Because I Want You

Devan duduk di cafe favoritenya bersama Dion, ia menatap cangkir kopi yang sudah kosong. Tanganya memegang ponsel berharap ada notifikasi dari seseorang. Padahal baru beberapa hari berlalu semenjak terakhir kali mereka bertemu. Nama bisa hati bisa berbohong ketika merindu.

Tap ... tap ... tap ...

Suara langkah kaki mendekat terdengar semakin dekat, dan berhenti di sampingnya. "Kalian ngapain di sini?" tanya seorang perempuan cantik berambut pendek mengenakan rok mini. Ia menarik kursi dan langsung duduk tanpa permisi.

"Ngopi ngapain lagi. Lah lo ngapain di sini, bukanya jalan sama tunangan lo eh malah keluyuran malam-malam gini." cecar Devan menatap Vina yang pura-pura tidak tahu apapun.

"Lo itu pura-pura bego apa?" sungut Vina melipatkan kedua yanganya di dada.

"Maksud lo apa?" sahut Devan santai.

"Vin, mau kopi atau cappuccino late?" tanya Dion mengakhiri perdebatan di atara keduanya.

"Tau aja hati gue lagi galau. Cappuccino late aja tambah cake coklat deh, lagi pengin gue." sahut Vina dengan santai sedikit menurunkan emosinya.

"Ya jelas dia tahu lah yang lo suka." celetuk Devan lalu menyandarkan tubuhnya di kursi dan melipat kedua tanyanya. Tak lupa wajah tampan itu terseyum seakan mengejek.

"Apaan sih Lo. Jangan mengalihkan pembicaraan deh, dimana Athur?" tanya Vina yang enggan berdebat terus menerus dengan pria itu.

Devan justru mengangkat kedua bahunya acuh. "Nggak mungkin lo nggak tahu." sorot mata tajam Vina menyelidik.

"Udah apaan sih kalian. Nikmati aja, jangan banyak bacot. Kamu juga Vin, dia nggak 24 jam bersama tunangan lo. Justru harusnya lo yang lebih tahu dia." sela Dion bukan membela tapi menekankan kebenaran pada Vina.

"Tu, dia aja faham. Kenapa lo tanya gua?"

"Dion lo belain dia?" tunjuk Vina sedikit merajuk, Dino tahu itu tapi dia juga harus mengingatkan Vina nggak semua hal tentang Athur Devan tahu.

"Nggak ada yang belain. Tapi lebih kepada fakta."

"Permisi, ini cappuccino late dan cake coklatnya." ujar waitress meletakan di atas meja.

"Makasih." ucap Devan setelah itu pelayan pergi.

"Udah ah, cape gue sama kalian. Ujungnya gua yang salah," lalu menyambar gelas berisi cappuccino late dan meminumnya.

 Malam itu, Vina akhirnya menghabiskan waktu malam minggunya bersama kedua teman Athur. Wanita itu lagi-lagi kecewa oleh janji Athur, sama halnya dengan Devan dia juga heran kenapa bisa Athur tidak bersama Vina. Bahkan dia ingat betul tadi sudah mengantarkannya pulang kerumah.

Athur sendiri sudah bilang padanya akan menemui Vina agar perempuan itu tidak mencurigainya. Tapi di luar dugaan Devan dan juga Vina ternyata dia entah di mana.

"Beneran lo nggak tahu di mana Athur Dev?" tanya Dion yang sedikit curiga.

"Mana gue tahu, coba aja hubungi dia sendiri?" saran Devan.

"Gua udah hubungin berkali-kali tapi tak ada respon. Seingat gua tadi waktu tlp ada lo deh di mobilnya?" sahut Vina yang ingat betul percakapannya dengan Athur lewat telephone tadi.

"Iya emang ada gua, tapi dia cuman ngantar gua sampai rumah. Gua nebeng mobilnya, mobil gua lagi di bengkel." jelas Devan yang memang apa adanya.

"Dev jujur deh? lo kan yang paling deket sama Athur? Apa dia ada wanita lain?" tanya Dion mencari sesuatu yang menurutnya selama dia dengar dari Vina sikap Athur sangat jauh berbeda.

