Nadia Prameswari menjalani kehidupan yang sempurna dengan suaminya di mata publik. Namun sebenarnya, pernikahan itu hanya untuk kepentingan bisnis dan politik.
Nadia seorang wanita aseksual, membuat Arya selingkuh dengan adik tirinya.
Hal itu membuat Nadia bertekad memasang chip di otaknya untuk mengaktifkan hasrat yang selama ini tidak pernah dia rasakan.
Namun, apa yang terjadi setelah rasa itu aktif? Apa dia akan menjerat Arya atau justru terjerat pria lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11
“Bu Nadia!” teriak Niko sekuat tenaga begitu melihat tubuh Nadia tergeletak di tengah jalan dan diterpa cahaya lampu kendaraan yang berhenti mendadak. Suara klakson bersahutan, orang-orang mulai berkerumun di sekitar mereka.
Tanpa pikir panjang, dia berlari dan berlutut di sisi Nadia. Tangan kirinya langsung menopang kepala Nadia agar tidak menyentuh aspal yang dingin. Wajah Nadia tampak pucat, helaan napasnya sangat pelan, dan setitik darah mengalir dari pelipisnya.
“Bu Nadia! Dengar saya!” Niko menepuk lembut pipinya, tapi kelopak mata itu hanya bergerak sedikit, separuh terbuka menatapnya dengan pandangan kabur.
Dengan satu tangan, Niko mengambil ponselnya, jari-jarinya gemetar saat menekan nomor darurat. “Ambulans! Di depan restoran Lotus Prime ada kecelakaan! Tolong segera datang!”
Selesai menghubungi, dia kembali menatap Nadia yang terbaring lemah di pelukannya. “Bu Nadia harus bertahan."
Nadia berusaha menggerakkan bibirnya. Suaranya nyaris tak terdengar di tengah riuh orang-orang. “Tetap di dekatku, apa pun yang terjadi nanti. Jangan biarkan Arya mendekat.”
Satu tangan Nadia menggenggam kuat tangan Niko.
Niko menatapnya dengan mata memanas, tapi sebelum sempat menjawab, jari-jari itu mulai kehilangan tenaga, dan kepala Nadia terkulai pelan di dadanya.
“Bu Nadia!” Niko menepuk lembut wajahnya, namun tidak ada respon. Napasnya tercekat, matanya memerah menahan panik.
Arya berdiri terpaku di belakang Niko. Dia tidak menyangka hal ini akan terjadi. Dia berjalan mendekat dan meraih Nadia.
Namun Niko menepis dan mendorongnya ke belakang. “Pak Arya, jangan mendekat! Biar saya yang mengurus Bu Nadia!”
Arya menatap Niko dengan emosi. “Kamu bicara apa? Jangan macam-macam di depan publik," bisik Niko dengan suara yang penuh penekanan.
“Kalau Bapak memang peduli, lebih baik pikirkan cara menjelaskan kejadian ini pada publik. Semua orang sudah merekam.”
Arya hanya mengusap wajahnya, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya.
“Jangan rekam apapun! Saya mohon, semua hentikan rekamannya!” Untungnya anak buah Arya segera datang. Mereka langsung bergerak cepat memecah kerumunan, menyingkirkan para penonton yang masih berusaha mengambil gambar.
Begitu ambulans datang, dua petugas medis berlari membawa tandu. Niko segera mengangkat tubuh Nadia dengan hati-hati.
Tangan Nadia masih menggenggam tangan Niko dengan erat meski tanpa kesadaran. Dia menatapnya sesaat, lalu memutuskan untuk tidak melepaskannya. Dia ikut naik ke dalam ambulans.
Arya hendak ikut masuk, tapi Niko menatapnya tajam dari dalam pintu. “Pak Arya jangan ikut! Biar saya yang mengurus Bu Nadia.”
Arya tidak bisa memaksa karena saat ini ada banyak pasang mata yang terus memperhatikannya.
Petugas medis menutup pintu ambulans dan ambulans segera melaju kencang menuju rumah sakit terdekat.
Niko terus menatap tangan Nadia yang masih menggenggam tangannya erat meski dia tak sadarkan diri.
