NovelToon NovelToon
Dua Akad Satu Cinta

Dua Akad Satu Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Poligami / Penyesalan Suami / Konflik etika
Popularitas:83.3k
Nilai: 5
Nama Author: mama reni

Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.

Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.

Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Sembilan Belas

Pagi itu terasa berbeda. Udara rumah mereka lebih sunyi dari biasanya. Hanya terdengar suara sendok bertemu panci dari arah dapur.

Azka bangun dengan kepala sedikit berat. Tidur malamnya tidak nyenyak. Ia menoleh ke sisi ranjang, tapi Amanda sudah tak ada. Yang tersisa hanya bantal dengan sedikit bekas lembap di sarungnya, entah karena rambut basah atau air mata.

Ia mengusap wajah, bangkit, dan berjalan keluar kamar. Aroma kopi dan roti panggang menyambutnya.

Di dapur, Amanda berdiri dengan piyama berwarna biru muda. Rambutnya dikuncir rendah, wajahnya terlihat tenang seperti tak ada apa-apa. Di atas meja makan, sudah tersaji nasi goreng, telur mata sapi, dan segelas susu hangat, menu sederhana, tapi hangat seperti pagi-pagi mereka dulu.

“Mas udah bangun?” suara Amanda terdengar lembut.

Azka sempat terpaku beberapa detik sebelum menjawab, “Iya … baru aja.” Dia berpikir istrinya itu masih marah.

Amanda menoleh, tersenyum kecil. Senyum itu tidak lebar, tapi cukup untuk membuat dada Azka bergetar. “Cuci muka dulu sana. Sarapannya udah siap.”

Azka mengangguk, mengikuti ucapan Amanda seperti anak kecil yang disuruh ibunya. Ia mencuci muka, lalu duduk di meja makan, memperhatikan istrinya yang masih sibuk di dapur. Entah kenapa, gerak-gerik Amanda pagi itu terasa begitu damai dan itu justru membuatnya semakin gelisah.

“Mas,” ucap Amanda tiba-tiba sambil menuang jus ke gelas. “Tiga hari lagi kita anniversary, ya?”

Azka menatapnya cepat, jantungnya sedikit berdegup lebih cepat. “Iya … tanggal dua, kan?”

Amanda mengangguk pelan. “Aku pengin bikin sesuatu yang beda tahun ini.”

Azka berusaha tersenyum. “Maksudnya?”

Amanda duduk di depannya, menatap Azka dengan mata teduh. “Aku pengin kasih Mas hadiah. Sesuatu yang spesial.”

Azka menatapnya lama, bingung sekaligus terharu. “Hadiah apa?”

Amanda tersenyum samar. “Rahasia dong. Kalau dikasih tahu, nanti nggak seru.”

Azka ikut tertawa kecil, tapi tawanya terdengar kaku. “Kamu selalu tahu cara bikin aku penasaran.”

“Iya dong,” jawab Amanda ringan, lalu melanjutkan sarapannya. “Mas juga harus janji ya, kali ini jangan lupa. Tahun kemarin Mas lupa tanggalnya, aku marah sampai dua hari.”

Azka terkekeh, mencoba mencairkan suasana. “Iya, Sayang. Kali ini aku nggak bakal lupa. Aku juga mau kasih kamu hadiah spesial.”

Amanda berhenti sejenak, lalu menatapnya lembut. “Serius, Mas?”

“Serius, Sayang,” kata Azka mantap. “Aku udah punya ide. Aku pikir kita rayain di tempat yang istimewa. Aku udah cek, ada restoran baru di pusat kota, suasananya romantis banget. Aku booking meja di sana.”

Mata Amanda sedikit melembut. “Romantis, ya?”

Azka mengangguk cepat. “Aku pengin malam itu cuma buat kita berdua. Nggak ada kerjaan, nggak ada gangguan. Cuma kita.”

Amanda menatapnya, lalu tersenyum. “Tiga tahun, nggak nyangka bisa sampai di sini.”

“Tak terasa waktu cepat berlalu,” sahut Azka.

Amanda menunduk, memainkan sendok di tangannya. “Tiga tahun bukan waktu yang sebentar, Mas. Banyak hal udah kita lewati. Senang, sedih, semua campur.”

Nada suaranya tenang, tapi ada sesuatu di balik kata-kata itu, sesuatu yang membuat Azka tak bisa benar-benar menikmati suasana.

“Makanya,” lanjut Amanda pelan, “aku pengin kali ini jadi momen yang berkesan. Supaya nanti kalau kita lihat ke belakang, kita bisa senyum dan bilang, ‘Semua itu saat kita bahagia'.’”

Azka mengangguk. “Kita pasti bahagia, Sayang. Selamanya!"

Amanda menatapnya lama, lalu tersenyum tipis. “Semoga, Mas.”

Hening sesaat. Hanya suara jam dinding yang terdengar di antara mereka.

Setelah sarapan selesai, Amanda bangkit, membereskan meja, dan menuju kamar. Ia bersiap untuk berangkat ke kantor. Sementara Azka masih duduk di kursi, menatap kosong ke arah piringnya yang sudah kosong.

