NovelToon NovelToon
Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Demi Semua Yang Bernafas Season 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi / Raja Tentara/Dewa Perang / Pulau Terpencil / Kultivasi Modern
Popularitas:13.7k
Nilai: 5
Nama Author: Babah Elfathar

Yang Suka Action Yuk Mari..

Demi Semua Yang Bernafas Season 2 Cerita berawal dari kisah masalalu Raysia dan Dendamnya Kini..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Babah Elfathar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Bab 4 -

Ketika Rangga mengucapkan kata-kata itu, semua tatapan langsung tertuju pada Raysia!

Perempuan itu mengusap ujung hidungnya perlahan, lalu berbalik kepada Leon dan istrinya yang berdiri di sisi kanan.

“Pak Leon, tolong, kalian sekeluarga minggir dulu ya,” ucapnya datar namun tegas.

Pasangan itu sempat tampak terkejut. Tapi tanpa banyak bicara, keduanya segera mengangguk cepat.

Masih ada rasa segan yang dalam terhadap Raysia, jadi mereka memilih menyingkir dengan tenang. Bersama Raleen, mereka kembali ke dalam kabin.

Setelah itu, pandangan Raysia beralih pada chery dan Wina.

Keduanya saling berpandangan sesaat, lalu menggigit bibir tanpa berani berkata apa pun. Dalam diam, mereka pun bergegas masuk ke kabin.

Kini, hanya anggota tim Rangga yang tersisa di tempat itu.

Sementara itu, Anne sebenarnya jarang muncul di lantai lima.

Kini seluruh tim terdiri dari delapan orang, termasuk Puquh dan Raysia.

Awalnya Rangga berharap ada dua belas orang dalam tim, tapi empat lainnya harus tinggal untuk membantu Vergas dan rekan-rekannya.

Tentu saja, mereka kini bukan lagi bagian dari Night Watcher, jadi tidak bisa lagi menggunakan nama organisasi itu.

Begitu semua orang lain pergi, Raysia menghela napas pelan.

Ia menatap Rangga, lalu berkata dengan nada serius,

“Apakah kamu tahu kalau ada sebuah keluarga bernama Stanley di Kota Yanzim?”

“Keluarga Stanley?” alis Rangga sedikit terangkat.

“Mereka keluarga besar di sana?”

“Waktu aku terakhir di sana, iya, mereka cukup besar,” jawab Raysia perlahan.

“Dari nada bicaramu, sepertinya kamu tidak tahu soal mereka. Keluarga ini berasal dari Kota Yanzim sekitar empat puluh tahun lalu. Bisnis mereka waktu itu sangat besar. Tapi kemudian mereka pindah ke Kota NewJersey. Saat aku sampai di Barbar City, aku kehilangan jejak mereka sepenuhnya.”

Rangga melirik Sisil Bahri dan yang lainnya.

“Kalian tahu tentang keluarga itu?” tanyanya.

“Belum pernah dengar,” sahut Krish sambil mengerutkan bibirnya.

“Mungkin saja keluarga itu sudah jatuh. Orang-orang bilang kekayaan biasanya tak tahan lebih dari tiga generasi. Bisa jadi mereka bangkrut sepuluh tahun kemudian.”

Sisil menggeleng ringan.

“Mereka yang sudah sampai level Keluarga Tingkat Puncak sepuluh tahun lalu tidak akan runtuh hanya dalam empat puluh tahun.”

“Sulit dipastikan juga,” Krish menimpali.

“Kalau keturunan mereka tidak secerdas leluhurnya, mungkin saja bisnisnya ambruk, kan?”

“Tidak mungkin,” jawab Raysia yakin. “Waktu aku pergi dulu, kepala keluarga Stanley sudah mencapai tingkat Dewa, bahkan salah satu yang terkuat di level itu. Dengan kekuatan seperti itu, dia bisa hidup empat puluh tahun lagi tanpa masalah.”

