Aku yang membiayai acara mudik suami ku, karena aku mendapat kan cuti lebaran pada H-1. Sehingga aku tidak bisa ikut suami ku mudik pada lebaran kali ini, tapi hadiah yang dia berikan pada ku setelah kembali dari mudik nya sangat mengejutkan, yaitu seorang madu. Dengan tega nya suami ku membawa istri muda nya tinggal di rumah warisan dari orang tua mu, aku tidak bisa menerima nya.
Aku menghentikan biaya bulanan sekaligus biaya pengobatan untuk mertua ku yang sedang sakit di kampung karena ternyata pernikahan kedua suami ku di dukung penuh oleh keluarga nya. Begitu pun dengan biaya kuliah adik ipar ku, tidak akan ku biar kan orang- orang yang sudah menghianati ku menikmati harta ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leni Anita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8
Malam ini aku memutuskan memesan makanan dari luar, aku malas jika harus berada di satu meja dengan kedua manusia tidak tahu diri itu. Aku biar kan mereka makan malam dengan menu makanan yang lengkap malam ini, karena untuk malam - malam selanjutnya belum tentu mereka akan bisa menikmati makan malam yang enak seperti malam ini.
"Kamu makan yang banyak ya sayang, biar kita lebih semangat malam ini!" Mia berkata sambil memasuk kan berbagai macam lauk ke dalam piring Mas Randi.
Seperti nya dia sengaja ingin memanasi aku, karena saat ini aku sedang berada tidak jauh dari meja makan untuk mengambil air minum.
"Iya sayang, semoga kita bisa memberi kan orang tua ku cucu secepat nya!" Mas Randi menjawab ucapan Mia sambil tersenyum.
'Kita lihat saja, apakah malam - malam selanjutnya kalian masih bisa menikmati makan malam romantis kalian!' Batin ku di dalam hati sambil tersenyum kecut.
Bel berbunyi sehingga aku bergegas ke depan, aku membuka pintu dan mengambil makanan yang sudah aku pesan tadi. Aku segera membawa makanan ku ke atas, aku makan di kamar ku.
Tok, tok, tok.
Pintu kamar ku di ketuk setelah aku selesai makan, aku tahu pasti mas Randi yang mengetuk pintu nya.
"Ada apa mas?" Tanya ku dengan wajah datar saat aku mendapati wajah nya mas Randi ketika membuka pintu.
"Dek, kita bisa bicara sebentar!" Mas Randi menatap ku.
"Bicara saja mas!" Aku berkata tapi aku sengaja tidak membuka pintu kamar ku dengan lebar.
Aku berdiri di pintu yang sengaja aku buka sedikit, aku tidak mau mas Randi masuk ke dalam kamar ini. Membayangkan desahan mas Randi dan Mia tadi sore masih membuat ku sakit.
"Kita masuk dulu dek, gak enak bicara sambil berdiri begini!" Mas Randi bergerak maju untuk masuk ke dalam kamar ku.
"Bicara di sini saja mas!" Aku menahan Randi agar tidak masuk ke dalam kamar ku.
"Dek, kamu dan Mia tukeran kamar aja ya. Mia mau tidur di kamar ini!" Mas Randi mengatakan tujuan nya menemui ku.
"Maaf mas, ini adalah kamar ku jauh sebelum kita menikah dulu. Jadi aku tidak akan membiarkan siapa pun yang mengambil milik ku!" Aku begitu geram dengan mas Randi, dengan begitu mudah nya dia meminta ku untuk memberikan milik ku pada gundik nya.
"Tapi dek, kamu sudah lama menempati kamar ini. Biar kan sekarang Mia juga yang menempati kamar ini! Kamu bisa tidur di kamar lain, di rumah ini ada banyak kamar!" Mas Randi tetap memaksa aku untuk memberikan kamar ku pada gundik nya.
"Cukup mas, aku tidak akan pernah memberikan kamar ini pada gundik mu!" Aku langsung menutup pintu kamar ku dengan kasar, karena tidak ada gunanya berdebat dengan manusia seperti mas Randi.
"Dek, buka dek. buka!" Mas Randi terus menggedor pintu kamar ku.
"Berani nya kau mas meminta kamar ku untuk gundik mu!" Aku berguman dengan geram.
Dari pada aku memikirkan mas Randi lebih baik aku tidur saja, aku butuh banyak energi untuk membalas perbuatan orang- orang yang sudah berkhianat pada ku.
- - - - -
Suara adzan subuh terdengar sayup - sayup di telinga ku, aku pun segera bangun dan melakukan kewajiban ku pada Tuhan. Sekarang aku lebih santai, jika selama ini aku harus menyiapkan sarapan untuk mas Randi, tapi sekarang aku tidak perlu menyiapkan semua lagi. Aku biar kan itu menjadi urusan istri kedua nya.
Setelah berpakaian rapi aku segera turun ke bawah, sekarang aku lebih santai dari biasanya.
"Loh dek, sarapan nya mana?" Mas Randi yang sudah rapi dengan pakaian kebanggaan nya terkejut melihat tidak ada sarapan di meja pagi ini.
"Kamu lupa mas, bahwa kamu memiliki dua istri. Jadi minta istri kedua mu menyiapkan sarapan untuk mu, jangan cuma bisa nga****ng aja!" Aku berkata dengan sinis.