Pagi itu seharusnya menenangkan, tapi entah kenapa, hatinya justru terasa lebih berat.

Beberapa jam kemudian, Azka di kantor tidak bisa fokus bekerja. Ia terus memikirkan kata-kata Amanda: “Supaya nanti kalau kita lihat ke belakang, kita bisa senyum. Semua itu saat kita bahagia."

Nada suaranya waktu itu seperti perpisahan halus. Ia sempat menelpon Amanda siang harinya, tapi hanya dijawab singkat. “Aku rapat, Mas. Nanti aku telepon balik, ya.”

Telepon itu tak pernah dibalas sampai sore. Malam hari, sekitar pukul delapan lewat tiga puluh, Azka duduk di ruang tamu lagi, dengan kopi yang kali ini ia benar-benar minum.

Sudah dua hari ini Amanda selalu pulang lewat jam delapan. Katanya lembur. Azka mencoba percaya, tapi rasa gelisahnya tak pernah hilang.

Ketika lampu kendaraan menyorot masuk dari depan rumah, Azka spontan berdiri dan menyingkap tirai. Sebuah mobil hitam berhenti di depan pagar. Bukan mobil istrinya, Amanda.

Ia menatap tanpa berkedip ketika melihat Amanda keluar dari pintu penumpang. Rambutnya sedikit berantakan, wajahnya lelah tapi masih sempat tersenyum kecil pada Davino sambil mengucap, “Terima kasih, Pak.”

Davino hanya mengangguk, lalu melambaikan tangan sebelum mobilnya melaju pergi. Senyum kecil itu, yang sederhana dan wajar, entah kenapa terasa menampar Azka.

Ia mundur dari jendela, dadanya terasa sesak. Cemburu, marah, dan rasa ingin tahu, semuanya bercampur jadi satu. Ia mencoba menarik napas panjang, menahan diri agar tak bereaksi berlebihan.

Begitu Amanda masuk rumah, Azka sudah berdiri di ruang tamu. “Kamu baru pulang?” suaranya terdengar lebih dingin dari yang ia rencanakan.

Amanda sedikit terkejut melihat ekspresinya. “Iya, Mas. Maaf ya, tadi lembur lagi.”

Azka menyilangkan tangan. “Lembur? Sama siapa?”

Amanda meletakkan tasnya di meja, lalu menjawab dengan nada datar, “Tim marketing. Pak Davino juga ikut.”

Azka menatap tajam. “Aku lihat kamu diantar dia.”

Amanda menatap balik, tenang. “Iya. Mobilku mogok di parkiran. Dia tawarin tumpangan. Kenapa?”

“Kenapa nggak bilang sama aku? Aku bisa jemput.”

Amanda menarik napas pelan, jelas sudah lelah. “Mas, aku tadi udah capek banget. Aku cuma pengin cepat sampai rumah, ganti baju, tidur. Aku nggak mau berdebat soal hal sepele, ya.”

Nada suaranya tetap lembut, tapi tegas. Ia lalu berjalan melewati Azka, menuju kamar tanpa menunggu tanggapan.

Azka hanya berdiri terpaku, menatap punggung istrinya yang menjauh. Amarahnya tertahan di tenggorokan, tapi bersamaan dengan itu, rasa bersalah juga muncul, karena ia tahu, yang seharusnya dicurigai bukan orang lain, melainkan dirinya sendiri.

Ia menjatuhkan diri ke sofa, menatap ke langit-langit. “Apa yang aku lakukan ini …?”

Sementara itu, di kamar, Amanda duduk di tepi ranjang, membuka tasnya perlahan. Di dalamnya ada sebuah kotak kecil berwarna merah muda, sebuah kado yang sudah ia siapkan sejak seminggu lalu.

Di dalam kotak itu, ada jam tangan yang ia pesan khusus, dengan ukiran di bagian belakang.

Untuk Mas Azka. Terima kasih sudah menjadi bagian dari hidupku, meski mungkin hanya sampai di sini.

Ia menatap tulisan itu lama, sebelum menutup kotaknya lagi. Dia juga telah menyiapkan hadiah lain. Sebuah video, yang akan di kirim saat mereka makan malam.

Di wajahnya tersirat senyum lembut, tapi matanya basah. “Tiga hari lagi, Mas …,” bisiknya. “Aku akan kasih kamu hadiah ini. Setelah itu, aku akan pergi.”

Amanda berbaring, memandangi langit-langit kamar. Ia mendengar suara langkah Azka dari ruang tamu, suara kursi bergeser, lalu sunyi.

Malam itu mereka tidur tanpa kata. Dua tubuh dalam satu ranjang, tapi hatinya sudah terpisah jauh.

"Maaf, Mas. Aku tak memberimu waktu tiga bulan. Aku rasa saat anniversary ke tiga nanti adalah waktu tepat aku pergi dari sisimu!"

Keesokan harinya, suasana rumah tetap berjalan normal. Amanda berangkat kerja lebih pagi, bahkan sempat menyiapkan bekal untuk Azka. “Aku buatkan bekal ya, Mas. Biar nggak jajan sembarangan,” ucap Amanda sambil tersenyum.

