#ruang ajaib
Cinta antara dunia tidak terpisahkan.
Ketika Xiao Kim tersedot melalui mesin cucinya ke era Dinasti kuno, ia bertemu dengan Jenderal Xian yang terluka, 'Dewa Perang' yang kejam.
Dengan berbekal sebotol antibiotik dan cermin yang menunjukkan masa depan, yang tidak sengaja dia bawa ditangannya saat itu, gadis laundry ini menjadi mata rahasia sang jenderal.
Namun, intrik di istana jauh lebih mematikan daripada medan perang. Mampukah seorang gadis dari masa depan melawan ambisi permaisuri dan bangsawan untuk mengamankan kekasihnya dan seluruh kekaisaran, sebelum Mesin Cuci Ajaib itu menariknya kembali untuk selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Aku adalah penyelamatmu Jendral Xian.
Jenderal Xian merasakan bahu Kim yang menahan beban tubuhnya di tengah-tengah ruang sempit yang kembali dipenuhi bau kotoran dan jeritan militer. Gerbang M19 telah menyedot mereka kembali dari kekosongan dimensinya. Jantung Kim memukul kencang di balik lapisan bajunya. Ia memaksa Xian untuk tetap hidup di dimensi yang seharusnya ditinggalkannya. Itu adalah perjuangan yang brutal. Tidak ada waktu untuk bernapas.
Kini, tiga hari telah berlalu sejak gempuran perkelahian di kediaman Jenderal, perkelahian yang menyebabkan Letnan He sendiri terbius, panik, dan terkejut luar biasa. Antibotik modern Kim dan juga suntikan cairan intravena, yang ia lakukan selama dua hari penuh, kini mulai menunjukkan hasil yang nyata. Kestabilan itu tercipta dari tidur tanpa gangguan, sebuah luksus yang hampir tidak mungkin dirasakan seorang Dewa Perang.
Kim kini berada di dalam kediaman besar Xian di Ibukota Kerajaan Kedamaian Naga Langit. Letnan He dan prajuritnya tidak berani lagi mengganggu Komandan Agung mereka setelah seluruh komando terakhir Xian ditekankan: Kim wajib menjaganya.
“Suhu tubuh Jenderal telah beranjak kembali pada tingkat yang terlampau normal. Tidak ada lagi delirium dan keanehan racun. Obat antibiotik telah membersihkan seluruh toksin yang bersemayam,” bisik Xiao Kim, jarinya mengukur denyut nadi Jenderal Xian di pergelangan tangan yang kokoh itu. Di sisinya, Xian beristirahat dengan damai. Racun terganas pun tampaknya tak sanggup mengalahkan stamina Jenderal Dewa Perang Kerajaan.
Ia menarik tangannya. Aroma musky yang berasal dari kain pelapis katun lama berganti dengan bau steril dan eucalyptus dari balsem dan disinfektan modern yang ia letakkan di tenda. Kim bergerak menjauhi Xian, mengambil sebotol air modern dari tas kecilnya.
Tiba-tiba, mata Jenderal Xian terbuka. Pandangan mata itu terfokus dengan penuh kejernihan. Bukan lagi kelelahan dan racun, tetapi kebangkitan penuh dari seorang pria yang tersadar dari tidur panjang yang menguras energi. Xian tidak bergerak, tetapi tatapan intensnya segera tertuju pada Xiao Kim yang berada di ujung ruangan. Mata hitamnya tampak sangat dalam, memantulkan ketidakpercayaan mutlak.
“Engkau sudah bangun!” seru Xiao Kim gembira. “Anda harus memercayai seluruh efektivitas dari antibiotik level A itu. Tidak ada lagi ancaman racun di tubuh Tuan Jenderal.”
Jenderal Xian perlahan memaksa tubuhnya duduk. Gerakannya tidak lagi tersentak-sentak seperti beberapa hari lalu, melainkan berwibawa, penuh kekuatan otot. Zirah bajanya telah dicabut, meninggalkan dada telanjangnya yang kokoh dan penuh bekas luka lama. Jantung Kim berdetak kencang; keintiman fisik ini melampaui keintiman tugas medis.
