Nara Anjani Sukma berada di situasi harus menikah dengan adik angkat pria yang akan melamarnya. Sakti Pradana tidak menduga ia akan bertukar jodoh dengan kakak angkatnya. Dua karakter bertolak belakang, pertemuan tak terduga dan pernikahan mendadak seperti tahu bulat, drama rumah tangga apa yang akan mereka jalani.
===
“Sudah siap ya, sekarang aku suamimu. Bersiaplah aku buat kamu bahagia jiwa dan raga.” Sakti Pradana.
“Aku penasaran, apa milikmu bisa sesakti namamu.” Nara Anjani Sukma
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3. Kera Sakti
Bab 3
Nara menuruni anak tangga lalu menuju dapur, tampak para asisten rumah tangga sibuk mempersiapkan hidangan untuk makan malam. Bukan hanya untuk keluarga itu, tapi menyambut tamu agung. Tentu saja menurut Jimmy
Membuka pintu lemari es dan mengeluarkan botol air mineral untuk menuntaskan dahaga.
“Loh, mbak Nara kok belum rapi?”
“Lah ini udah rapi,” sahut Nara.
Padahal menggunakan kaos dan celana pendek, kostum saat dia rumah yang disebutnya rapi.
“Tamunya bentar lagi datang, masa menyambut pake baju begini. Mbok ya ganti dulu, ayo sana keburu mereka datang.”
Bibi mendorong pelan tubuh Nara keluar dari dapur.
“Drama.”
Nara menoleh, mengabaikan Serli mengejek dirinya. Tidak aneh, karena mereka memang tidak akrab. Serli adalah anak sambung dari ayah Nara dan mereka seumuran, yang berbeda hanya status saja karena Serli sudah pernah menikah.
Saat Ibu Nara tiada, ayahnya menikah lagi dengan Nola -- Ibu dari Serli. Ayah Nara kecelakaan dan meninggal setelah menjalani perawatan, sempat menitipkan Serli dan Nola pada Jimmy juga Nara. Pesan terakhir dari mendiang Ayah Nara, tetap dilaksanakan demi menghormati keinginan almarhum. Hanya saja, sifat ibu dan anak itu cenderung tidak tahu malu.
“Apa sih, nyambung aja kaya petasan,” ejek Nara.
Serli tersenyum sinis. “Wajar dijodohkan, nggak laku sih. Makanya jadi perawan tua.”
Tidak marah, Nara malah terkekeh lalu mendekati Serli. “Bukannya nggak laku, tapi gue menyeleksi benar kandidat pria yang akan menjadi teman seumur hidup. Salah pilih bisa-bisa berakhir kayak lo, menjanda.”
Serli mengepalkan tangan dan siap membalas ucapan Nara, tapi Nola menepuk bahunya.
“Kita lihat saja, dia bisa mempertahankan rumah tangganya berapa lama? Nanti juga jadi janda kayak kamu,” seru Nola pada putrinya.
Serli lalu tersenyum smirk.
“Sudah mbak, cepat ke kamar,” usir bibi menangani agar tidak kembali berdebat.
“Biar bi, biar Opa tahu kelakuan dan mulut mereka kalau dibelakang,” cetus Nara.
“Kenapa, kamu mau usir kami? Ingat ya, Ayah mewariskan juga bagiannya dan kami masih menjadi tanggung jawab opa.” Serli berkata dengan bangga sambil melirik sinis.
“Ya, ya, terserah kalian saja.”
Kali ini Nara beranjak meninggalkan ibu dan anak itu, bisa-bisa dia jantungan kelamaan bersama mereka. Alasan dia tidak nyaman di rumah adalah karena mereka itu, bahkan hal ini terjadi saat ayahnya masih ada. Nola dan Serli seakan tidak sadar atau amnesia kalau Nara adalah putri kandung dan cucu sah dari Jimmy. Tidak jarang Nara malah terpojok dan disalahkan oleh sang Ayah karena ulah Serli.
Bukan Nara namanya kalau tidak membalas, bukan dibalas dengan cara yang kasar, tapi elegan. Membuat Nola dan Serli semakin geram dengannya.
“Dandan yang cantik, mana tahu calon suami kamu ilfil,” ejek Serli.
“Nggak usah dandan, gue udah cantik dari lahir. Nggak kayak lo, muka udah kayak adonan donat, ditepungin mulu,” ejek Nara sudah menaiki anak tangga.
Jimmy keluar dari ruang kerjanya.
“Ada apa ini, siapa yang teriak?”
“Eh, Opa. Aku kira lagi di kamar,” ujar Serli langsung menghampiri dan memeluk lengan pria itu, mengarahkan menuju sofa ruang keluarga dan ikut duduk di sampingnya.
“Opa lagi kerja.” Kerja Jimmy dengan mengecek saham plaza atau berkomunikasi dengan para penyewa ruko. “Mana Nara?” tanya pria itu.
Nola ikut bergabung dengan Serli dan opa.
“Yang tadi teriak-teriak ya Nara, pih. Kami ingatkan untuk cepat siap-siap, keburu tamu datang. Tapi, ya gitu.” Nola mengedikan bahu.
