Keanu Wiratmadja
Presdir muda yang tak pernah tertarik pada seorang wanita selama hidupnya, tiba-tiba hatinya tergerak dan ingin sekali memilikinya. Karena dia wanita pertama baginya.
Keana Winata
Putri semata wayang yang sangat disayangi ayahnya, tapi bukan berarti dia putri yang manja. Dia berbeda, sehingga dapat membuat seseorang tergerak hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ade eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 20
Ana menoleh ke arah wajah Ken, tapi Ken malah sengaja ikut menoleh ke arah Ana sehingga bibir mereka bertemu. Ana membulatkan matanya lebar. Saat akan menjauhkan wajahnya, Ken menahan tengkuk kepalanya dan menyesap lembut bibir Ana.
Han yang melihat pemandangan langka pun tak melewatinya. Dia merasa malu sendiri dan menutupi wajahnya dengan jemari tangan nya yang merenggang. Yang jelas saja, Han masih ketagihan melihat adegan bossnya itu.
***
Ken menyesap lembut bibir Ana yang manis selama beberapa saat kemudian melepaskannya. Dia kembali ke tempat duduknya di hadapan Ana, meninggalkan Ana yamg masih mematung mendapat serangan mendadak.
"Haha, lihatlah wajahmu sekarang?", ucap Ken menggoda Ana yang masih terkejut atas serangannya tadi.
Mendengar Ken berucap, kesadaran Ana pun kembali. " Kau! Beraninya kau! Apakah kau tahu itu adalah yang per...", ucap Ana kesal namun tak menyelesaikan kalimat terkahirnya.
"Per apa? Jangan bilang ini yang pertama untukmu?!", ucap Ken terkekeh semakin menggoda Ana.
Karena memang itu adalah yang pertama untuknya, selama hidupnya Ana tak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun. Dia lebih memilih hidup bebas tanpa beban. Tapi dia berharap suatu saat akan melakukan semua hal untuk pertama kalinya dengan orang yang dia sukai, bukan dengan orang sembarangan seperti Ken.
"Berarti ini adalah yang pertama bagi kami", ucap Ken bangga dalam hati.
Ana mendengkus kesal, "Dasar kau tidak tahu malu".
"Terima kasih, bibirku memang manis", jawab Ken semakin menjadi menggoda Ana.
"Dasar kurang ajar!", umpat nya lagi.
"Ah, apa kau ketagihan?!", Ken belum berhenti menggodanya.
"Berhenti atau..", ancam Ana yang kini sudah berdiri sambil berkacak pinggang dan matanya membulat besar. Dia menggigit bibir bawahnya dengan gemas menahan amarahnya.
"Atau apa?", tanya Ken dengan senyuman termanisnya.
"Atau ku tendang kakimu, heh", kini emosi Ana sudah memburu.
"Waahh, kau sungguh menakutkan!", ucap Ken berpura-pura takut. Emosi Ana belum reda juga.
"Baiklah, baiklah!", ucap Ken bangkit dari duduknya dan menghampiri Ana yang masih emosi.
"Lain kali, jangan sembarangan menyentuh orang lain", Ken mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya dan menepak kening Ana agak keras sehingga benda itu menempel di sana.
Ana mengambil benda yang ada di keningnya, kemudian dia mengusap keningnya yang terasa lumayan pedas. Ana tertegun melihat foto dirinya dalam dandanan biasanya. Tubuhnya mematung seketika.
Ken menaikkan sudut bibirnya dan membisikkan sesuatu padanya, "jelaskan saja siapa dirimu yang sebenarnya". Kemudian dia berlalu pergi meninggalkan Ana yang masih mematung.
"Aku menunggumu di sana", teriak Ken dari kejauhan sambil menunjuk ke arah mobilnya di seberang jalan.
Ana hanya bisa menghembuskan nafasnya kasar melihat kepergian Ken. Paling tidak Ken belum tahu siapa Ana sebenarnya.
***
Akhirnya jam kerja Ana sudah selesai. Setelah memastikan minimarket itu sudah terkunci rapat. Ana melangkahkan kakinya malas ke arah mobil yang terparkir di seberang jalan. Di sana terlihat Ken sedang berdiri menyandarkan punggungnya ke mobil dan Han berdiri mendampinginya.
Ana menyeret kakinya yang berat sekali untuk diajak melangkah. Bahkan alam bawah sadarnya pun tak menginginkannya pergi dengan Ken.
Saat akan menyebrang, Ana melihat mobil bodyguard nya terparkir tak jauh di belakang mobil Ken. Tak ada yang keluar dari sana, tapi ada hawa yang kuat sedang mengawasinya.
Ana sudah berada di hadapan Ken dan Han. Ana mengulurkan tangannya pada Han untuk memperkenalkan diri. Ken melirik tajam pada tangan Ana yang terulur dan berdehem "Eherm, eherm".
Han melihat tingkah bossnya hanya bisa menggeleng pelan dan tersenyum.
"Iya iya, saya tau. Saya tidak boleh menyentuhnya kan?!", gumam Han dalam hati.
"Saya Han, asisten pribadi Tuan", ucapnya pada Ana dengan sopan tanpa menyambut tangan Ana.
"Bahkan bersalaman saja tidak boleh. Dasar seenaknya!" , gerutu Ana dalam hati.
Ana menarik tangannya yang tadi terulur untuk berkenalan dengan Han. Kemudian melipatnya ke belakang. Dia memberikan kode kepada bodyguardnya yang berada tak jauh di belakangnya. Dia menunjukkan sebuah jempol, yang artinya dia baik-baik saja. Dan mengibas-ngibaskan tangannya, supaya mereka pergi.