“Kalau dibandingkan dengan Dimpsay bagaimana?” tanya Devan dengan nada ingin tahu.

“Tentu belum sekuat Dimpsay, tapi masih jauh di atas levelku,” ujar Raysia tegas.

“Keluarga sekuat itu tidak mungkin lenyap begitu saja dalam waktu singkat.”

Kata-katanya membuat Rangga terdiam sesaat.

Keluarga besar di Kota Yanzim biasanya saling terhubung, bahkan kalau tidak ada hubungan langsung pun, setidaknya data mereka pasti tercatat di Night Watcher.

Tapi anehnya, tak satu pun dari keenam anggota lama Night Watcher itu tahu soal Keluarga Stanley. Itu jelas sesuatu yang janggal.

Padahal, Raysia—yang berasal dari Keluarga Garcia yang kini sudah punah—masih tercatat dengan jelas di arsip.

Mendengar pernyataan Rangga, wajah Raysia menampakkan keraguan.

Selama ini, kebencian adalah bahan bakar yang membuatnya meninggalkan Barbar City. Namun ketika Rangga mengatakan bahwa Keluarga Stanley mungkin telah menghilang, hatinya terasa hampa—seolah meninju kapas. Rasa dendam yang dulu membara mendadak kehilangan tumpuannya.

“Baiklah,” ujar Rangga akhirnya sambil menarik napas panjang.

“Begitu aku kembali ke Kota Lyren Haven, aku akan menata semuanya lebih dulu, lalu aku akan menemanimu ke Kota Yanzim. Aku akan meminta beberapa teman di sana mencari tahu tentang keluarga itu. Begitu ada kabar sekecil apa pun, mereka akan melapor.”

“Baik,” jawab Raysia singkat namun penuh makna.

Sisil menatap jam di tangannya, lalu tersenyum.

“Sudah waktunya pemeriksaan fisik,” katanya ceria.

Rangga tampak heran, tapi tetap mengikuti.

Dipandu Sisil, ia berdiri dan berjalan kembali ke kabinnya.

Begitu tiba, tanpa ragu ia langsung melepas bajunya.

Sisil sudah terlalu sering melihat tubuh Rangga; mungkin ia bahkan hafal setiap detailnya lebih dari siapa pun.

Dengan senyum menggoda, Sisil memeriksanya sambil bertanya,

“Bagaimana dengan tubuhmu? Ada yang terasa aneh? Misalnya aliran Chi atau semacamnya?”

“Chi-ku sudah kembali normal,” jawab Rangga santai.

“Tidak seperti dulu saat aku pakai jurus Lonjakan Kematian. Kali ini, setelah bangun, aku merasa energi dalam tubuhku langsung pulih.”

Sisil tampak bingung.

“Jurus Lonjakan Kematian... tidak ada efek samping sama sekali?” tanyanya ragu.

“Aku juga tidak paham,” Rangga menggeleng. “Kenapa memangnya? Jangan-jangan ada efek susulan?”

“Sejauh ini sih belum terlihat,” gumam Sisil, menyentuh dagunya sambil berpikir.

“Mungkin karena waktu itu kamu sempat menyerap tulang naga. Ditambah efek dari jurus Lonjakan Kematian yang sebelumnya, tubuhmu jadi seperti kebal terhadap efek sampingnya.”

Rangga tertawa kecil, tapi sedikit canggung.

Melihat Sisil terus menatapnya sementara ia telanjang membuatnya tidak nyaman.

Ia batuk pelan. “Ehm... tatapanmu bikin aku agak tertekan, tahu?”

“Hahaha! Entah sudah berapa kali aku melihat tubuhmu begitu, Rangga,” ucap Sisil dengan tawa dingin.

Ia melemparkan handuk ke arahnya.

Begitu Rangga menutup tubuhnya, sorot matanya kembali hidup.

“Kalau begitu, berarti aku bisa pakai jurus itu sesukaku, dong?” ujarnya semangat.