“Gimana outlet kamu?” Jimmy memberikan satu ruko yang cukup luas dengan dua lantai pada Nola untuknya membuka usaha. Namun, sudah berkali-kali ganti usaha.
“Gimana ya pih, kurang luas. Tidak ada space untuk simpan stok dan ruang pajang. Harusnya kasih kami satu tempat di plaza.”
“Kamu kelola saja yang ada dulu, bangun dan kembangkan brand kalian. Kalau sudah terkenal, mau dimanapun pasti orang datang,” ujar Jimmy.
“Opa, butik dan marketing bukan bidang aku. Kayaknya nggak bisa kerja sama dengan mama, coba kasih aku pekerjaan lain.”
“Nanti opa pikirkan.” Jimmy berdiri dan beranjak ke kamar untuk berganti pakaian, ingin menyambut tamunya dengan baik.
Sedangkan di dalam kamar, alih-alih segera bersiap Nara malah santai. Sempat menonton drama dan menscroll media sosial. Baru saja selesai mandi saat pintu kamarnya diketuk.
“Apa Bik?” Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.
“Tamunya sudah datang, Opa minta mbak ke bawah. Ya ampun kok belum rapih.” Bibi menerobos masuk ke kamar lalu menguncinya dan menarik Nara ke meja rias. “Duduk, bibi bantu keringkan.”
“Hah, biarin aja bik. Biar mereka menunggu. Kalau memang jodoh, harusnya mau menunggu.”
“Ck, mbak Nara ini pasti sengaja biar mereka sebel.”
“Nah, itu tahu.”
Bibi menggeleng pelan sambil mengeringkan rambut Nara dengan hair dryer.
“Sudah ini, nggak lepek. Bajunya yang mana, mbak?” Bibi menuju walk in closet dan menemukan dress sudah tergantung langsung membawanya keluar.
Nara masih melakukan touch up pada wajahnya. dengan make up sederhana, tapi tampak flawless. Sudah memiliki kompetensi untuk merias wajah dan menata rambut sederhana, tidak aneh kalau Nara bisa tampil elegan dan semakin cantik.
“Sudah cantik. Ayo, ke bawah.”
“Gimana sih, bi. Udah dasarnya aku cantik lah.”
Bibi terkekeh. “Iya. Ayo, nanti kena marah opa.”
Saat menuruni anak tangga, sudah terdengar perbincangan serta suara Opa yang khas. Bergabung di ruang tamu, Nara mengucap salam.
“Nah, ini cucuku. Nara Anjani Sukma,” ujar Jimmy. Nara tersenyum lalu menghampiri Naryo dan Sinta--istrinya, lalu mencium tangan pasangan itu.
“Sore om, tante,” ucap Nara.
“Sore, cantik,” ujar Sinta.
Nara juga bersalaman dengan Samir, sudah mencari tahu pria yang akan dijodohkan dengannya. Samir tersenyum bahkan saat bersalaman salah satu jarinya mengusap telapak tangan Nara.
Aneh dan me_sum, pikir Nara.
Nara duduk di samping Opa, Nola dan Serli juga sudah ada di sana.
“Jadi, gimana ini. Saya nggak sabar untuk bicarakan kelanjutan hubungan mereka,” seru Naryo menunjuk putranya juga Nara.
Mendadak raut wajah Nara berubah datar. ‘Ya ampun, di mana-mana pake basa-basi kali,’ batin Nara.
“Iya Pak Jimmy, biar kami lebih tenang menjalani hari tua kalau anak-anak sudah berumah tangga. Masih ada adiknya Samir yang harus kami pikirkan,” ujar Serli.
“Adik angkat.” Kali ini Samir yang bicara.
Jimmy mengangguk ia tahu kalau keluarga itu memiliki dua putra. Nara ingin sekali mencibir, bisa-bisanya di tengah acara resmi begitu Samir memperjelas status hubungan dengan adiknya.
“Loh, adikmu kemana? Tadi bukannya sudah datang.”
“Saya di sini, maaf.”
Nara menoleh ke arah pintu, seorang pria berdiri di sana. Dahi Nara mengernyit memastikan siapa pria itu. Bukan hanya Nara yang terpaku, pria itu pun menatap fokus ke arah Nara.
“Kamu ….” Ucap Nara dan Sakti bersamaan.
“Kalian kenal?” tanya Opa.
“Kera Sakti, ngapain kamu di sini?” tanya Nara menunjuk Sakti.
\=\=\=\=
Hai ketemu lagi dengan karya baru aku. Jangan lupa tinggalkan jejak dan ikuti sampai tamat ya. 🥰🥰
ada aja bahasa lo sak, kalau kata nara mah lebay tapi dia demen mesam mesem sendiri😂😂
heran orang ko ribet banget ya biarin aja toh mereka ini yang nikah. situ kalau iri ya tinggal nikah nih sellir nganggur 😂😂
gayanya ngentol abis ra ehhhhhh demen juga kan di sekop sekop kerasakti🤭🤣🤣🤣🤣
bakal gimana itu keseruannya???
Nara udh kasih warning ya ..