"Sepertinya mereka sedang mengangguk hehe", ucapnya dalam hati.
Han membukakan pintu mobil, dan Ken langsung masuk. "Silahkan masuk Nona!", Han mempersilahkan Ana masuk mobil dengan sopan.
Sebelum masuk ke dalam mobil, Ana sedikit menoleh ke belakang. Ujung matanya menangkap bahwa mobil itu tak bergeming. Kemudian dia menghembuskan nafasnya kasar, dan memasuki mobil Ken. Han sedikit berlari memutari mobil, dia masuk dan duduk di samping supir.
Mobil yang mereka kendarai mulai berjalan. Suasana hening meliputi mereka semua. Tapi Ana sebenarnya sedang memikirkan cara agar ia dapat melihat ke belakang, untuk memastikan apakah bodyguardnya mengikutinya atau tidak.
"Ah aku ada ide", ucapnya dalam hati.
Dia merogoh ke dalam tas selempang yang biasa di pakainya. Kemudian wajahnya terlihat senang setelah menemukan sesuatu di sana. Dia mengeluarkan benda itu dan mengangkatnya ke depan wajahnya. Itu adalah sebuah cermin.
Ana pura-pura sedang bercermin. Namun sesekali diarahkannya ke belakang mobil. Dari bayangan cermin dia dapat melihat mobil bodyguardnya sedang mengikuti mereka.
"cih, dasar keras kepala", umpat Ana dalam hati.
Ken melihat gelagat Ana mencurigakan. Dia mengikuti arah pandangan Ana pada cermin yang dia pegang. Ken tersenyum, dia mengerti apa yang Ana pikirkan. Kemudian Ken mencondongkan wajahnya tepat di samping Ana sehingga menutupi target yang sedang dipantaunya. Ken tersenyum manis di pantulan cermin yang Ana pegang.
Ana bergidik ngeri melihat tingkah Ken. Kemudian memasukkan cerminnya kembali ke dalam tas.
"Apa kau sedang mengkhawatirkan mereka?", ucap Ken yang jarinya menunjuk ke arah belakang tanpa menoleh. Dia merajuk pada mobil yang mengikutinya sejak awal saat mereka pergi meninggalkan minimarket. Ken menyadari itu, namun dia hanya tersenyum dan menghiraukannya karena dia tau itu mobil orang-orangnya Ana. Mungkin mereka sedang memastikan keselamatan nonanya, begitu pikir Ken. Jadi dia membiarkan saja mobil itu terus mengikutinya.
"Bagaimana kau bisa tahu?", Ana kebingungan harus mengatakan apalagi. Seberapa besar Ken tahu tentang dirinya, Ana sungguh penasaran akan hal itu. Dia tak mengharapkan jawaban dari Ken. Dia mengernyit heran sendiri. Kemudian dia memalingkan wajahnya ke arah jendela. Ana lebih memilih melihat keluar jalanan ketimbang meladeni omongan Ken.
Seperti tersihir, Ken terus memperhatikan Ana yang memalingkan wajahnya ke arah luar jendela. Ken menatap Ana lekat. Jantungnya sangat kencang kali ini, ada dorongan untuk meraih Ana dan membawanya ke dalam pelukannya. Ken menangkap manik mata Ana dari pantulan kaca mobil. Tatapan mereka bertemu, keduanya jadi salah tingkah.
Untuk menghilangkan rasa gugupnya, Ana merogoh tas dan mengambil ponselnya. Dia memainkan ponselnya sambil menyender ke samping dekat jendela. Sedangkan Ken membuang pandangannya keluar jendela. Sesekali Ken menarik nafas dalam berusaha menetralisir perasaannya yang juga sedang gugup, namun dia pandai untuk menutupinya.
Tapi Ana bagai magnet baginya, matanya kembali mengarah pada Ana tanpa aba-aba. Ken memandangi Ana yang sedang sibuk dengan ponselnya. Dia memperhatikan Ana mulai dari rambutnya, matanya yang ia tutupi dengan kacamata tebal, pipinya kemudian bibirnya yang membuat hatinya gusar. Apalagi saat dia teringat ide gilanya untuk bisa mencium Ana, itu juga merupakan yang pertama baginya. Wajah Ken bersemu, tapi dia terus berusaha menetralisir agar Ana tak mengetahuinya.
Pandangannya terus ke bawah, ke arah ponsel yang Ana mainkan.
"cih, apakah lebih menarik ponselnya ketimbang diriku", umpat Ken dalam hati.
Bahkan dia sudah cemburu pada benda mati.
Ken mengakhiri pandangannya pada tas Ana. Tas selempang berwarna coklat dan ada beberapa gantungan kunci bergantung di ujung tasnya. Salah satunya menarik perhatian Ken. Gantungan kunci berbentuk huruf K.
Ken meraih gantungan itu dan membolak-baliknya. Dia merasa familiar dengan benda itu. Tapi dimana dia pernah melihatnya, Ken belum mendapatkan jawabnnya.
Ana merasa ada yang bergerak dari arah tasnya pun menghentikan aktivitasnya. Dia menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Ana melihat Ken memainkan gantungan kesayangannya pun berubah menjadi posesif.
Ana menarik tasnya kasar sehingga gantungan yang Ken pegang terlepas dari genggamannya. Ken mengernyit heran.
"Kenapa?", tanyanya singkat.