“Aku berada di Kediaman milikku,” Jenderal Xian berujar, suaranya kembali ke level komando penuh. “Seluruh prajuritku tidak memedulikan saya untuk waktu tiga hari penuh. Apa yang telah engkau lakukan? Engkau mencuri waktu hidupku dan merenggut kesadaranku, hanya untuk melakukan penanganan aneh yang penuh kain dan busa. Benarkah itu yang telah terjadi, Nona Kim?”
“Saya mengabaikan keributan para prajurit itu,” jawab Xiao Kim, kini dia lebih tenang, mengembalikan semua barang modernnya ke kantong rahasia. “Engkau telah memintaku untuk melindungimu. Saya wajib mematuhi seluruh komando Anda. Apabila aku menanggapi mereka, Anda niscaya tewas dalam infeksi racun yang paling ganas. Seluruh tindakanmu disokong oleh para jendral dungu yang terlampau banyak mencurigai seluruh aksi logistik kami.”
Xian meraih sebuah mangkuk kecil dari kayu di sampingnya. Dia menyeka darah kering yang masih melekat di ujung bahu kanannya. Kim baru saja menjahitnya untuk yang kedua kali, sebelum Xian tersedot dan lenyap kembali di portal.
“Luka di punggung dan bahuku seharusnya memerlukan masa pemulihan setidaknya empat belas hari, bahkan bagi tubuh Dewa Perang Kerajaan yang paling kuat sekalipun. Namun engkau,” Xian berhenti. Matanya menyusuri bahu dan lengan Xian yang disuntik dengan cairan modern. “Hanya memerlukan waktu kurang dari empat puluh delapan jam untuk membuat seluruh kesadaranku kembali. Teknologi apa yang engkau miliki? Dan engkau tidak lagi menjelaskan dirinya dengan mitos dimensi konyol lagi.”
“Ini bukanlah mitos, Tuan,” Kim mendekat, berlutut di sisinya. Tubuh mereka kini sangat dekat. Kim hanya menatap mata Xian, merasakan ketegangan yang muncul. Ia mengambil kain balutan tipis yang terbuat dari material antiseptik, sebuah lap sintetis. Lalu ia membersihkan kembali semua sisa racun kotor dari lengannya Xian, menyeka lembut di bawah tatapan mata tajam sang Jenderal Agung.
“Itu. Kain yang amat lembut,” Xian mendesis. Sentuhan dingin dan lembut itu, setelah hari-hari yang diwarnai pertempuran dan kain kulit kasar, terasa erotis dan aneh di kulitnya. “Apa nama bahan sihir itu, Gadis Laundry?”
“Ini hanyalah material microfiber yang kami gunakan di Abad ke-21 untuk pembersihan intensif dan penyerapan total. Itu sungguh menenangkan lukamu, Tuan Jenderal. Jangan menyangkal bahwa ia melunakkan keperkasaan Dewa Perang itu,” balas Kim. Kim tersenyum kecil. Ia kini mulai melepaskan balutan luka Xian. Ia membutuhkan kasa baru.
Dada Xian naik turun perlahan. Luka jahit yang ia lakukan di bawah delirium racun kini terlihat jauh lebih bersih, tidak ada tanda-tanda nanah dan infeksi. Bukti keajaiban itu membuat hati Xian tersentuh. Selama bertahun-tahun ia memercayai kekuatan kasar dan pedangnya. Kini ia berhadapan dengan kekuatan kelembutan dan obat-obatan modern yang mustahil.
Kim kini menyentuh kulit dada Xian, tepat di bawah bekas luka lamanya, luka tusukan pedang yang dalam. “Luka-luka ini niscaya menjadi saksi betapa Tuan telah banyak berjuang. Anda berhak mendapatkan istirahat penuh dan pengobatan terbaik dari kami,” ujar Kim, nadanya lembut, suaranya rendah. Kontak mata mereka pecah oleh sentuhan fisik tersebut. Xiao Kim menaruh salep steril yang berwarna pucat di bahunya. Aroma wangi yang ringan dari salep modern menyebar ke seluruh ruangan, melawan bau anyir yang ada.
