti itu," gumam Bima lirih.
Mendengar seperti ada suara, Regina pun menegurnya, "Apa?" tanya Regina pada Bima. Bima hanya menaikkan kedua bahunya, tanda ia tak tahu.
Kening Regina bertaut heran. Lalu, tanpa sengaja, pandangan matanya jatuh pada boxer yang dikenakan oleh Bima boxer dengan gambar kartun Spons berwarna kuning, tak lupa sesuatu yang menonjol di bagian tengah.
"Aaaaaaaaaakh..." teriak Regina sembari menutup mata dengan tangannya.
"A-apa? Kenapa?" tanya Bima heran.
Regina menunjuk sesuatu. Mata Bima mengikuti arah telunjuk Regina, yang tepat menunjuk bagian pusaka miliknya. Bima langsung berbalik badan, memakai handuk yang sedari tadi ia pegang, dan melipatnya ke perut.
Regina berjalan menuju lemari besarnya, membuka pintu, dan mencari sesuatu. Setelah dapat, ia memberikan kain tersebut pada Bima, tak lupa menutup pintu lemarinya.
Bima menerima kain itu. Setelah dibentangkan, ternyata kaos hitam dan sarung. Ia segera memakainya. Pas dan nyaman di tubuhnya.
Tunggu, ia merasa ada hal yang salah. Ia menatap tajam Regina yang tengah duduk di lantai menikmati makanannya. Menyadari ada yang memperhatikannya, ia pun menoleh pada Bima. "Apa?" tanya Regina ketus.
Bima menunjuk pada kaos dan sarung yang ia pakai, seolah menuntut Regina menjelaskan sesuatu. Regina paham. "Oh... itu baju aku, kalau sarungnya punya abang Temon," ucap Regina sambil meniup bakso yang baru disendoknya.
Bima mengangguk paham. Temon adalah kakak pertama Regina, nama aslinya Rizky Pratama. Entah mengapa Regina memilih memanggilnya dengan panggilan Temon.
Di bab lain nanti, kita bahas tentang Rizky Pratama, ya.
Bima berjalan, lalu duduk bersila di samping Regina. Regina mendekatkan semangkuk bakso di hadapan Bima, lengkap dengan kondimen pelengkapnya. Bima langsung meracik baksonya dengan kecap dan sesendok penuh sambal yang merah merona, bagai bara api yang siap membakar lidah. Tak lupa, ia memeras jeruk nipis ke dalam mangkok.
Melihat sesendok penuh sambal yang sudah mendarat cantik di mangkok Bima, Regina menggelengkan kepalanya. "Jangan banyak-banyak, nanti sakit perut. Itu cabai setan," ucap Regina mengingatkan, suaranya lembut bagai bisikan angin malam.
Bima hanya mengangguk sambil mengaduk bakso yang sudah diraciknya. Ia mengambil sesendok kuah untuk mencicipinya.
Slurrrrrp... uhuk uhuk...
Bima tersedak. Ia memukul pelan dadanya. Regina menuangkan air putih dan segera menyodorkannya pada Bima. Air putih itu diteguk sekali teguk hingga tandas, bagai oase di tengah padang pasir.
"Pelan-pelan, aku nggak minta," ejek Regina, bibirnya melengkung membentuk senyum tipis.
Bima memandang Regina dengan malas. Ia kembali mengambil bakso miliknya dan menikmatinya perlahan. Terdengar gemericik air hujan di atas genting, menambah hawa dingin yang menusuk tulang. Suara hujan bagai melodi sendu yang mengiringi kebersamaan mereka.
Mentari pagi belum sepenuhnya merekah, namun jam alarm milik Regina sudah mengusik telinga Bima. Tepat jam lima subuh.
Bima duduk, merenggangkan ototnya sejenak. Ia menatap sekeliling, mendapati sosok berpakaian putih tengah duduk di atas sajadah, dengan kitab suci di tangannya. Cahaya subuh menyinari wajahnya, memancarkan ketenangan.
Bima tersenyum tipis. Ia beranjak dan menuju kamar mandi. Saat ia keluar dari kamar mandi, sosok itu sudah menghilang. Ia hanya menemukan sajadah yang tadi digunakan oleh Regina terlipat rapi di atas ranjang, lengkap dengan sarung, kopiah, dan Al-Quran. Benda-benda itu seolah menyimpan jejak kehadirannya.
Tanpa ragu, ia memakai sarung dan peci, lalu membentangkan sajadah. Ia pun memulai salat dua rakaatnya.
Bukan Upik Abu
Jangan lupa tinggakan jejak di kolom komentar ya, like mu semangatku ❤