Sisil langsung menatap tajam.

“Rangga, dengar aku baik-baik. Jangan gunakan Lonjakan Kematian sembarangan. Jurus itu melampaui batas kemampuan tubuhmu. Mungkin kali ini kamu baik-baik saja, tapi siapa tahu lain kali? Teoriku soal imun itu cuma dugaan.”

Ia lalu menatapnya lembut.

“Jangan lupa, apa yang harus kulakukan kalau kamu mati?”

“Eh?” Rangga menatapnya, agak salah tingkah.

Sisil cepat-cepat memperbaiki ucapannya.

“Maksudku, banyak orang yang bergantung padamu. Devan dan yang lain… mereka butuhmu. Kalau perang benar-benar pecah nanti, kamu harus tetap hidup untuk melindungi mereka—dan keluargamu juga.”

Rangga tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi sebulan… terlalu singkat.”

Ia menarik napas dalam.

“Setelah kita kembali ke Kota Lyren Haven, aku akan mengatur semua orang dulu, baru pergi ke Kota Yanzim dengan Raysia. Bulan ini ada banyak hal yang harus kulakukan. Pertama, membantu Thania menemukan tulang untuknya, lalu mencari tulang naga tambahan. Setelah itu, aku ingin membantu kalian semua naik ke tingkat Dewa.”

Sisil mengangguk. Ia sendiri sudah di tingkat puncak, dan sebagai Night Watcher nomor tujuh, dialah yang paling tinggi di antara mereka. Tapi untuk menembus tingkat Dewa bukanlah hal mudah.

“Baik,” katanya pelan.

“Tapi kuharap kali ini skalanya tidak sebesar sebelumnya. Kamu punya info soal tulang naga?”

“Ya,” jawab Rangga.

“Aku ada kerja sama dengan Warrace dari Kota NewJersey di kasino bawah tanah. Katanya ada beberapa tulang naga di sana. Kalau aku bisa mendapatkannya, kekuatanku mungkin bisa menyaingi orang tua itu.”

Sisil menggeleng pelan.

“Istirahat dulu. Aku mau keluar sebentar. Jangan ke geladak dulu, anginnya kencang. Tubuhmu belum stabil, jangan sampai sakit.”

“Baik,” sahut Rangga.

Begitu Sisil keluar, ia mengeluarkan ponselnya.

Beberapa hari setelah itu, hidup mereka berjalan damai.

Tubuh Rangga pulih dengan cepat—di hari ketiga setelah sadar, ia sudah bisa bergerak bebas, bahkan lukanya hampir sembuh total.

Pada hari keempat, Sisil membantunya melepas semua selang medis.

Malam itu, dua kapal mereka akhirnya mendekati KoTa Lyren Haven.

Setelah tujuh hari perjalanan dari Negara Oxon, mereka pun tiba.

Pukul dua dini hari, cahaya malam Kota Lyren Haven tampak menakjubkan.

Rangga berdiri di geladak, menatap gemerlap kota dengan senyum yang tak bisa ia tahan.

“Akhirnya, bisa hidup dengan tenang lagi,” gumamnya pelan sambil menyentuh hidung.

Opo iyo iso tenang den Rangga?

Bersambung...

1
Was pray
ya memang Rangga dan raysa yg harus menyelesaikan permasalahan yg diperbuat, jangan melibatkan siapapun
Was pray
Rangga memang amat peduli sama orang2 yg membutuhkan pertolongan dirinya tapi tidak memikirkan akibatnya
hackauth
/Pray/ mantap update terus gan
Was pray
MC miskin mantaf ..
Was pray
Rangga. dalam rangka musu bunuh diri kah?
adib
alur cerita bagus..
thumb up buat thor
adib
keren ini.. beneran bikin marathon baca
Maknov Gabut
gaskeun thor
Maknov Gabut
ceritanya seru
Maknov Gabut
mantaff
Maknov Gabut
terima kasih thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!