" Maksud lo Athur selingkuh gitu?" di balas anggukan oleh keduanya.

"Yang selingkuh itu Lo kenapa malah memutar balikkan fakta." ucap Devan telunjuknya menujuk kearah Vina, tetapi dia sangat santai.

"Jaga mulut lo Van!" bentak Vina kesal. Emosi gadis itu memuncak. Tak terima dirinya di tuduh selingkuh walau kenyataannya memang benar.

"Lo yang jaga tu bacot. Kalau nggak mau kebusukan lo gua bongkar." Ancam Devan santai tapi sorot matanya sangat tajam penuh dengan penekanan.

"Bangsat lo." kali ini Dion menggebrak meja, emosinya memuncak. Tanganya mengepal ingin memukul Devan, satu lagi sudah mencengkeram baju krah milik Devan kuat. Tapi pria itu justru tak ada niat sama sekali untuk membalas.

Sudut bibir Devan sedikit melengkung, seakan sedang mengejek Dion. Ia baru sadar dengan apa yang di lakukannya. Kenapa dirinya bisa seemosi ini pada Devan, seharusnya dia tidak perlu ikut campur. Vina menatap Dion, cengkramanya melonggar dalam hatinya tidak terima. Ia ingin sekali berteriak dan menyuruhnya menghajar Devan yang tidak tahu diri.

Pertikaian mulut mereka akhirnya meredan dengan sendirinya. Bahkan di sini Vina juga sebaliknya dia mengancam Devan. Sedangkan Dion pria itu justru pergi meninggalkan keduanya. Ia muak dengan sikap Devan juga Vina, memilih untuk menenangkan diri.

Namun sebelum Devan pergi dia mengatakan sesuatu pada Vina. "Ingat Vin, gua memang bajingan. Tapi gua tidak pernah berkhianat seperti lo. Jangan pikir kebusukan lo selama Ini akan selalu aman. Kita lihat sejauh apa lo bermain."

"Brengsek lo Van. Jangan kira gua akan diam aja, ingat Van tante Sintia bersama gua." balasnya senyum semringah seakan dia tidak akan terkalahkan.

"Kita lihat saja." sanggah Devan kemudian dia pergi meninggalkan Vina.

******

Drrrttt .... drrrttt .... drrrttt

Getar ponsel. Ia langsung meraihnya dan menyalakan benda pipih itu, ternyata pesan dari seseorang perempuan yang selalu datang padanya ketika hatinya .kacau.

"Aku tunggu di apartemenku."

Seulas seyum terlihat di bibir pria itu, dengan cepat menyambar kunci motornya. Ia bergegas pergi menuju lokasi. Namun, dalam perjalanan dia justru melihat motor sports hitam yang sangat di kenalinya melintas.

"Athur."

Pria itu berbalik arah, mengikuti pengendara yang di yakini juka itu Athur. Pikiranya sangat beruntung sekali bisa bertemu pria itu. Anehnya kenapa arah perginya motor yang di kendarai pria tadi justru semakin jauh dan ia merasa tidak pernah menginjakan di pemukiman itu.

"Kenapa dia di sini?" gumam yang masih menjaga jarak mengawasi perginya pria tadi.

Pria itu tidak salah dengan praduganya. Ternyata lelaki yang di ikutinya benar Athur. Ia melihat dengan sangat jelas, ketika membuka helmnya. Tak berselang lama dia justru di kejutkan dengan adegan seseorang perempuan. berlari memeluknya.

Pria itu langsung saja mengabdikan momen itu sebagai bukti jika ada apa-apa untuk kedepannya. Sungguh jantungnya ingin lepas dari tempatnya, pria yang selalu terkenal setia pada tunangannya ternyata dia bisa dekat dengan wanita lain.

Pria itu sengaja mengirim foto Athur bersama gadis itu juga alamat rumahnya pada seseorang. Ia ingin sekali tahu siapa perempuan itu. Jiwanya memberontak sangat ingin tahu, tapi lagi-lagi mengatakan pada diri sendiri untuk tetap kuat sabar.

"Baiklah pria tampan. kita lihat seberapa jauh permainan mu."