NovelToon NovelToon
AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

AKU SEHARUSNYA MATI DI BAB INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Isekai / Menjadi NPC / Masuk ke dalam novel / Kaya Raya
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

ongoing

Tian Wei Li mahasiswi miskin yang terobsesi pada satu hal sederhana: uang dan kebebasan. Hidupnya di dunia nyata cukup keras, penuh kerja paruh waktu dan malam tanpa tidur hingga sebuah kecelakaan membangunkannya di tempat yang mustahil. Ia terbangun sebagai wanita jahat dalam sebuah novel.

Seorang tokoh yang ditakdirkan mati mengenaskan di tangan Kun A Tai, CEO dingin yang menguasai dunia gelap dan dikenal sebagai tiran kejam yang jatuh cinta pada pemeran utama wanita.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#22

Reaksi datang lebih cepat dari yang Wei Li perkirakan. Itu yang pertama kali ia sadari saat Jae Hyun masuk ke kamarnya pagi itu dengan wajah terlalu serius untuk jam segitu. Tidak ada candaan. Tidak ada komentar soal kopi basi atau tirai yang terlalu tebal. Hanya tablet di tangan dan langkah yang sedikit lebih cepat dari biasanya. “Jalur Tianjin,” kata Jae Hyun tanpa basa-basi. “Diputus tiga jam setelah rapat.”

Wei Li yang sedang mengikat rambutnya berhenti. Tangannya terangkat di udara, karet rambut melingkar di pergelangan tangan. “Terlalu cepat,” gumamnya.

Jae Hyun mengangguk. “Saya juga berpikir begitu.” Wei Li menurunkan tangannya, lalu duduk di tepi ranjang. Ia membungkuk sedikit ke depan, siku bertumpu di paha. Wajahnya serius, tapi matanya tajam aktif. “Siapa yang punya akses buat keputusan secepat itu?” tanyanya.

Jae Hyun menggeser tablet, memperlihatkan daftar nama. “Secara resmi? Tiga orang. Secara praktik? Lima.” Wei Li menatap layar lama. Terlalu lama untuk sekadar membaca nama. “Yang mana paling kelihatan bersih?” tanyanya.

Jae Hyun tersenyum tipis. “Direktur Keuangan.” Wei Li tertawa kecil. “klasik sekali.” Ia berdiri, melangkah ke jendela. Tangannya terlipat di depan dada, jari-jari mengetuk pelan lengan satunya kebiasaan lama saat ia sedang menyusun sesuatu di kepala. “Dia panik,” kata Wei Li. “Dan panik itu bikin orang salah langkah.”

“Shen Yu An?” tebak Jae Hyun. “Atau orang yang dia lindungi,” jawab Wei Li. “Nggak penting siapa yang narik tali. Yang penting, kita tahu tali mana yang bergerak.”

Jae Hyun mengamatinya beberapa detik. “Nyonya kelihatan… tenang.” Wei Li mendengus. “Kalau gue panik, kita kalah." Ia meraih jaket tipis, menyampirkannya di bahu. “Panggil Kun A Tai. Sekarang.”

Ruang kantor Kun A Tai tidak berubah. Selalu rapi. Selalu dingin. Selalu terasa seperti tempat di mana keputusan buruk dibuat dengan wajah datar. Kun A Tai berdiri di depan meja saat Wei Li masuk. Ia sudah tahu. Wajahnya mengatakan itu. “Direktur Keuangan,” kata Wei Li tanpa pembuka.

Kun A Tai mengangguk. “Aku sudah minta laporan.” Wei Li melangkah lebih dekat. Ia meletakkan tablet Jae Hyun di meja, mendorongnya sedikit ke arah Kun A Tai. “Reaksinya terlalu cepat,” katanya. “Kalau ini cuma bisnis, dia bakal nunggu. Pura-pura tenang. Ini refleks.”

Kun A Tai menatap layar, lalu kembali menatap Wei Li. “Kau ingin menekannya?” Wei Li menggeleng. “Belum.” Kun A Tai mengangkat alis..“Kalau ditekan sekarang, dia tutup mulut,” lanjut Wei Li. “aku mau dia membuat kesalahan kedua.”

Kun A Tai terdiam. Ia berjalan mengitari meja, berhenti di samping Wei Li. “Kau sadar,” katanya rendah, “kalau membiarkannya bergerak berarti memberi ruang bahaya.” Wei Li melipat kedua tangannya lebih erat. “ya aku tahu.”

“Kau tetap mau?” Wei Li menoleh. Tatapan mereka sejajar. “Iya.” Keheningan menggantung beberapa detik. Kun A Tai akhirnya berkata, “Baik. Tapi aku ingin kau di depanku saat ini terjadi.” Wei Li mengangguk. “Deal.”

Kesalahan kedua datang dalam bentuk kecil.Terlalu kecil bagi orang yang tidak memperhatikan. Transfer dana minor. Jalur yang seharusnya netral. Tidak ada angka mencolok. Tidak ada alarm. Tapi Wei Li melihatnya. Ia duduk di ruang kerja kecilnya, kedua kaki disilangkan, satu tangan menopang dagu, tangan lain menggeser layar dengan gerakan pelan. Matanya menyipit, bukan karena lelah tapi masih fokus. “Ini,” katanya. Jae Hyun mendekat, mencondongkan tubuh. “Itu kelihatannya normal.”