“Bagaimana dapat seorang asing melakukan penanganan yang teramat efisien,” Jenderal Xian menggumam. Ia meraih tangan Kim yang berada di lukanya, berhenti sepenuhnya. Cengkeramannya yang kokoh segera memunculkan rasa bahaya di Kim.
“Sentuhan ini terasa aneh bagi saya. Anda bukanlah salah satu dari permaisuri istana yang berusaha merayuku dengan dupa wangi dan gerakan sok manis. Anda bergerak seperti prajurit yang dilatih, tetapi menyembuhkanku dengan ramuan dewa,” Xian melanjutkan, matanya berkedip, mencoba memahami Kim yang terlihat polos dan pragmatis, tetapi memancarkan aura bahaya tersembunyi yang membuat hatinya bergetar.
“Saya telah bertugas. Di dalam rumah sakit. Aku bukanlah tabib di rumah sakit yang terdekat,” Kim mengaku. “Saya hanya seorang petugas logistik dan kebersihan yang terkadang dipanggil untuk pertolongan darurat. Tuan wajib mengetahui, saya bertugas untuk menyelamatkan seluruh barang berharga, dan Anda terlalu berharga untuk dibiarkan wafat karena serangan busuk Perdana Menteri Yong. Aku melihat seluruh ambisinya melalui cermin kecilku.”
“Kau menyebutkannya, bahwa cerminmu menunjukkan masa depan yang paling suram bagiku,” Jenderal Xian mengangguk lambat. Ia ingat kekacauan itu. "Apakah kau sadari, Nona? Engkau tidak hanya telah menyelamatkan nyawaku, engkau telah menyelamatkan seluruh Kerajaan ini dari intrik kotor mereka. Tidak ada satu pun tabib istana yang percaya padaku mengenai konspirasi di belakang layar. Namun engkau percaya. Hanya dengan sekilas bayangan kotor dari mesin cucimu yang agung itu."
“Maka, Anda wajib berterima kasih kepadaku,” Kim menegaskan. “Kami datang dari dunia seribu tahun yang akan datang. Kami telah meninggalkan intrik politik busuk di sana. Saya berharap engkau menyadari, bahwa konflik antara Kaisar dan bangsawan. Itu semua tidak penting. Hanya keselamatan Jenderal Xianlah yang merupakan misi tunggalku.”
Xian mengamati wajah Kim. Perawakan Kim, pakaiannya yang ia balut dengan kain tipis kuno, rambutnya yang diikat sekenanya, seluruhnya tidak layak bagi permaisuri bangsawan. Namun Xian merasakan suatu ikatan yang tidak bisa dia pungkiri: ia jatuh cinta dengan penyelamatnya.
Dia adalah Dewa Perang yang diagungkan, pemimpin seluruh tentara, calon pengantin politik bangsawan terkuat. Ia dituntut oleh adat dan hirarki untuk menikahi Putri Yong Lan, untuk menyeimbangkan seluruh kuasa Istana. Namun, hatinya kini berdetak hanya bagi gadis asing, yang dapat membuatnya kembali dari maut dalam hitungan jam.
“Putri Yong Lan telah menyampaikanku undangan pesta yang sangat mewah. Tentu saja itu diatur oleh Ayahnya,” ujar Xian, ia mencoba menguji respons emosi Kim. “Pernikahan adalah kebutuhan strategis bagi seluruh kemiliteranku.”
Kim mengerutkan dahinya. Cermin ajaib yang menunjukkan Yong Lan dan Perdana Menteri itu kini kembali terngiang. Kebencian menguasai matanya. “Engkau adalah pemimpin militer paling mutlak. Mengapa Anda harus menunduk di hadapan genggaman politik mereka yang penuh racun. Anda tidak diizinkan. Mereka akan mengambil keuntungan darimu! Mereka akan menghancurkan nyawa Tuan Xian, tepat setelah engkau pulih.”
“Engkau menyentuh poin paling penting, Gadis Laundry,” kata Jenderal Xian. Jari-jari besarnya melepaskan balutan kasa dari luka lamanya, mengungkapkan kembali kulitnya yang kencang, kaku, dan maskulin. Dia menatap Kim yang terpaku.