"Jangan bercanda dek, mas mau kerja dan harus sarapan dulu!" Mas Randi tampak kesal karena tidak ada sarapan pagi ini.
"Kunci mobil mana mas?" Aku menadah kan tangan ku meminta kunci mobil ku pada nya.
"Kunci mobil yang mana dek? Kan mas gak bawa mobil mu, mas bawa mobil mas sendiri!" Mas Randi berkata dengan rasa percaya diri yang tinggi.
Aku tertawa mendengar pembelaan mas Randi, mungkin dia sudah amnesia sehingga dia lupa bahwa diri nya belum pernah membeli mobil.
"Sejak kapan mobil yang di belikan oleh orang tua ku menjadi milik mu?, aku bahkan tidak pernah memberi kan mobil ini pada mu!" Aku mengambil kunci mobil yang berada di atas meja tepat di samping tas nya mas Randi.
"Dek, mas naik apa ke sekolah kalau mobil kamu ambil, lagian kan kamu ada mobil kantor ngapain ambil mobil mas!" Mas Randi tetap kekeh dengan mengatakan bahwa mobil ini milik nya.
"Mobil kantor sudah aku kembali kan, jadi aku mau pake mobil ku sendiri mulai hari ini dan seterus nya!" Aku berkata sambil tersenyum manis pada suami ku.
"Tidak bisa gitu dek, mas mau pake mobil itu, sini kembalikan kunci nya pada Mas!" Mas Randi ingin mengambil kembali kunci itu dari tangan ku.
"Maaf mas, ini mobil ku. Mulai hari ini aku tidak akan membiarkan Mas memakai nya kembali!" Aku berkata dengan tegas.
"Tapi dek, aku suami mu. Aku juga berhak atas mobil mu!" Mas Randi tetap ngeyel ingin membawa mobil ku.
Aku tidak menghirau kan ucapan mas Randi, mata ku fokus pada benda pipih yang berada di samping tas kerja nya Randi. Aku mengambil nya dan memperhatikan nya dengan seksama.
"Mas, kau bilang ponsel mu jatuh dan rusak kan, tapi ini ponsel mu dan masih masih baik - baik saja!" Aku berbicara sambil mengangkat ponsel itu.
"Itu,,,,itu dek,,,,!" Mas Randi tampak gugup.
Aku tahu ini adalah ponsel nya mas Randi, ponsel dengan lambang apel di gigit itu aku yang membeli nya dulu untuk mas Randi. Dia meminta uang sebesar 30 juta pada ku untuk membeli ponsel baru dengan alasan ponsel nya jatuh ke dalam air dan rusak. Tapi nyata nya ponsel nya baik - baik saja.
"Uang itu untuk mahar mas Randi menikahi ku!" Tiba- tiba Mia keluar dari dalam kamar menjawab semua pertanyaan ku.
"Keterlaluan kau mas, kau membohongi ku demi menikahi nya. Kau benar- benar tidak tahu malu!" Aku semakin terluka saat mengetahui satu kenyataan mas Randi menikahi gundik nya dengan uang ku.
"Seorang lelaki memiliki istri lebih dari satu itu tidak dilarang dek, jadi terserah kalau aku menikah lagi!" Mas Randi sengaja mengalihkan topik pembicaraan agar aku tidak lagi membahas masalah uang itu lagi.
"Bi Sri!!!" Aku memanggil bi Sri yang baru saja tiba di rumah ku.
"Iya bu Arin!" Bi Sri berjalan mendekati ku.
"Mulai hari ini bibi tidak perlu lagi memasak untuk makan siang dan makan malam di rumah ini. Tugas Bi Sri hanyalah beres - beres, mencuci dan menyetrika saja. Bi Sri tidak perlu lagi memasak di rumah ini, kecuali untuk makan Bi Sri sendiri!" Aku memberi tahu bi Sri.
"Baik bu Arin!" Bi Sri tampak mengerti dengan perintah ku.
"Tidak bisa gitu lah dek, bi Sri kan di bayar untuk mengerjakan semua nya!" Mas Randi tidak terima dengan keputusan ku.
"Mas, aku lah yang membayar gaji bi Sri di rumah ini, bukan diri mu. Dan untuk bi Sri, bibi hanya patuh pada perintah ku saja, jangan dengar kan orang lain di rumah ini. Jika ada yang berani atau pun mengancam bi Sri, beri tahu aku!" Aku berkata dengan nada tegas.
"Iya bu Arin, bibi pamit ke belakang dulu!" Bi Sri berlalu dari hadapan kami.
"Apa maksud mu dengan melarang bi Sri memasak, dia adalah pembantu dan memasak itu adalah kewajiban nya!" Mia berkata pada ku dengan garang nya.
"Kita lanjut kan pembicaraan ini nanti, aku harus pergi sekarang!" Aku melihat jam di pergelangan tangan ku.
Aku bergegas pergi dari rumah, aku bisa terlambat jika aku harus berdebat dengan mereka lagi. Jika mereka masih ingin berdebat dengan ku, maka sore nanti akan akan ladeni mereka.
Aku tidak perduli bagai mana mas Randi mau pergi ke sekolah tempat dia mengajar, Bahkan hari ini sebelum pergi aku pun sudah mengunci pintu kamar ku terlebih dahulu.