“Normal itu masalahnya,” jawab Wei Li. “Kalau dia panik, dia bakal sembunyi di tempat yang paling kelihatan aman.” Jae Hyun terdiam. “Dan itu jalur Shen Yu An.” Wei Li tersenyum kecil. “Bingo.” Ia menyandarkan punggung ke kursi, lalu menghembuskan napas panjang. Untuk sesaat, bahunya turun. Ada kelelahan yang muncul bukan karena kerja, tapi karena konsekuensi. “Gue nggak suka ini,” katanya pelan. Jae Hyun meliriknya. “Bagian mana?”

“Bagian di mana gue bener,” jawab Wei Li. 

Pertemuan diatur malam itu juga. Bukan rapat resmi. Bukan interogasi.Makan malam. Restoran privat di lantai atas hotel milik salah satu afiliasi Kun A Tai. Lampu redup. Musik pelan. Meja bundar, cukup untuk tiga orang.

Wei Li duduk lebih dulu. Ia melipat tangan di pangkuan, punggung tegak. Gaun gelap yang ia kenakan sederhana, tanpa perhiasan mencolok. Rambutnya dibiarkan terurai, tapi rapi. Ia tidak ingin terlihat mengintimidasi. Ia ingin terlihat biasa. Direktur Keuangan datang lima menit kemudian. Senyum profesional terpasang rapi, tapi matanya bergerak terlalu cepat.

Kun A Tai masuk terakhir. Makan malam berlangsung sepuluh menit pertama dengan obrolan kosong. Cuaca. Proyek. Anggur. Wei Li menunggu. Saat hidangan utama datang, ia meletakkan alat makannya. “Kenapa jalur Tianjin diputus secepat itu?” tanyanya. Direktur Keuangan tersenyum. “Keputusan manajemen.”

Wei Li mengangguk. “Keputusan panik.” Sendok di tangan pria itu berhenti. Kun A Tai tidak bereaksi. Wei Li melanjutkan, suaranya tenang. “Lalu transfer kecil dua jam lalu. Itu bukan prosedur.”

“anda menuduh saya?” tanya pria itu, nadanya mulai kaku. Wei Li menggeleng pelan. “saya mencari penjelasan.” Keheningan melanda. Direktur Keuangan menghela napas, lalu tertawa kecil. “Kau masih muda. Kau tidak mengerti tekanan—” Wei Li memotong, kali ini tanpa senyum. “saya mengerti tekanan. saya hidup dari tekanan.”

Ia mencondongkan tubuh sedikit ke depan. Tangannya bertumpu di meja, jari-jari terbuka tidak agresif, tapi stabil. “Yang aku yak toleransi,” lanjutnya, “adalah orang yang bikin tekanan itu pindah ke orang yang nggak ada urusannya.” Wajah pria itu memucat. Kun A Tai akhirnya bicara. “Siapa?” Direktur Keuangan menelan ludah. Tangannya gemetar saat meraih gelas.

“Kalau aku bicara,” katanya pelan, “aku mati.” Wei Li menatapnya tanpa berkedip. “Kalau kau diam, orang lain mati.” Kalimat itu sederhana. Tidak keras. Tapi berat. Pria itu menutup mata.

“Shen Yu An,” katanya akhirnya. Wei Li tidak terlihat puas. Ia hanya mengangguk kecil, seolah mencatat. “Dan?” tanya Kun A Tai. “Dia nggak kerja sendiri,” lanjut pria itu. “Ada satu lagi. Orang lama.” Wei Li menarik napas pelan. Tangannya bergerak, mengusap lengan sendiri kebiasaan saat ia mencoba menahan emosi. “Nama,” katanya.

Pria itu membuka mata. “Kalau aku sebut—” Kun A Tai memotong. “Aku yang menanggung.” Pria itu menatap Kun A Tai lama, lalu menyebutkan satu nama. Nama yang membuat Wei Li menegang. Seseorang yang selama ini terlihat netral. Seseorang yang sering tersenyum. Seseorang yang duduk di meja rapat kemarin Wei Li menunduk sesaat. Bukan karena kaget—tapi karena marah. “Berapa lama?” tanyanya.

“Tiga tahun,” jawab pria itu. Wei Li mengangguk pelan. “Cukup.” Ia berdiri. Kun A Tai juga berdiri. “Kau aman?” Pria itu menatap mereka berdua. “Untuk malam ini?” Wei Li menatapnya. “Untuk malam ini.” Saat mereka keluar restoran, Wei Li berjalan lebih cepat dari biasanya. Tangannya mengepal, lalu terbuka lagi. Napasnya sedikit berat.

Di lift, ia bersandar ke dinding, menutup mata sebentar. “aku benci pengkhianat,” katanya pelan.

Kun A Tai berdiri di sampingnya. “Semua orang bilang begitu.” Wei Li membuka mata. “Bedanya, sekarang aku tahu cara menemani mereka.” Pintu lift terbuka. Wei Li melangkah keluar lebih dulu. Di titik itu, satu hal jadi jelas Umpan berhasil. Tapi permainan baru saja benar-benar dimulai.

1
Queen AL
nama sudah ke china-chinaan, eh malah keluar bahasa gue. tiba down baca novelnya
@fjr_nfs
/Determined/
@fjr_nfs
/Kiss/
X_AiQ_Softmilky
uhuyy Mangat slalu🤓💪
@fjr_nfs: /Determined/
total 1 replies
Jhulie
semangat kak
@fjr_nfs
jangan lupa tinggalkan like dan komennya yaa ☺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!