“Seluruh intrik Istana selalu berputar. Namun aku tidak dapat mengambil posisi politik tanpa ikatan. Itu adalah hukum. Dan seluruh pengakuanku tentang teknologi abad lain. Itu adalah hal yang konyol di telinga He. Saya akan terlihat teramat gila jika tidak ada dirimu di sisiku. Siapakah gerangan engkau, Nona, sehingga dapat menjadi satu-satunya tempat pertolonganku yang abadi di antara seluruh intrik harem kotor itu?”
Ketegangan tersebut meluap di udara. Xiao Kim menarik napas. Ia tahu inilah momen krusial bagi kehidupannya dan juga Dewa Perangnya. Ia telah mengambil seluruh risikonya. Menciptakan portal. Memasuki dimensi yang tidak ia ketahui. Melarikan diri dari pembunuhan brutal He.
Kim menoleh. Ia menemukan Xian sudah tersenyum tipis. Jenderal Dewa Perang ini terlihat bangga terhadap dirinya sendiri karena ia selamat. Tetapi pandangan Xian tidak fokus pada pakaian Kim, melainkan ke bibir Kim, pandangannya dipenuhi dengan ketulusan yang membara.
Kim bersumpah, ia tidak dapat melihat mata Xian dalam jarak sedemikian dekat, tanpa memegang cerminnya. Perlu jarak dan perspektif.
“Engkau telah hidup kembali. Tubuhmu sudah mengukuhkan hal itu,” ujar Kim. “Silakan ambil pakaianmu sekarang! Anda wajib mandi air hangat, bukan berhadapan dengan wanita asing di kediaman paling utamamu. Ini adalah pelanggaran privasi yang terbesar bagi Letnan He di luar sana. Letnan He pasti sudah mendengar kita bicara! Tuan tidak boleh membangkitkan amarah para bangsawan!”
“Biarkan He mengawasi! Dia patuh. Dia menyembahku. Dan aku, niscaya telah menjadi milik militer. Aku berhak memilih pelayanku,” Xian membalasnya dengan tajam. Xian bergerak maju satu langkah. Ia tidak mengenakan kemeja, ia berada dalam mode jendral Dewa Perang-nya. Keperkasaannya membuat Kim terpana. Lalu, Xian meraih pergelangan tangan Kim. Sentuhannya dingin. Sentuhan itu tidak berbahaya, namun posesif. Ini adalah keintiman, bukan tindakan ancaman.
“Tugas saya. Sebagai seorang perwira terhebat Kerajaan, mutlak. Namun engkau telah menyelamatkanku, bahkan dari pilihan politisku yang paling menyiksa. Apakah saya telah jatuh cinta pada hantu asing dari zaman yang akan datang?” Xian bertanya. Rasa tidak percaya yang kuat bersemayam di hatinya.
Xian menoleh, lalu dia membisikkan sesuatu yang ia tidak pernah sampaikan kepada prajurit dan para bangsawan.
“Jikalau saya dapat mencabut semua. Saya akan memilih keselamatan nyawa dan cintaku. Engkau telah membukakan sebuah pandangan baru. Pandangan yang teramat suci,” Xian menyambung. Lalu dia menatap Kim kembali. Genggaman Xian menguat. Rasa cintanya dan keposesifannya menguasai. Ia merangkul bahu Kim dan menarik Kim mendekat. Wajah Xian sudah mendekati Kim. Bibirnya nyaris bersentuhan dengan dahi Kim.
“Siapakah engkau sebenarnya, Xiao Kim? Engkau adalah nama yang aneh dan juga tugas yang aneh. Apakah Anda utusan dari neraka atau dari surga yang baru turun untuk menjerat keperkasaanku dan juga kesombonganku yang brutal?” tuntut Xian, matanya menampakkan api amarah dan juga hasrat.
Tiba-tiba, Kim memejamkan mata. Rasa ketegangan ini adalah hadiah terhebatnya. Dia menunduk di pelukan Xian yang memburunya dengan keperkasaan brutal.
Dia menyentakkan kata-kata itu. Satu komando terakhir dari Petugas Laundry. Kata-kata yang meresmikan hubungan dan utang budi di antara mereka. Sebuah deklarasi abadi.
“Aku adalah penyelamatmu, Tuan Jenderal Xian.”