Jian Feng, seorang anak haram dari keluarga bejat, dipaksa menikahi Lin Xue, gadis cantik namun cacat dan sekarat.
Dipertemukan oleh takdir pahit dan dibuang oleh keluarga mereka sendiri, Jian Feng menemukan satu-satunya alasan untuk hidup: menyelamatkan Lin Xue. Ketika penyakit istrinya memburuk, Jian Feng, yang menyimpan bakat terpendam, harus bangkit dalam kultivasi. Ia berjanji: akan menemukan obat, atau ia akan menuntut darah dari setiap orang yang telah membuang mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agen one, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3- Dasar wanita bodoh!
Jian Feng membuka matanya. Malam telah larut, dan energi spiritual yang baru diserapnya memompa kuat di dantian—ia telah mencapai Level 3 Pengerasan Dasar hanya dalam beberapa jam. Bakatnya memang menakutkan, namun pikiran tentang Lin Xue segera menghentikan euforianya.
Rasa bersalah menyergapnya.
“Sial, kenapa aku harus membentaknya? Dia bahkan lebih menderita dariku.” gumam Jian Feng, menyadari bahwa ia telah menjadi sama buruknya dengan ayahnya sendiri; melampiaskan amarah pada orang yang lemah.
Ia bergegas kembali ke rumah tua itu. Langkahnya cepat dan berat, diiringi suara jangkrik yang memecah keheningan hutan.
Ketika ia membuka pintu, udara dingin dari dalam rumah menyambutnya. Jian Feng segera menyalakan lampu minyak yang redup. Ia menoleh ke tempat tidur dan jantungnya langsung mencelos, seolah ditarik dari dadanya.
Lin Xue, yang tadi ia tinggalkan dalam keadaan menangis, kini terbaring dengan mata tertutup. Namun, pemandangan di sekitarnya sangat mengerikan.
Kasur tipis yang baru dibersihkannya kini ternoda oleh bercak merah pekat. Lengan kiri Lin Xue menjuntai ke sisi ranjang, dan pada pergelangan tangannya, terdapat sayatan tipis yang dalam, masih mengeluarkan darah kental yang menetes perlahan ke lantai kayu.
Kepanikan yang asing dan hebat melanda Jian Feng. Ini adalah pertama kalinya ia merasa takut, bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain. Semua kemarahan dan kebenciannya lenyap seketika, digantikan oleh rasa bersalah yang menghantamnya seperti palu godam.
“Lin Xue!” raungnya.
Jian Feng melompat ke sisi ranjang. Ia mencengkeram pergelangan tangan gadis itu, tanpa peduli pada darah yang membasahi tangannya. Ia merobek ujung pakaiannya sendiri dan mengikat luka itu kuat-kuat.
“Bodoh! Kenapa kau melakukan ini?! Dasar bodoh!” Jian Feng menggertakkan gigi, air mata yang selama ini ia tahan sejak kecil terasa mendesak di sudut matanya. Ia tidak menangis, namun ia gemetar.
Ia segera mengingat pengetahuan dasar pertolongan pertama yang pernah ia lihat dari seorang tabib kota. Ia menekan luka itu, mencoba menghentikan pendarahan.
Saat ia memeluk Lin Xue, tubuh gadis itu terasa sangat dingin. Wajahnya pucat pasi, jauh lebih pucat dari biasanya.
“Bangun! Jangan mati, aku mohon! Aku minta maaf! Aku tidak seharusnya mengatakan itu padamu! Aku menyesal!” bisik Jian Feng, suaranya parau.
Dalam kepanikan yang luar biasa, naluri kultivasinya yang baru bangkit mengambil alih. Jian Feng melepaskan ikatan pada luka itu sejenak dan menempelkan telapak tangannya pada pergelangan tangan Lin Xue.
Ia memaksakan energi Qi Level 3 Pengerasan Dasarnya masuk ke dalam tubuh Lin Xue.
Qi itu, meskipun baru berupa energi kasar, mulai bekerja. Energi itu membersihkan sisa racun dari sistem Lin Xue (racun penyakit) dan menutup perlahan pembuluh darah yang robek, mempercepat pembekuan.
Napas Lin Xue yang dangkal mulai terasa sedikit lebih stabil.
Setelah memastikan pendarahan berhenti dan luka tertutup, Jian Feng membaringkan Lin Xue dengan hati-hati. Ia menatap wajah pucat itu dengan campuran penyesalan dan janji.
“Aku tidak akan membiarkanmu mati, Lin Xue,” sumpahnya dengan suara bergetar. “Kau memang korban dari sampah-sampah itu, sama sepertiku. Aku minta maaf karena aku memperlakukanmu seperti itu. Mulai sekarang, aku tidak akan menjadi sampah lagi. Aku akan melindungimu. Kau adalah satu-satunya manusia yang tersisa dalam hidupku.”
Jian Feng duduk di samping ranjang semalaman, memegang tangan Lin Xue yang lain, mengalirkan Qi secara perlahan untuk menjaga suhu tubuh dan menstabilkan jiwanya. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Jian Feng merasakan adanya tanggung jawab dan keinginan tulus untuk melindungi.