Azka hanya bisa menatapnya, hati makin berat. Amanda tampak terlalu baik. Terlalu tenang. Dan itu membuatnya takut.

Selama tiga hari berikutnya, Amanda terus bersikap seperti biasa, bahkan lebih perhatian dari sebelumnya. Ia sempat mengirim pesan ke Azka di tengah hari.

“Mas, jangan lupa makan siang ya. Aku mau kamu sehat pas anniversary nanti.”

Pesan sederhana itu membuat Azka nyaris menangis. Ia merasa seperti sedang dihukum dengan kebaikan.

Malam sebelum hari perayaan, Azka berdiri di balkon, memandangi lampu kota yang redup. Ia memegang ponselnya lama, membuka dan menutup kontak Yuni berulang kali, tapi tak berani menekan tombol panggil. Ingin mengakhiri semuanya. Ia ingin menceraikan Yuni.

Ia tahu, semua kebohongan ini sudah terlalu jauh. Namun di dalam kamar, Amanda menatap gaun putih lembut yang tergantung di lemari. Gaun yang akan ia kenakan besok malam, gaun yang ia beli sendiri, diam-diam.

Ia ingin malam itu menjadi kenangan terakhir yang indah bagi mereka berdua.

Sebelum ia benar-benar pergi, membawa luka yang hanya bisa ia sembunyikan di balik senyum.

Dan di rumah kecil itu, menjelang perayaan tiga tahun pernikahan mereka, udara terasa semakin sunyi. Azka berusaha menyiapkan kejutan. Sedangkan Amanda menyiapkan perpisahan.

Keduanya sama-sama tersenyum, tapi di balik senyum itu, Amanda merasa tak ada lagi yang bisa diselamatkan. Tiga hari menuju akhir. Dan setiap pagi, setiap senyum, setiap sentuhan, terasa seperti hitungan mundur yang lembut, menuju hari di mana dia akan mengungkapkan kebenaran itu.

1
Ratna Ningsih
mam nggantung banget 🤦🤦😘😘
Ratna Ningsih
semoga aja Yuni bisa menerima dan mengerti apa yg di jelasin Manda.🤔🤔🤔😘😘
Dew666
🌟🌟🌟
Dewi Anggya
ini mertua plin plan kmren aja bingung krn 22 ny mantu yg baik kok skr bisa mendukung Yuni....dn marah sm Amanda...piyeee ikiii
Ikaaa1605
Lagiii dong
Mundri Astuti
tu kan mang dari awal ortunya Azka dukung y, mereka ngga nolak
Warung Sembako
yuni gugat cere juga si azka, utk apa hidup memprthankan laki2 yg gk mencintai kmu dan mertua yg egois prl juga ditinggalkan
Keysha Aurellie
Dua pasangan saling mencintai yang dipisahkan karena kebohongan
Amanda masih mencintai Azka ,rasa cinta yang sulit untuk dihilangkan😭
Marini Suhendar
Amanda..klo mau kebenaran yg sesungguhnya dan membuat kamu lega wlo pahit dengarkan dulu azka..setelah itu baru kamu putusakan mau lanjut atw pisah...kmu beruntung wanita yg sangat d cintai azka selma ini..wlo cara azka salah d awal..
Untuk Yuni g salah kmu memperjuangkan cinta azka..tp nathan bukan alasan u tinggal bersama dg azka..karena masa lalu akan jd alarm u kalian berdua merasa tersakiti

#thor udah bikin cerai aj dech mereka..dan segerakan dpat jodohnya..kezel aku thor😄
Zainab Ddi
author ditunggu updatenya selalu untuk kelanjutannya 🙏🏻💪🏻😘
Zainab Ddi
wah Yuni istri siri apa ya kok Azka masih lajang
Rahma Inayah
dr awal bnr kn ortunya jg mendukung rencana Azka .ikut melamar coba klu Manda yg PNY ank pasti pro ke Manda tp skrg pindh haluan ke Yuni yg punya ank
Ratih Tupperware Denpasar
azka itu ns dituntit atas pemalsuan identitas lho..siaoa yg membantu dia membuat KTP palsu shg tertulis dia msh lajang
Ilfa Yarni
berarti azka menikah sirri dgn yuni dgn amanda baru nikah secara resmi dan yg parah ternyata orangtua azka dtg bersama azka untuk melamar amanda dan skr dia bilang yuni paling terluka anda waras wahai orangtua pikir sebel deh kalian munafik pantas aja azka begitu lah orangtuanya aja begitu
Neng Saripah
gimana ya reaksi yuni ke manda nanti pas manda nemuin yuni
faridah ida
semoga Yuni mau memaafkan Amanda ..
Teh Euis Tea
tuhkan ortunya di azka malah yg datang melamar amanda tp dia bilang selalu ada untuk yuni dia ada di belakang yuni. dasar mertua plin plan
Patrick Khan
ah emak nya azka terlalu ikut campur
faridah ida
dari sini orang tua Azka sudah salah karena ikutan berbohong .
Nana Biella
no 1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!