"Nadia, bertahanlah. Aku akan menuruti kemauan kamu."
****
Setelah sampai di rumah sakit, brankar Nadia segera didorong ke ruang IGD. Genggaman tangan Nadia pada Niko akhirnya terlepas karena dokter langsung menangani kondisi Nadia.
Perawat dengan cepat menempelkan oksigen di hidungnya, sementara dokter memeriksa pupil matanya yang melemah.
“Tekanan darahnya turun drastis!” seru salah satu dokter. “Kandungan obat di dalam darahnya sangat tinggi!”
Niko berdiri di luar ruangan, menatap lewat kaca jendela dengan wajah tegang. Dadanya naik turun menahan emosi. Dia menoleh ke arah dua pengawal pribadinya yang baru datang dengan tergesa.
“Mulai sekarang, tidak ada satu pun yang boleh masuk,” ucap Niko dengan tegas. “Termasuk Pak Arya. Kalau dia datang, tahan di luar rumah sakit. Jangan biarkan mendekat.”
“Siap, Pak,” jawab salah satu pengawal, lalu segera mengambil posisi di depan pintu IGD.
Dari ujung koridor, Niko bisa melihat beberapa wartawan sudah mulai berdatangan, membawa kamera dan mikrofon. Rupanya kabar kecelakaan itu sudah tersebar cepat. Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan menelpon sekretaris pribadi Nadia.
“Segera buat pernyataan resmi. Katakan bahwa kondisi Bu Nadia stabil dan penyebab kecelakaan masih diselidiki. Jangan beri ruang untuk gosip apa pun." Setelah mendapat jawaban, Niko menutup panggilan itu.
Pandangannya kembali jatuh pada kaca ruang IGD. Dia melihat dokter masih berusaha menahan penurunan tekanan darah Nadia.
Niko menggenggam erat kedua tangannya, rasa bersalah dan amarah bercampur di dada. Seandainya saja dia tidak datang terlambat, pasti Nadia tidak akan terluka seperti ini.
“Arya, kali ini kamu sudah melewati batas. Aku benar-benar akan mengambil Nadia dari kamu! Lima tahun waktuku terbuang sia-sia membiarkan Nadia bersama orang tidak punya hati sepertimu!"
Beberapa menit kemudian, pintu IGD terbuka. Seorang dokter keluar dan melepas sarung tangannya dengan ekspresi serius.
“Kondisi pasien kritis. Luka di kepala cukup dalam dan ada efek dari obat tidur dosis tinggi di tubuhnya. Sehingga menyebabkan Bu Nadia tidak akan sadarkan diri dalam waktu yang lama,” jelas dokter itu. “Kami sudah melakukan tindakan darurat, tapi pasien butuh pengawasan intensif di ruang ICU.”
"Iya, tolong lakukan apapun demi keselamatan Bu Nadia dan tolong jangan tunjukkan hasil pemeriksaan Bu Nadia pada siapapun. Termasuk suami dan keluarganya."
"Baik, saya mengerti." Dokter mengangguk dan segera memerintahkan perawat memindahkan Nadia ke ruang ICU. Saat ranjang dorong itu melintas, Niko berjalan di sampingnya, memegangi tangan kanan Nadia yang lemah.
Setelah sampai di ruang ICU, Niko hanya berdiri di depan ruangan kaca itu dan melihat suster serta dokter memasang peralatan medis di tubuh Nadia.
"Arya! Tega sekali melakukan ini pada Nadia! Tunggu saja pembalasan dariku!" Niko membuang napas kasar lalu duduk di kursi tunggu. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Prof, Bu Nadia kecelakaan dan kemungkinan butuh waktu lama untuk sadarkan diri karena pengaruh obat tidur dosis tinggi. Apa prosedur itu bisa dilakukan sekarang? Saya yakin, chip itu bisa membantu pemulihan Bu Nadia."
Niko mengepalkan satu tangannya mendengar penjelasan dari Profesor Axel. "Iya, saya yang akan bertanggung jawab. Saya yang akan menjaga Bu Nadia."
hottttt
di tunggu updatenya
pasti Nadia luluh...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
parah ni